Perlawanan warga Dago Elos, Kota Bandung masih belum usai. Mereka kini sudah resmi melaporkan Muller bersaudara ke Polda Jabar soal dugaan penipuan keterangan yang kini menimbulkan konflik sengketa lahan.
Ketiga Muller bersaudara yang dilaporkan warga adalah Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller dan Pipin Sandepi Muller. Ketiganya mengaku sebagai keturunan George Hendrik Muller hingga bisa mengklaim lahan seluas 6,3 hektare di Dago Elos, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
Warga melaporkan ketiga Muller bersaudara itu ke Polda Jabar pada Selasa (15/8/2023) malam. Pelaporan yang tadinya dinilai gagal dilayangkan ke Polrestabes Bandung, kemudian diarahkan supaya dilimpahkan ke Polda Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulilah pada malam ini laporan kami diterima oleh Polda Jabar. Ada beberapa (bukti baru yang dilampirkan), tapi itu nanti akan menyusul seusuai prosedur. Sesuai yang tadi disampaikan, ini pelimpahan. Jadi kita mengikuti alur yang ada, prosesnya seperti itu," kata Ade Suherman, perwakilan warga Dago Elos kepada wartawan di Mapolda Jabar, Selasa (15/8/2023) malam.
Lantas, siapa sebetulnya Muller bersaudara ini? Bagaimana asal-usulnya hingga mereka bisa mengklaim sebagai pemilih sah lahan di Dago Elos hingga menimbulkan perlawanan dari warga?
Mengutip putusan Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Cimahi bernomor 687/Pdt.P/2013 tertanggal 23 Januari 2014, ketiganya telah disahkan berdasarkan surat pernyataan ahli waris (PAW) dari George Hendrik Muller. Putusan ini pun turut diperkuat Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang dibacakan pada 5 Februari 2018.
Dalam putusan yang diunduh detikJabar, Rabu (16/8/2023) silsilah Muller bersaudara dimulai dari keturunan pertamanya bernama Hendricus Wilhelmus Muller. Di putusan itu, riwayat hidup Hendricus Wilhelmus Muller dikuatkan melalui surat keterangan Kepala Desa Simpen Kaler, Kecamatan Balubur Limbangan, Garut tertanggal 5 Juni 2004.
Hendricus Wilhelmus Muller tercatat memiliki seorang istri bernama Munersih alias Mersi. Dari pernikahannya, pasangan ini kemudian dikaruniai tiga anak yaitu George Hendrik Muller, Ani Muller, dan Husni Muller.
Silsilahnya kemudian berlanjut ke George Hendrik Muller. Dalam putusan itu, berdasarkan surat pernyataan ahli waris tertanggal 22 Februari 2000, disebutkan bahwa George Hendrik Muller dan istrinya Roesmah meninggal dunia pada 15 Mei 1966 di sebuah perkampungan di Belanda.
Pasangan ini dikaruniai lima anak yaitu Renih, Edi Eduard Muller, Gustaf, Theo Muller, dan Dora. Kelima anak ini juga yang dinyatakan sebagai ahli waris sah berdasarkan surat Sekretaris Daerah ub. Kepala Badan Tata Pemerintahan Kabupaten Bandung pada 24 Februari 2000.
Setelah itu, silsilahnya dilanjutkan kepada Edi Eduard Muller. Berdasarkan surat keterangan susunan ahli waris nomor 474.3/115/WRS/2008 yang dikeluarkan Camat Rancaekek, Kabupaten Bandung, diterangkan bahwa Edi Eduard Muller adalah pewaris sah dari George Hendrik Muller.
Dalam putusan itu kemudian disebutkan bahwa Edi Eduard Muller menikah dengan seorang wanita asal Bandung bernama Siaya Sarah Sopiah. Edi Muller meninggal dunia pada 29 Agustus 2006 di Desa Rancaekek Wetan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan meninggalkan tiga anak yaitu Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller.
Berbekal surat pernyataan ahli waris itulah, Muller bersaudara kemudian melayangkan gugatan ke pengadilan dan mengkalim sebagai pemilik sah tanah di Dago Elos. Gugatan pertama dilayangkan Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller dan Pipin Sandepi Muller pada 28 November 2016
Dengan Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervondings bernomor 3740, 3741, dan 3742, ketiganya mengklaim sebagai pemilik sah lahan yang terletak di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung itu. Muller bersaudara ini menginginkan lahan yang mereka klaim segera dikosongkan warga pada tiga bidang tanah seluas 5.316 meter persegi, 13.460 meter persegi, dan 44.780 meter persegi.
Tim Advokasi Dago Elos Rifqi Zulfikar menyebut tiga orang itu bakal dilaporkan dengan dugaan pemalsuan keterangan. Sebab, ketiganya mengaku merupakan cicit dari George Hendrik Muller yang mengklaim sebagai kerabat dari Ratu Wilhelmina Belanda yang ditugaskan di Indonesia kala itu.
"Tiga orang dari keluarga Muller ini mengaku mewarisi tiga sertifikat eigendom verponding dari kakeknya, George Hendrik Muller. Dan, sejak mereka menggugat warga Dago Elos di Pengadilan Negcri Bandung, mereka telah menguasakan lahan-lahan tersebut ke PT Dago Inti Graha," kata Rifki dalam keterangannya sebagaimana dikutip detikJabar.
Sampai akhirnya, melalui putusan PA Cimahi itu, Muller bersaudara bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Melalui gugatan tersebut, Muller bersaudara akhirnya menang hingga ke tingkat peninjauan kembali (PK) dan disahkan sebagai pemilik lahan yang saat ini disengketakan warga Dago Elos.
"Dan dengan demikian, keluarga Muller telah memberikan keterangan tidak benar di depan hakim Pengadilan Agama Cimahi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung. Karena alasan itu, warga hendak mengadukan perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller ke Polrestabes Bandung," ucap Rifki.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo menerangkan, laporan warga Dago Elos kini dilimpahkan penanganannnya ke Polda Jawa Barat. Salah satu pertimbangannya karena jumlah saksi yang akan diperiksa mencapai lebih dari 300 orang dari pihak pelapor.
"Malam ini, laporannya kita terima sebagai bentuk akomodasi terhadap keluhan masyarakat. Terkait dengan dokumen alat bukti, nanti sambil berjalan akan kita lengkapi. Akan kita lakukan pendalaman karena ini butuh proses dari mulai penyelidikan sampai penyidikannya. Apalagi saksinya kurang lebih 300 warga, nanti akan di-BAP semua," katanya.
Meski dilimpahkan ke Polda, Ibrahim memastikan penanganan laporan itu masih dilakukan bersama tim yang dari jajaran Polrestabes Bandung. Sehingga menurutnya, pelimpahan laporan tersebut ditunjukkan untuk memudahkan pelaporan yang dibuat warga Dago Elos.
"Ini akomodasi dari keluhan masyarakat, kita berupaya untuk bisa mengakomodir. Sehingga kita menarik laporannya ke sini supaya kita bisa menanganinya lebih luas. Nanti ini bersama-sama dengan Polrestabes akan terlibat dengan tim yang dibentuk," tuturnya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil angkat bicara soal konflik agraria yang terjadi di kawasan Dago Elos, Kota Bandung yang berujung bentrok antara warga dengan kepolisian. RK mengaku telah menghubungi Kapolrestabes Bandung untuk bertindak secara humanis dalam hal menangani permasalahan Dago Elos.
"Ya saya sudah telepon Pak Kapolres untuk selalu di dalam ada dinamika mengedepankan sisi humanis," kata Ridwan Kamil, Rabu (16/8/2023).
Pria yang akrab disapa Kang Emil ini mengungkapkan, Polrestabes Bandung sejatinya tidak menolak laporan yang dibuat oleh warga Dago Elos terkait konflik agraria tersebut. Menurutnya ada miskomunikasi antara warga dan kepolisian.
"Pak Kapolres melaporkan tidak ada penolakan pelaporan, yang ada tolong disempurnakan karena yang namanya pelaporan itu kan ada syaratnya. Jadi, mungkin miskomunikasi ya. Yang dimaksud dengan disempurnakan itu diterjemahkan seolah ditolak gitu," ujarnya.
Terkait akar permasalahan Dago Elos sendiri, Kang Emil meminta agar semua pihak yang bersangkutan untuk duduk bersama dan membicarakan penyelesaian masalah secara baik-baik.
"Tapi apapun itu, dinamika ini segera dikomunikasikan antara pihak-pihak yang menjadi sumber kehebohan kemarin dan masyarakat diminta tenang," tutur Kang Emil.
"Kalau saya pribadi sangat berharap dari sisi hukum, warga diberi ruang hak hidup yang adil," imbuhnya.
Kang Emil menyebut jika konflik Dago Elos terjadi antara dua kelompok, yakni pihak yang mengaku sebagai ahli waris dan warga yang sudah menempati kawasan itu secara turun-temurun.
"Ini kan perkara dua kelompok warga ya, kelompok warga yang mengaku ahli waris dan kelompok warga yang sudah ada di sana. Jadi bedakan dengan jika ada dinamika dari kelompok warga terhadap kebijakan negara kan. Ini mah antar warga," ujarnya.
Kang Emil juga menegaskan telah memberi masukan kepada pihak kepolisian untuk menangani konflik tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tentunya secara humanis.
"Makanya, hormati hukumnya, ikuti prosedur hukum, kalau isu penanganan dinamikanya sudah saya beri masukan ke Kapolres Kota Bandung," tutup Kang Emil.