Ketua AJI Bandung Tri Joko Her Riadi dalam keterangannya mengatakan, kedua wartawan yang jadi korban itu adalah Awla Rajul dari media BandungBergerak dan Agung Eko Sutrisno dari Radar Bandung. Alwa menderita luka usai dipukul di bagian perut, paha dan lengan, sementara Agung ikut dipukul aparat kepolisian pada bagian pundak.
"AJI Bandung mengecam cara-cara kekerasan yang digunakan oleh aparat kepolisian dalam menangani protes warga Dago Elos. Selain warga dan kelompok solidaritas, kekerasan aparat juga menimpa dua jurnalis yang sedang meliput peristiwa kericuhan di Dago Elos," kata pria yang akrab disapa Joko ini dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).
Menurut Joko, dalam kesaksiannya Awla Rajul, selain dipukul polisi, ia juga turut dijambak di bagian rambutnya. Kepalanya bahkan terkena pukulan pentungan petugas hingga benjol.
Pada saat dipukuli, Rajul kata Joko, berada di sekitar perumahan warga Dago Elos. Namun tiba-tiba segerombolan polisi mendatangi dan menanyakan keberadaan Rajul.
Rajul kemudian menjelaskan bahwa dirinya adalah reporter dengan menunjukkan kartu pers kepada aparat kepolisian. Namun aparat tak mengindahkan pernyataan tersebut dan tetap memukuli Awla Rajul berkali-kali.
"Awla Rajul juga sempat dibawa oleh aparat ke lokasi lain. Saat dibawa, polisi yang melihatnya kembali memukul dan menjambak rambutnya. Bahkan Rajul sempat diancam untuk 'dibunuh atau dimatikan' oleh polisi tersebut," ucap Joko.
Begitu dikofirmasi detikJabar, Joko mengaku sempat menyelamatkan Rajul saat hendak dibawa 3 aparat kepolisian. Ia saat itu bisa membawa paksa wartawan tersebut setelah sempat mendapat perlakuan tidak mengenakkan saat bertugas di lapangan.
"Rajul itu aku yang mengambil dia dari polisi. Aku yang bawa dia saat digelandang 3 orang saat situasi sedang panas-panasnya," ungkap Joko.
Selain Rajul, Agung Eko Sutrisno dari Radar Bandung juga menjadi korban pemukulan. Pundaknya sempat menjadi sasaran polisi, namun dia bisa menyelamatkan diri dengan kabur ke dalam rumah warga setempat.
Menyikapi aksi brutal yang dilakukan polisi kepada wartawan, AJI Bandung pun mengecam hal tersebut. Bagi AJI, polisi tidak hanya melanggar UU Pers No 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 3, namun juga melakukan tindak pidana yang melanggar pasal Pasal 170 KUHP.
"Aparat kepolisian telah menghambat dan menghalang-halangi kerja jurnalis yang dalam ketentuan Pasal 4 ayat (3) tindakan ini dapat dipenjara maksimal 2 tahun, dan denda paling banyak Rp 500 juta. Selain itu aparat kepolisian juga telah melakukan kekerasan secara semena-mena terhadap orang atau barang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP. Tindakan ini diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan," ucapnya.
"Bagi AJI Bandung, tidak ada alasan bagi aparat kepolisian untuk melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Jika dibiarkan, kejadian ini akan menjadi preseden buruk bagi iklim kebebasan pers di Indonesia. Untuk itu, AJI Bandung mengutuk cara-cara kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap jurnalis yang meliput Dago Elos. Selain itu AJI Bandung juga mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis ini," tuturnya menambahkan.
Mengakhiri perbincangan dengan detikJabar, Joko pun memastikan kondisi kedua wartawan itu sudah mulai membaik. Hingga sekarang, AJI belum berencana mengadukan kekerasan yang menimpa kedua wartawan itu ke pihak berwenang seperti Dewan Pers hingga Kompolnas.
"Kondisi keduanya sudah membaik, walaupun sekarang masih ada lebam di beberapa bagian tubuhnya. Untuk pengaduan, kami masih berembuk dengan pengurus. AJI baru mengeluarkan kecaman terlebih dahulu, dan besok rencananya akan didiskusikan kembali," pungkasnya. (ral/iqk)