Sejarah Wano, Desa Tertua di Kuningan yang Didirikan Kuwu Jaksa

Fathnur Rohman - detikJabar
Sabtu, 22 Jul 2023 13:00 WIB
Desa Wano di Kabupaten Kuningan (Foto: Fathnur Rohman/detikJabar).
Kuningan -

Desa Wano di Kabupaten Kuningan belakangan ini sedang mencuri perhatian para penggemar One Piece. Pasalnya nama desa ini serupa dengan sebuah negeri yang ada dalam serial tersebut.

Dalam alur cerita One Piece terbaru, tokoh utama dari serial ini yaitu Monkey D Luffy sedang berpetualang di negeri bernama Wano. Kisah Arc Wano sendiri begitu membekas di hati penggemarnya dan berhasil mendatangkan penonton baru untuk mengikuti serial ini.

Pada dasarnya baik Desa Wano maupun Wano di serial One Piece memiliki beberapa kemiripan. Tak hanya lokasinya yang terpencil dan jarang diketahui orang luar, Desa Wano di Kabupaten Kuningan pun memiliki sejarah menarik untuk diulik. Bedanya daerah tersebut sangat kental dengan budaya Sunda, bukan Jepang.

Desa Wano merupakan salah satu desa tertua di Kabupaten Kuningan. Sekitar tahun 1700-an, wilayah ini pernah masuk sebagai wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon. Sebelum seperti sekarang, penduduk Wano sering berpindah tempat tinggal karena tidak amannya pemukiman mereka.

Sejarah Wano dapat dilacak lewat perkampungan kuno di sebelah selatan Sungai Cipogor yang kini menjadi lahan pertanian bernama Sawah Singkup. Kampung tersebut dikenal sebagai Paimahan dan dihuni oleh warga yang masih terikat persaudaraan.

Penduduk Wano kala itu hidup rukun di bawah kepemimpinan Kuwu Jaksa. Ia merupakan seorang abdi dalem Keraton Kasepuhan yang telah lama dipercaya untuk menjadi sesepuh atau tetua di daerah tersebut.

Sayangnya kehidupan di kampung Paimanan itu tidak berjalan mulus. Sebab, penduduk Wano kerap dihantui rasa takut akibat ulah perampok dari daerah lain yang suka berbuat onar.

"Mereka tidak bisa hidup tentram dan aman selamanya. Kampung Paimahan sering diganggu oleh perampok. Rumah penduduk dibakar karena saat itu masih berdinding bambu dan beratap alang-alang. Para perampok bisa leluasa berbuat onar," kata Sesepuh Desa Wano, Udin Samsudin (75) kepada detikJabar.

Melihat nasib penduduk Wano yang terpuruk, Kuwu Jaksa memutuskan pindah dari Paimahan. Singkat cerita, pemimpin Wano tersebut membawa 6 keluarga untuk menetap di sebelah utara Sungai Cipogor. Sedangkan 3 keluarga lainnya memilih hijrah ke bagian barat.

Desa Wano di Kabupaten Kuningan. Foto: Fathnur Rohman

Setelah pindah, pemukiman baru itu disebut Desa Tarikolot. Nama tersebut diberikan karena dalam bahasa Sunda berarti orang tua yang merujuk pada keputusan Kuwu Jaksa untuk membuka perkampungan di sana.

"Nama Tarikolot kemudian berganti dengan Wana. Artinya hutan. Waktu itu tempat ini masih ditumbuhi pepohonan besar," ujar Udin.

Kehidupan penduduk Wano di masa itu terbilang makmur. Warga yang sering menggarap lahan pertanian selalu menikmati hasil panennya. Kondisi tersebut berbanding lurus dengan Kesultanan Cirebon yang berada di puncak kejayaannya.

Pada masa itu, diutus lah seorang tokoh Syekh Syarif Juhud untuk datang ke Wano dan menetap di sana. Dia terkenal sangat religius serta taat terhadap ajaran agama Islam.

Uniknya di momen kedatangan Syekh Syarif Juhud inilah nama Wano disematkan pada desa tersebut. Kata ini punya makna yang begitu bagus. Dalam bahasa Cirebon, kata Wano diambil dari kata Wana yang berarti hutan. Namun menurut Udin, Wano juga bermakna berani.

"Beliau menetap selamanya di DesaWano. Dia menghembuskan nafas terakhir diWano dan dikebumikan di pemakaman yang disebutDepok," tuturUdin.




(mso/mso)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork