Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung digeruduk sejumlah emak-emak. Mereka protes terkait sistem zonasi PPDB Kota Bandung 2023, karena diduga diwarnai kecurangan.
Merespons hal itu, Kepala Bidang P3TK sekaligus Ketua Panitia PPDB Disdik Kota Bandung Edi Suparjoto menjelaskan, bahwa para pendemo mayoritas orang tua siswa Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP) yang ingin mendapat sekolah jarak terdekat.
"Tadi permintaan mereka ingin disalurkan. Jadi mereka ini adalah RMP, ketika daftar ke sekolah swasta dimintai uang pendaftaran. Ada sedikit kurang lebih 10 orang. Mereka menuntut karena sebetulnya semua sudah dapat sekolah, tapi sekolah negeri yang jauh. Katanya percuma karena ongkos hariannya besar. Tadi kita berembug konfirmasi cari ke sekolah terdekat yang masih ada slot sisa kuota," kata Edi ditemui usai mengurus protes para pendemo.
Ia menegaskan, tak ada siswa yang belum diterima sekolah. Menurutnya, sistem PPDB Dinas Pendidikan secara online memang ditutup pada tanggal 7 Juli 2023. Namun sebetulnya siswa masih bisa mendaftar ke sekolah yang masih tersedia kuotanya, melalui Manajemen Basis Sekolah (MBS).
"Jadi tadi solusinya sudah kita kasih pengertian agar siswa RMP yang diterima di swasta, kita dampingi agar mereka tidak dipungut biaya atau digratiskan. Intinya semua sudah sekolah tapi masalahnya ada yang tidak dapat pilihan 1, pilihan 2 agak jauh, pilihan 3 dan 4 swasta. Siswa RMP terkendala ongkos harian. Jadi tuntutannya mereka sekolah di swasta tapi dengan pendampingan," ujarnya.
Pemaparan Disdik sebetulnya berbeda dengan tuntutan yang disampaikan para pendemo. Seperti yang dikatakan koordinator demo sekaligus Ketua Umum FMPP Illa setyawati, mengantongi data ada sebanyak 76 laporan terkait masalah zonasi dalam PPDB.
Namun, 41 di antaranya sudah bersekolah, sisanya sekitar 35 anak belum bersekolah di jenjang SD-SMP. Pernyataan ini berbeda dengan Disdik bahwa hanya ada 10 anak yang butuh dibantu bersekolah di swasta karena golongan RMP.
Di lain sisi, Disdik juga merespons soal pernyataan Illa yang menyampaikan aduan bahwa mayoritas sekolah negeri di Kota Bandung melakukan sistem jual kursi sehingga banyak warga yang tak kebagian jatah di sistem zonasi tahun ini.
"Kalau masalah seperti itu ada di lapangan. Itu kami agak susah karena kalau pun kami sudah selidiki oknum tersebut berkelit. Jadi kami belum punya bukti kalau ada oknum sekolah yang bermain. Tidak ada tim khusus ya untuk menyelidiki ini, soal mana sekolah yang curang pun itu data di Pemprov. Tapi kita lakukan supervisi monev ke sekolah, untuk cek bagaimana pelaksanaan PPDB di awal sampai akhir," ujar Edi.
(aau/mso)