Sejarah Penetapan Tahun Baru Islam dan Tradisi Menyambutnya di Indonesia

Sejarah Penetapan Tahun Baru Islam dan Tradisi Menyambutnya di Indonesia

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Sabtu, 15 Jul 2023 17:00 WIB
Tradisi malam satu Suro bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram. Malam satu Suro menandakan awal bulan pertama kalender Jawa. Apa itu malam satu Suro?
Ilustrasi Tahun Baru Islam (Foto: Getty Images/iStockphoto/kertu_ee)
Bandung -

Tahun Baru Hijriah adalah salah satu tanggal yang dirayakan oleh umat Islam setiap tahunnya. Perhitungan penanggalan kalender Islam berbeda dengan sistem perhitungan dalam penanggalan kalender masehi.

Sehingga, untuk menghitung Tahun Baru Islam setiap tahunnya tidak sama dengan menghitung manual seperti perhitungan tahun baru masehi.

Bagaimana sejarah penetapan tahun baru Islam tersebut? Berikut informasinya dirangkum detikJabar dari berbagai sumber.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Penetapan Tahun Baru Islam

Awalnya, ada empat opsi untuk menetapkan awal waktu tahun Hijriah. Keempatnya yakni pada tahun Gajah saat Rasulullah lahir, tahun wafatnya Rasulullah, tahun Rasulullah diangkat menjadi rasul, dan juga tahun hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah.

Pada akhirnya, tahun hijrahnya Rasulullah SAW terpilih menjadi awal perhitungan kalender Hijriah karena dianggap menjadi tonggak awal kejayaan umat Islam setelah berdakwah secara sembunyi-sembunyi.

ADVERTISEMENT

Penanggalan Islam dengan kalender Hijriah pertama kali dimulai pada masa kekhalifahan Khalifah Umar bin Khattab dengan persetujuan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Sebab, Gubernur Abu Musa Al-Asy'ari menuliskan surat yang diberikan kepada Khalifah Umar Bin Khattab RA. Namun ia mengaku bingung perihal surat yang tidak memiliki tahun, sehingga menyulitkan penyimpanan dokumen atau pengarsipan.

Peristiwa penting itu terjadi pada tahun 622 Masehi. Hari itu juga ditetapkan sebagai hari pertama dalam penanggalan hijriah atau kalender Islam yakni 1 Muharam 1 Hijriah.

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kalendar ini sebagai penyempurnaan waktu. Misal saja, mengembalikan bulan menjadi 12 dan tidak memaju mundurkan bulan atau hari yang semestinya masyarakat jahiliyah ketika itu.

Kapan Tahun Baru Islam 2023?

Kalender Hijriah adalah sistem penanggalan Islam berdasarkan peredaran bulan, sehingga menjadi pembeda dengan penanggalan Masehi.

Tahun Baru Islam tahun ini jatuh pada bulan Juli 2023. Berdasar SKB 3 Menteri Nomor 624 Tahun 2023 Nomor 2 Tahun 2023, Tahun Baru Islam 2023 jatuh pada Rabu 19 Juli 2023. Pada tanggal ini telah ditetapkan sebagai salah satu hari libur nasional 2023.

Tanggal Tahun Baru Islam memerlukan konversi dari sistem penanggalan Hijriah ke Masehi. Buku Kajian Sains, Sosial, dan Keagamaan Ilmu Falak Multi Dimensi terbitan Tim Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama (Kemenag) RI menyebut tahun Hijriah memiliki panjang 354 atau 355 hari pada tahun kabisat. Sehingga 1 tahun kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun kalender Masehi.

Saat ini kita sudah memasuki bulan Zulhijah atau bulan terakhir di tahun Hijriah. Maka, kedatangan bulan Muharram tinggal menghitung hari. Muharram adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriah.

Bulan Muharram kemudian dilanjut dengan bulan Safar, Rabi'ul Awal, Rabi'ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syaban, Ramadan, Syawal, Dzulkaidah, dan Dzulhijjah.

Sama dengan tahun Masehi, tahun Zulhijah juga terdiri dari 12 bulan. Bila merujuk pada penetapan awal bulan Zulhijah dari pemerintah yang jatuh pada 20 Juni 2023, Tahun Baru Islam atau 1 Muharram 2023 dimungkinkan jatuh pada Rabu, 19 Juli 2023. Biasanya juga tidak ada perbedaan antara tanggalan pemerintah dan Muhammadiyah.

Tradisi Tahun Baru Islam di Pulau Jawa

Di beberapa daerah, malam pergantian tahun dalam kalender Islam menjadi waktu untuk memanjatkan doa menggelar berbagai tradisi. Obor selain identik dengan perayaan takbiran juga jadi salah satu alat peringatan tahun baru Islam di tiap daerah.

Namun di Tahun Baru Islam juga ada beberapa tradisi lainnya, yang diwujudkan sebagai ungkapan rasa syukur.

1. Tradisi Ngadulag

Masyarakat Sunda atau Jawa Barat memiliki tradisi yang dinamakan Ngadulag. Salah satu daerah yang masih sering menggelar tradisi ini adalah Sukabumi.

Ngadulag merupakan aksi menabuh bedug dengan ritmis tertentu. Bedug dimainkan melalui ritmis-ritmis yang dinamis.

Pada momen ini juga digelar lomba tabuh bedug yang bisa diikuti masyarakat. Sebetulnya, Ngadulag identik dengan bulan suci Ramadhan, namun akhirnya Ngadulag juga jadi peringatan Maulid Nabi, Tahun Baru Islam, hingga acara seperti khitanan dan lainnya.

Dalam Kamus Basa Sunda, ngadulag adalah "nabeuh bedug dilagukeun pikeun tanda kudu mimiti puasa, bubar taraweh, waktu sahur, jeung saterusna".

2. Upacara Bubur Suro

Masyarakat Sunda juga biasa menyambut Tahun Baru Islam dengan Upacara Bubur Suro, yakni menurut istilah Sunda merupakan upacara yang dilaksanakan untuk memperingati tahun baru Islam dan mengenang peristiwa penting Islam, dengan motivasi untuk melestarikan tradisi nenek moyang.

Biasanya, masyarakat Sunda akan menyiapkan bubur merah dan bubur putih yang disajikan secara terpisah lalu dibawa ke masjid. Sebelum menyantap bubur ini, masyarakat akan berdoa bersama terlebih dahulu.

3. Tapa Bisu

Tradisi Tapa Bisu merupakan ritual keliling benteng keraton di Yogyakarta. Disebut tapa bisu karena dilakukan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun saat mengelilingi benteng keraton sejauh 7 kilo meter. Ritual ini diprakarsai oleh paguyuban abdi dalem keprajan keraton Yogyakarta.

Selain rombongan dari para abdi dalem, ritual topo bisu juga dilakukan warga secara sendiri-sendiri atau berkelompok.

4. Sedekah Gunung Merapi

Tradisi ini biasa dilakukan warga Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Tradisi dilakukan dengan melarung kepala kerbau di wilayah puncak gunung.

Masyarakat biasanya bersama-sama mengarak kepala kerbau dan berbagai hasil bumi. Puncak kegiatan ini adalah dengan makan dan berdoa bersama agar di tahun baru ini mendapat keberkahan dari Allah SWT.

5. Kirab Kebo Bule

Tradisi 1 suro di Jawa berawal dari Sultan Agung yang menyebarkan Islam melalui ajaran dengan tradisi Jawa.

Salah satu tradisi dalam kirab malam 1 Suro (1 muharram dalam kalender Jawa) di Keraton Surakarta adalah adanya arak-arakan Kebo Bule. Kebo ini dipercaya sebagai pengawal pusaka Kyai Slamet milik Paku Buwono II yang diterima dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo.

Kerbau (kebo) bule yang memiliki kulit putih kemerah-merahan itu bukanlah hewan biasa dan merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II.

6. Berziarah di Gunung Tidar

Kebun Raya Gunung Tidar, Magelang, lekat dengan kebiasaan masyarakat untuk beramai-ramai menyambangi makam para leluhur.

Masyarakat biasanya mendaki gunung tersebut untuk berziarah di makam Syekh Subakir, Kyai Sepanjang, dan Kiai Semar yang dulu ikut menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

Nah detikers, itulah tadi penjelasan mengenai penetapan waktu tahun baru Islam. Semoga setiap tanggal yang kita peringati, menjadi semangat baru untuk mendekatkan diri pada Allah. Aamiin.




(aau/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads