Hal yang tidak pernah diduga sebelumnya dialami Muhammad Rasyid Ghifary. Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB ini meninggal dunia setelah mengalami insiden saat sedang berkegiatan bersama rekan-rekannya.
Pada Selasa (6/6), Fary -sapaannya- melakukan uji coba pesawat tanpa awak. Hal itu dilakukannya bersama rekannya di UKM Aksantara ITB di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung.
UKM Aksantara diketahui sedang menyiapkan pesawat tanpa awak yang bakal mengikuti Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI). Uji coba pun dilakukan pada Selasa sore.
Sesampainya di Lanud Sulaiman, cuaca sedang hujan. Fary dan rekannya sempat menunda proses uji coba menunggu hujan reda. Begitu reda, uji coba pun dilakukan. Pasak alat pelontar pesawat tanpa awak pun dipasang di atas tanah.
Sayangnya, kondisi tanah yang basah membuat cengkraman pasak tidak begitu erat hingga akhirnya tersebut dan mengenai Fary.
"Selasa sore itu hujan ya, kemudian sesudah reda mereka kemudian mencoba. Tapi karena hari Senin, Selasa hujan jadi tanah itu basah, jadi dia menancapkan pasak ke tanah. Jadi karena basah, nggak kuat," kata Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Prof Dr Tatacipta Dirgantara, Rabu (7/6).
"Ketika pelontar itu ditarik, pasaknya tercabut dari tanah, karetnya kena orang. Mengenai dua orang, yang satu nggak kenapa-kenapa, hanya kena tangan. Satu lagi (Fary) kena area yang fatal," ungkapnya.
Tatacipta memastikan, saat uji coba itu pesawat tanpa awak yang dibuat Rasyid dan rekan-rekannya tidak mengalami masalah apapun. Kondisi tanah yang basah lah yang jadi penyebab kecelakaan itu terjadi.
"Itu pesawatnya mau uji coba, pesawatnya mah nggak ada masalah, tapi yang masalah pelontar pesawatnya itu loh," ujarnya.
Hal itu juga dibenarkan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto. Naomi menjelaskan, pada Selasa sore sekitar pukul 17.15-17.20 WIB, beberapa tim Aksantara, termasuk Fary sedang mempersiapkan alat pelontar untuk melakukan uji terbang wahana.
Alat lontar tersebut terdiri dari karet elastis besar yang disangkutkan pada sebuah pasak besi besar. Usai beberapa kali percobaan, mereka belum berhasil memasangnya, sehingga perlu dipindahkan tempat pasaknya.
"Namun, kondisi tanah tempat pasak dipindahkan rupanya berlumpur dan tak cukup kuat untuk menahannya, sehingga pasak itu terlontar dan mengenai Fary di bagian rahang bawah kanannya," ujar Naomi, Kamis (8/6).
Akibat kejadian itu, Fary meninggal dunia setelah sempat di bawa ke RSAU Lanud Sulaiman. Dari hasil pemeriksaan elektrodiagram (EKG), Fary dinyatakan meninggal dunia pada pukul 17.44 WIB karena mengalami luka tumpul.
Atas insiden itu, ITB menegaskan bakal melakukan investigasi. Investigasi dilakukan oleh dosen pembimbing UKM Aksantara dan dosen FTMD.
Dalam keterangan yang diterima detikJabar Kamis (8/6/2023), pesawat tanpa awak yang dibuat Fary dan rekan-rekannya bernama Fixed Wing Aksantara dengan misi pengawasan (surveillance).
Pesawat berwarna dominan oranye itu memiliki bobot 8,5 kilogram dengan lebar sayap 2.540 mm, panjang 1.420 mm, dan aspect ratio 10,2. Ada pun kecepatan terbang maksimal dari pesawat tanpa awak ini (cruising speed) adalah 20 meter per detik dan kecepatan sebelum jatuh (stall speed) 12 meter per detik.
Simak Video "Video Purwacaraka soal Pembuatan Venue Konser di Bandung: Janji Doang!"
(bba/dir)