Catatan KPAI soal Kasus Perundungan Bocah SMP di Bandung

Catatan KPAI soal Kasus Perundungan Bocah SMP di Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Jumat, 09 Jun 2023 18:30 WIB
Ilustrasi bullying
Ilustrasi bullying (Foto: Thinkstock)
Bandung -

Kasus perundungan yang dilakukan pelajar SMP di Cicendo, Bandung heboh di media sosial. Kasus ini pun mendapat sorotan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Komisioner KPAI Aries Adi Leksono mengatakan kasus perundungan pelajar di Bandung ini menambah deretan panjang kasus kekerasan anak skala pendidikan.

"Angka kekerasan satuan pendidikan secara Nasional lebih dari 442 anak di tahun 2022. Kecenderungan pelakunya usia SD akhir sampai SMP. Kemungkinan mereka sedang mencari jati diri mungkin ya dan terpengaruh lingkungan, jadi dampingan ortu dan guru menjadi penting," kata Aries dihubungi detikJabar Jumat (9/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan, berapapun umurnya dan dalam bentuk apapun jelas di mata KPAI perundungan adalah hal yang salah. Aries mengatakan, perundungan dalam bentuk apapun akan memberi trauma yang bisa membekas sepanjang perkembangannya.

"Meski dilakukan anak ke anak sekalipun, itu akan membuat luka yang membekas, trauma, berpengaruh terhadap masa depan dia. Itu tentu akan mempengaruhi fokusnya saat datang ke sekolah, itu pasti akan ketakutan," ujar dia.

ADVERTISEMENT

Terkait kasus di Cicendo, Bandung, pihak KPAI pun langsung melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Bandung agar dilaksanakan identifikasi kasus. Dari proses identifikasi yang lebih mendalam diharapkan akan ditemukan sumber masalahnya dan bisa tertangani.

"Kami akan melakukan pengawasan bersama Disdik Kota Bandung. Saya kebetulan sedang berkomunikasi, nanti setidaknya kita akan dapat gambaran anak SD/SMP kok bisa interaksinya sebrutal itu? Nanti akan diidentifikasi apakah ada geng-gengan, kita khawatir ini perilaku ini terstruktur begitu. Usia seperti ini rawan untuk gampang tersulut dan emosi," ucap Aries.

"Sekarang ini kan sudah ditangani polisi, kami akan memantau yang ditangani dulu biarkan proses penegakan atau pendisiplinan berlangsung. Kemudiam kami akan koordinasi dengan Dinas untuk memantau, mencegah, dan mengidentifikasi agar tidak terulang. Itu kok baru didamaikan sudah terjadi lagi kan ada sesuatu, masih ada dendam, jadi ini penting untuk diidentifikasi. Disdik nanti akan memanggil anak dan sekolah itu terkait kasus perundungan secara massal lintas sekolah," lanjutnya.

Masih kata Aries, dalam hasil penelitian KPAI terlihat pola faktor tertentu yang mempengaruhi anak melakukan perundungan. Tiga faktor tersebut yakni pola pengasuhan, lingkungan, serta paparan media sosial.

"Misal tayangan di TikTok ada unsur sesama teman kalau merasa kecewa dilampiaskan dengan balas dendam yang berujung kekerasan. Karena merasa punya perkumpulan jadi ngajak temannya, kemudian lingkungan yang memberi pengaruh buruk," katanya.

Aries juga menyebut tak ingin kasus serupa kembali terulang. Maka ia juga berfokus untuk mendorong pihak-pihak terkait agar mampu melakukan pencegahan secara efektif.

Selain itu perlu juga menghentikan pola pikir balas dendam karena merasa dulu pernah mengalami hal yang sama. Lingkungan sekitar pun harus punya andil agar bisa mencegah hal serupa terjadi lagi. Begitu melihat ada kasus perundungan, harus segera menegur dan menghentikannya.

"Maka kami berharap orang tua lebih bisa mengawasi intensif, waktu di rumah dimanfaatkan untuk ngobrol dengan anak-anak. Sekolah pun harus memberi perhatian dan pendampingan. Hari ini kita dorong pihak Kementerian dan Dinas untuk melebarkan jangkauan penanganan kekerasan di pendidikan, contohnya yang melibatkan kegiatan program dan identitas sekolah dengan melakukan pembinaan atau penanganan," ucap Aries.

"Hasil penelitian kami biasanya korban kekerasan cenderung menjadi pelaku berikutnya, karena ada rasa sakit hati jadi mendorong untuk balas dendam. Pola pikir ini harus diputus supaya dia tidak trauma. Pendampingan agar tidak melakukan yang sudah dilakukan orang lain menurut saya jadi cara efektif ubtuk memutus mata rantai perundungan," tambahnya menutup percakapan.

Seperti diketahui, akun @kitasemuaadalahpenolong di Instagram membagikan video viral perundungan pelajar. Dalam narasinya, ia menyebut aksi perundungan itu dilakukan sejumlah pelajar SMP di wilayah Cicendo, Kota Bandung.

Video mulanya menunjukkan 4 pelajar menyiksa seorang remaja yang berada dalam posisi jongkok sembari tangannya melindungi wajah. Meski sudah terpojok, empat remaja yang mengenakan baju kuning, hitam, putih dan coklat itu tetap tega mendaratkan pukulan hingga tendangan ke arah wajah korban.

Kasus ini kini ditangani kepolisian. Sebanyak 10 anak sudah diperiksa untuk dimintai keterangan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Bandung.

Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Budi Sartono mengatakan, para pelaku perundungan itu sudah mulai diperiksa pada Kamis (8/6) malam. Pemeriksaan dilakukan dengan didampingi orang tua masing-masing pelaku.

"Sampai saat ini masih kita lakukan pemeriksaan, prosesnya masih berjalan," kata Budi saat dihubungi wartawan melalui pesan singkat WhatsApp, Jumat (9/6/2023).




(aau/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads