Potret Muram Kehidupan Penjaja Kencan Plus-plus di Kuningan

Potret Muram Kehidupan Penjaja Kencan Plus-plus di Kuningan

Fathnur Rohman - detikJabar
Minggu, 04 Jun 2023 09:00 WIB
Internet search bar with phrase prostitution
Ilustrasi prostitusi online (Foto: iStock)
Kuningan -

Lewat secarik kertas bertuliskan 'GW CAPEK HIDUP', Fadli Nurfadillah (21) berusaha menghilangkan jejak kejinya. Agar lebih meyakinkan, dia memasukkan cairan insektisida ke mulut Sri Agustina alias Neng Eci. Seolah-olah korban kehilangan nyawa karena bunuh diri.

Begitulah serangkaian upaya rekayasa pembunuhan yang berujung sia-sia. Sebab, Fadli tetap menjadi tersangka.

Pada 18 Maret 2022, nyawa Neng Eci yang berprofesi sebagai PSK, berakhir di tangan Fadli. Dia secara brutal menghabisi korban. Padahal keduanya sempat berhubungan badan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus pembunuhan ini, sebagaimana diberitakan detikJabar, bermula ketika Fadli menemui Neng Eci di sebuah kamar indekos yang beralamat di Kelurahan Cijoho, Kabupaten Kuningan. Mereka saling mengenal dari aplikasi chatting.

Fadli masih berstatus mahasiswa saat itu. Dia datang ke kamar kos Neng Eci untuk melampiaskan hasratnya. Sebelum bersetubuh, keduanya menyepakati adanya biaya Rp200 ribu sekali kencan.

ADVERTISEMENT

Berjumpa dengan Fadli ternyata mengantarkan Neng Eci menemui ajal. Nasib tragis harus dialaminya karena pelaku mengingkari kesepakatan awal.

Fadli tidak begitu saja puas memakai 'jasa' Neng Eci sekali. Justru, dia minta melakukannya lagi secara gratis. Korban lantas menolak. Rupanya penolakan tersebut membuat Fadli murka dan langsung bertindak sadis.

"Pelaku menginginkan yang kedua kalinya secara gratis. Untuk yang pertama, pelaku membayar Rp 200 ribu. Tetapi (ajakan kedua) korban menolak, lalu pelaku memaksa hingga menganiaya korban," kata AKBP Dhany Aryanda ketika masih menjabat Kapolres Kuningan, Senin 28 Maret 2022.

Fadli memegang dan mencekam leher korban. Neng Eci sempat melawan. Tetapi di saat itu juga, pelaku menyumpal mulut serta hidung korban memakai kaos dalam hingga Neng Eci meninggal dunia.

Insiden pembunuhan itu, kata Dhany, baru diketahui saat ada tetangga yang mendengar jeritan minta tolong dari dalam kamar. Kemudian, saksi yang berada di sekitar langsung menghubungi pemilik kos.

Sialnya, Neng Eci ditemukan sudah tidak bernyawa. Pemilik kos dan saksi memastikan kondisi korban dengan mengintip lewat jendela. Saat itu, pintu kamar Neng Eci terkunci.

"Melalui jendela ini diintip dan dibuka bahwa ternyata korban sudah dalam keadaan tidak bernyawa," tutur Dhany.

Seperti disebutkan di awal, Fadli berusaha menghilangkan jejak dengan merekayasa kematian Neng Eci. Tapi usahanya sia-sia. Selang beberapa hari setelah kejadian, dia berhasil diringkus Polres Kuningan. Fadli ditangkap setelah polisi menemukan beberapa kejanggalan terkait tewasnya Neng Eci.

"Dari beberapa hasil olah TKP kita temukan ada barang milik korban yang hilang (handphone)," ungkap Dhany.

Kasus pembunuhan Neng Eci berakhir di meja hijau. Usai ditangkap, Fadli selaku tersangka dijatuhi vonis 14 tahun penjara. Vonis tersebut dibacakan majelis hakim dalam sidang putusan Pengadilan (PN) Negeri Kuningan, 2 November 2022, yang diketuai Ardhianti Prihastuti.

Dalam sidang tersebut, Fadli terbukti melanggar Pasal 338 KUHPidana. Oleh karenanya, dia harus mendekam di penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kejinya.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 14 (empat belas) tahun," tulis dokumen putusan PN Kuningan yang dilihat detikJabar di situs resmi Mahkamah Agung (MA), Senin (29/5/2023).

Sejumlah barang bukti pun disita, termasuk di antaranya adalah selembar kertas bertuliskan 'GW CAPEK HIDUP' dan botol insektisida yang dipakai Fadli dalam merekayasa kematian Neng Eci.

Kehidupan Muram Mereka yang Terjerumus dalam Prostitusi

Kasus pembunuhan Neng Eci tidak hanya menggemparkan masyarakat, namun juga menunjukkan bagaimana potret muram nasib para penggiatnya. Termasuk di Kabupaten Kuningan.

Karena dunia prostitusi begitu pelik dan kompleks. Masalahnya tak melulu soal bisnis esek-esek, karena terdapat ragam kisah memilukan dalam setiap praktiknya.

Fenomena wanita yang menjajakan 'kencan plus-plus' di Kuningan tidak sukar ditemukan. Berbekal aplikasi chatting berwarna hijau (bukan WhatsApp), pria hidung belang bisa saja memesan mereka.

Belum lama ini, detikJabar berkesempatan menggali kisah salah satu perempuan yang rela menjadi 'selimut hidup'. Sebut saja Ani (bukan nama sebenarnya). Sama seperti Neng Eci, Ani rupanya beroperasi seorang diri.

Di sebuah kamar penginapan kecil, Ani baru saja selesai bersolek. Rambut dan pakaiannya sengaja disemprot parfum beraroma khas. Tak lupa, ia mewarnai bibirnya dengan gincu.

Baru setahun ia melakoni profesi yang dicap haram ini. Demi duit, silih berganti pria hidung belang dilayaninya. Dari yang berkantong tebal sampai pengangguran. Asalkan, mereka bayar tarif transaksi di awal bakal mendapat servis serupa.

Dia mematok tarif Rp 700 ribu untuk sekali kencan dengan durasinya singkat (short time). Hanya 30 menit. "Dalam sebulan bersih bisa dapat Rp 15 juta. Tapi itu juga belum dibagi sama kebutuhan lain," ujarnya.

Meski terdengar klasik, alasannya menekuni pekerjaan ini untuk menyambung hidup. Di Lampung sana, ada dua anaknya yang harus dinafkahi.

Menyinggung soal kedua anaknya, ia tak kuasa menahan air mata. Karena mau apalagi, ia tidak punya kemampuan lain untuk mencari nafkah. Statusnya single parent. Wanita tersebut mengaku sudah ditinggal cerai suaminya beberapa tahun lalu.

"Setiap bulan saya transfer Rp 3 juta ke keluarga. Sedih pasti, tapi keluarga belum tahu kalau saya kerja begini," jelasnya.

Asalkan cuan mengalir, bersetubuh dengan pria berbeda setiap malam bukan halangan baginya. Tapi tetap saja, hati kecilnya menjerit, ingin segera terbebas dari aktivitas gelap tersebut.

Gejolak batin semacam ini seakan berjalan beriringan dengan berbagai risiko yang dihadapi. Terutama penyakit menular seks yang selalu menghantuinya kapan pun.

Untuk meminimalisirnya, setiap dua minggu sekali ia rutin mengecek kondisi kesehatannya. Lagi-lagi cuan yang didapat, dipakai untuk tes kesehatan ini.

"Kalau kesehatan per dua minggu sekali periksa, CM, vaksin dan antibiotik aja bisa habis Rp 2 juta. Kan kesehatan juga penting. Kalau tes HIV per tiga bulan, hasilnya negatif," katanya.

Hampir dipastikan, lanjutnya, profesi ini bakal menjadi kenangan buruk dalam hidupnya. Apalagi saat dia harus berurusan dengan pria nakal yang nekat mencuri kesempatan menipunya.

Ia sering menerima orderan fiktif. Paling parah, dua kali ia sempat dibohongi pelanggannya. Usai berkencan, mereka tak mau bayar.

"Kadang-kadang yang bekerja seperti ini ditipulah, pernah dapat orderan palsu. Terus kalau main ada juga yang gak mau bayar. Di sini udah pernah dapet dua kali. Udah main malah kabur. Kita minta tolong resepsionis pada di depan. Ponselnya ditahan, dua hari kemudian baru ditebus," paparnya.

Menurutnya, dalam hidup pasti ada kesempatan kedua. Oleh karena itu, ia juga tak jarang menyisihkan uang untuk ditabung. Niatnya, ke depan dia bisa segera terbebas dari kehidupan gelap seperti ini.

"Risiko kerja begini banyak. Tapi ya pengalaman saya hanya itu. Mulai sekarang udah nyisihin duit. Siapa tau bisa buat usaha lain," pungkasnya.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads