Sebuah studi dari jurnal Prosiding National Academy of Sciences yang diterbitkan Februari lalu menyebut jika tidur malam menjadi salah satu kunci keberhasilan mahasiswa.
Dilansir detikEdu, studi tersebut menganalisa tentang dampak durasi tidur malam pada mahasiswa saat awal semester pertama perkuliahan kepada nilai akhir semester (Indeks Prestasi Kumulatif/IPK) dengan menggunakan pelacak tidur Fitbit.
Hasilnya, para ahli menyimpulkan mahasiswa rata-rata tidur selama 6,5 jam semalam, tetapi ada hasil negatif yang terakumulasi jika mahasiswa tidur kurang dari enam jam setiap malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi sebelumnya telah menunjukkan, tidur yang berkualitas merupakan prediktor penting untuk kesehatan dan performa dalam pekerjaan. Remaja disarankan untuk tidur dari 8 hingga 10 jam setiap malam. Sayangnya, banyak mahasiswa tidur tidak teratur dan kurang.
David Creswell, profesor Psikologi dan Ilmu Saraf di Dietrich College of Humanities and Social Sciences, memimpin sebuah tim peneliti untuk mengevaluasi kaitan antara tidur dan IPK.
"Penelitian pada hewan telah menunjukkan betapa pentingnya tidur untuk pembelajaran dan ingatan. Di sini kami menunjukkan bagaimana karya ini diterjemahkan ke konteks manusia," kata Creswell, dikutip dari Science Daily.
Cresweell mengatakan semakin sedikit tidur malam yang didapat seorang mahasiswa tahun pertama pada awal semester perkuliahan, maka IPK yang didapat akan lebih rendah pada akhir semester, sekitar lima sampai sembilan minggu kemudian. Para ahli mendapati kurang tidur dapat merusak kemampuan siswa untuk belajar di kelas.
Studi ini mempelajari lebih dari 600 mahasiswa tahun pertama di lima jurusan di tiga universitas. Para peneliti menemukan siswa yang tidur kurang dari enam jam mengalami penurunan performa akademik yang nyata. Selain itu, setiap jam tidur yang hilang berkorelasi dengan penurunan IPK akhir semester sebesar 0,07.
"Begitu Anda mulai tidur di bawah enam jam, Anda mulai mengakumulasi hutang tidur yang sangat besar yang dapat mengganggu kesehatan dan kebiasaan belajar, (ini) berbahaya secara keseluruhan," kata Creswell.
"Yang paling mengejutkan bagi saya adalah bahwa apa pun yang kami lakukan untuk menghilangkan efeknya, efeknya tetap ada," tegasnya lagi.
Studi ini juga memperhitungkan performa akademik masa lalu, tidur siang, ras, jenis kelamin, dan status generasi pertama. Beberapa studi turut mengontrol total beban kredit akademik. Namun, tak satu pun dari faktor-faktor ini memengaruhi dampak keseluruhan dari tidur malam pada IPK.
"Kepercayaan populer di kalangan mahasiswa adalah belajar lebih banyak atau lebih banyak berpesta daripada tidur malam," kata Creswell.
"Pekerjaan kami di sini menunjukkan bahwa ada risiko nyata dalam mengurangi tidur malam dengan kemampuan untuk belajar dan berprestasi di perguruan tinggi," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di detikEdu. Baca selengkapnya di sini.