Konflik internal membuat Partai Demokrat digoyang. Ramai-ramai kader partai berlambang bintang mercy itu mengundurkan diri menjelang tahun politik. Tentu ini ancaman bagi partai untuk menatap Pemilu 2024.
Internal partai menyebut pengunduran diri secara massal itu merupakan seleksi alam. Tak hanya kader di tingkat bawah, sejumlah kader di tingkat elite partai. Sejumlah kader Demokrat yang memutuskan berpisah itu berstatus sebagian petinggi partai di dewan pengurus Provinsi Jabar. Salah satunya adalah Asep Wahyuwijaya, anggota DPRD Jabar 2 periode yang telah duduk sejak 2014.
Sebagai contoh, ratusan kader dari DPC, DPAC, Ranting hingga Anak Ranting Partai Demokrat di Purwakarta mengundurkan diri secara massal. Teranyar, Ketua DPC Demokrat Pangandaran Habibi juga memilih mundur karena salah satu alasannya merasa terlalu berat di ongkos politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asep Wahyuwijaya kabarnya bakal pindah partai dari Demokrat ke NasDem. Kabar ini pun turut dibenarkan Ketua NasDem Jabar Saan Mustofa. Menurutnya, Asep bergabung dengan NasDem dan diproyeksikan maju sebagai caleg DPR RI dari NasDem.
"Yang udah pasti di Kabupaten Bogor, itu ada namanya Asep Wahyuwijaya. Dia udah fiks terdaftar di NasDem untuk daftar menjadi caleg DPR Ri di dapil Jabar V," kata Saan saat dikonfirmasi detikJabar, Kamis (4/5/2023).
Kemudian, ada nama Dodi Setiawan, anggota DPRD Kota Bogor Fraksi Demokrat yang dipastikan sudah berlabuh ke NasDem. Saan menyebut, Dodi pada 2024 mendatang akan mencalonkan diri sebagai bacaleg DPRD Jabar dari dapil Kota Bogor.
"Ada Andi Rizal, dia nyaleg di Kabupaten Subang. Terus ada Iwan Setiawan, incumbent yang mau nyalon lagi di DPRD KBB," katanya.
NasDem menjadi partai yang menampung eks Demokrat. Namun, beberapa di antaranya juga dari Gerindra. "Tapi Demokrat yang paling banyak sementara ini. Nah kalau untuk Purwakarta, itu memang ada. Cuma belum pasti dia mau nyalonnya di mana," tuturnya.
Seleksi Alam
Demokrat Jabar membenarkan tak sedikit kadernya yang mengundurkan diri. Terutama di Purwakarta. Sekretaris DPD Partai Demokrat Jawa Barat M Handarujati Kalamullah pun merespons soal internal partainya yang tak baik-baik saja.
"Berkaitan dengan pengunduran beberapa kader, sepanjang pengetahuan DPD, kita juga sudah kroscek memang betul ada kader yang mengundurkan diri, yaitu bagian dinamika yang ada dari DPC Demokrat Purwakarta," kata Handarujati via sambungan telepon.
Kendati demikian, politikus yang akrab disapa Andru itu mengaku tak risau. Sebab, ada juga sejumlah kader yang kini ber-KTA Demokrat dari partai lain. Sementara itu, untuk kader yang keluar dikarenakan tidak lolos dalam proses pencalegan melalui Demokrat. Hingga akhirnya, dia memilih maju menggunakan partai lain.
"Kalau misalkan yang keluar tergantung proses, contoh mereka tidak melanjutkan proses pencalegan di kita. Kita hormati keputusan tersebut, tetapi bukan berarti pindahkan kader tersebut menjadi kekurangan buat kader potensial di Demokrat," tuturnya.
Disinggung terkait kader di DPC lain yang turut keluar dari Demokrat, dia menyebutnya sebagai dinamika dan sudah menjadi seleksi alam. "Seleksi alam, prinsipnya berkaitan hal ini bagian dinamika. Bahwa di Jawa Barat ini masih solid di 27 kabupaten kota dan juga sekarang proses finalisasi tahapan Bacaleg," ujarnya.
"Secara otomatis kalau kita lihat kita tidak bisa nahan kader, tapi selalu ada pilihan, kader silih berganti, dengan keluarnya beberapa kader kita boleh dicek di beberapa daerah pun ada anggota dewan anggota dewan masih menjabat, mengundurkan diri dan pindah ke Partai Demokrat," katanya menambahkan.
Fenomena mundur massal itu diakui Partai Demokrat tak menyurutkan semangat dan kesolidan internal. Demokrat memastikan tetap solid menghadapi tahun politik pada 2024.
Sementara itu, Asep Chandra selaku Ketua DPC Partai Demokrat Purwakarta angkat bicara, ia menegaskan jika sampai saat ini baru menerima surat pengunduran diri dan belum mengetahui alasan mereka mengundurkan diri, namun ia mengatakan jika keluar masuknya kader dalam organisasi hal yang biasa.
"Walaupun sampai detik ini saya baru menerima (surat pengunduran diri) belum tahu isi pengunduran dirinya yang jelas tadi saya sampaikan alasan apapun yang terpenting dalam urusan apapun DPC partai Demokrat akan menjaga silaturahmi, dalam hal ini, hal yang biasa dalam berorganisasi, dinamika berorganisasi hal yang biasa (kader Mundur)," ujar Asep ditemui di kantor DPC Partai Demokrat Purwakarta, Kamis (04/05/2023).
Asep menyatakan jika mereka para kader mengundurkan diri secara tiba-tiba, tidak ada informasi ataupun pembahasan sebelumnya terkait akan adanya para kader mundur massal. Ia juga menyebutkan jika sebelum adanya surat pengunduran diri ini, ia sudah mengakui adanya surat pengunduran diri dari Sekretaris Partai Demokrat Purwakarta namun yang bersangkutan mengajukan langsung ke Kantor DPD Partai Demokrat Jawa Barat.
"Sebelum surat pengunduran diri ini yang barusan saya terima, ada juga surat pengunduran diri yang di kirim ke DPD, mungkin bisa sampaikan Bu sekjen dan Firman terus ada juga satu lagi, kalau saya berpikir mau masuk atau mundur tidak usah repot datang aja ke sini (kantor DPC), jangan kan dia saya sebagai ketua DPC punya hak untuk mundur," ungkapnya.
Konflik dan Krisis Kepemimpinan
Sementara itu, akademisi Universitas Padjajaran (Unpad) Firman Manan mengungkap, meskipun lazim terjadi, kader yang pindah partai biasanya disebabkan beberapa masalah. Faktor terbesarnya, kata Firman, mulai dari konflik internal hingga krisis kepemimpinan.
"Sebetulnya menjelang pemilihan, kader pindah partai yang kita kenal dengan istilah kutu loncat itu biasa terjadi. Namun kecenderungannya memang diawali konflik internal atau bahkan krisis kepemimpinan figur di partai itu," kata Firman saat dihubungi detikJabar, Jumat (5/5/2023).
Soal konflik internal, Firman mengatakan masalah ini menerpa Partai Demokrat di beberapa daerah, tak hanya di Jabar. Namun berdasarkan catatannya, Demokrat Jabar pernah berpolemik pada Musda 2022.
Firman kemudian menangkap kekecewaan kader Demokrat yang tidak puas dengan hasil Musda tersebut. Apalagi menurutnya, ada campur tangan DPP yang akhirnya kini membuat kader-kader Demokrat memilih keluar dari partai berlogo mercy itu.
"Ini kan biasanya diawali dengan konflik internal, kalau masalah klasiknya faksionalisasi, ada kelompok yang tersingkirkan dalam pertarungan internal. Tetapi kemudian, tidak dilakukan pengelolaan konflik dengan baik, sehingga memicu perpecahan di internal," terangnya.
"Ekstremnya dari perpecahan itu, sebagian kadernya yang merasa tidak terakomodasi memilih untuk mundur. Sebetulnya bukan hanya di Jabar, tapi di Jabar muaranya karena pertarungan di Musda yang kemudian ada intervensi dari pusat dan itu menimbulkan kekecewaan dari para kadernya," ucapnya menambahkan.
Sementara dari sisi krisis kepemimpinan, Firman menilai Demokrat sudah melemah pamornya selepas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) purna dari tugas Presiden Indonesia. Sejak saat itu, Demokrat kata dia praktis tidak lagi punya figur sentral yang bisa mengendalikan kader secara keseluruhan.
"Ini kelihatannya yang terjadi di Partai Demokrat. Jadi soal leadership yang membuat bagaimana faksi-faksi itu pada akhirnya menimbulkan perpecahan karena tidak bisa terkelola dengan baik," urai Firman.
Terlepas dari semua itu, Firman menilai Demokrat dirugikan karena beberapa kader yang hengkang begitu potensial. Sementara partai yang menjadi tujuan kader Demokrat pindah, salah satunya NasDem tentu ikut diuntungkan karena mendapat insentif elektoral.
"Jadi harus berhati-hati, jangan sampai di 2024 juga menimbulkan kerugian suara Partai Demokrat semakin menurun. Ini menjadi salah satu pemicu kalau keluarnya sebagian kader Demokrat yang punya basis massa cukup besar," pungkasnya.