Memberi uang pecahan baru di hari lebaran sudah menjadi salah satu tradisi. Karena itu banyak bermunculan jasa penukaran uang di sejumlah titik di Kota Bandung.
Melihat hal itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengimbau agar masyarakat melakukan penukaran ke Bank Indonesia (BI) atau bank, bukan ke jasa penukaran asongan yang kerap ramai di bulan Ramadan.
"Jadi itu harus kembali pada prinsip fungsi uang. Fungsi uang itu sebagai alat tukar bukan komoditas yang harus diperjualbelikan," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Akyar via sambungan telepon, Senin (3/4/2023).
Rafani menegaskan, penukaran uang apalagi masyarakat harus membayar jasa dari penukaran uang tersebut, itu dilarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makannya MUI pernah mengeluarkan pernyataan beberapa tahun lalu sebetulnya tidak boleh tukar uang di jalanan, misal tukar 1.000 harus dibeli Rp 1.200," tegasnya.
Jika hal tersebut terjadi, Rafani menyebut itu sudah menyimpang. "Itu menyimpang dari fungsi utama uang, kalau pun mau menukar uang tukar ke instansi resmi yaitu di BI atau bank," ujarnya.
"Kalau tukar di BI hanya tukar saja, tidak ada memberikan kelebihan. Kalau di luar uang Rp 1.000 dihargai Rp 1.200, masalah utamanya penyalahgunaan fungsi uang, itu tidak boleh," tuturnya.
Rafani berharap pemerintah, BI dan penegak hukum bisa tegas dalam pengawasan jangan sampai praktik seperti ini terus menjamur dan merugikan masyarakat.
"Ini mestinya pihak BI ketat, pengawasan dari pihak pemerintah, pihak aparat kalau betul-betul ingin menegaskan aturan tingkatkan pengawasan sehingga tidak terjadi seperti itu. Bisa kalau dilakukan pengawasan," jelasnya.
Rafani kembali tegaskan, uang bukan komoditas tapi alat tukar. "Imbauannya masyarakat boleh saja menukarkan uang, tukar ke BI atau uang jangan menukar di luar yang praktiknya uang itu seperti bahan komoditas, tidak boleh ya," pungkasnya.
(wip/tey)