Organisasi PBB yang berfokus pada penanganan anak-anak di seluruh dunia, UNICEF, mewanti-wanti situasi darurat yang timbul akibat sulitnya mengakses air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai. UNICEF mencatat, sulitnya mengakses air terjadi di negara Afrika hingga Pakistan.
Dilansir detikNews, krisis air dilaporkan meruncing di 10 negara Afrika berdasarkan laporan UNICEF. Dalam studi yang dirangkai bersama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF menyatakan negara-negara Afrika Tengah dan Barat, yakni Benin, Burkina Faso, Kamerun, Chad, Pantai Gading, Guinea, Mali, Niger, Nigeria dan Somalia mengalami kesulitan akses untuk air bersih tersebut.
Baca juga: 5 Fakta Warga Bandung Di-tag Kim Kardashian |
Di kawasan yang banyak dilanda konflik bersenjata dan ketidakstabilan itu, kesehatan balita termasuk yang paling terdampak. Menyambut Hari Air Dunia pada Rabu (22/3), UNICEF ingin mendorong tercapainya Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SGD) dalam menjamin akses air bersih bagi semua penduduk Bumi pada 2030.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut PBB, saat ini sekitar dua miliar manusia, atau seperempat penduduk Bumi, masih kesulitan mengakses air bersih.
Bencana Berkepanjangan di Pakistan
Krisis air bersih dan sanitasi juga dialami 10 juta penduduk Pakistan, termasuk anak-anak, sebagai dampak bencana banjir pada 2022 silam. Hingga kini, warga di wilayah yang terdampak belum mendapat suplai air minum yang memadai.
Adapun kampanye donasi untuk Pakistan sejauh ini baru berhasil mengumpulkan USD 175 juta, atau kurang dari separuh dana yang dibutuhkan. Dengan perekonomian di ambang kebangkrutan, Pakistan kewalahan membiayai pemulihan di wilayah bencana.
Bahkan sebelum terjadinya banjir yang menewaskan 1.739 orang, itu pun hanya 36 persen suplai air di Pakistan yang tergolong bebas pencemaran dan aman dikonsumsi.
"Air bersih bukan kemewahan, melainkan hak asasi manusia," kata Abdullah Fadil dari UNICEF Pakistan.
Menurut PBB, lebih dari 1,5 juta anak-anak di wilayah terdampak banjir di Pakistan mengalami malnutrisi akut. Angka tersebut dipastikan meningkat seiring langkanya air bersih dan fasilitas sanitasi.
"Setiap hari, jutaan anak-anak perempuan dan laki-laki di Pakistan tidak berdaya melawan penyakit menular dan malnutrisi,"tutur Abdullah Fadil.
"Kita tetap harus mengarahkan donasi untuk membantu menyediakan air minum bersih, membangun toilet dan menjamin layanan sanitasi vital bagi keluarga dan anak-anak."
Merebaknya Konflik Air
PBB melaporkan, separuh penduduk Bumi mengalami kelangkaan air sepanjang tahun lalu. Sebabnya, potensi konflik antarnegara berpotensi meningkat, seiring giatnya pemanfaatan sumber air untuk keperluan industri.
Fenomena ini bisa disimak pada pembangunan bendungan di Sungai Nil, Indus, Mekong, Herat, Eufrat dan Tigris, serta Sungai Parana yang membelah Brasil dan Paraguay. Di Irak, Iran dan Mesir, keberadaan bendungan dikeluhkan menyurutkan tinggi air dan memperparah kekeringan.
Hal ini akan turut dibahas dalam KTT Air PBB pada pekan ini di New York AS. Pertemuan itu akan mengagendakan akses air bersih di seluruh dunia dan tergolong langka dalam agenda PBB.
"Untuk pertama kalinya dalam 46 tahun, dunia berkumpul bersama untuk membahas masalah air," kata Henk Ovink, utusan khusus Belanda untuk masalah air. "Kesempatan ini datang hanya sekali dalam satu generasi," imbuhnya.
"KTT Air harus menghasilkan Agenda Aksi Air yang berani dan komitmen yang sangat dibutuhkan oleh dunia," timpal Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres.
Artikel ini sudah tayang di detikNews, baca selengkapnya di sini.
(ral/mso)