Ratusan orang dalam balutan pakaian adat Bali hilir mudik di dalam Pura Agung Wira Loka Natha, Kota Cimahi. Mereka hendak melangsungkan Puncak Tawur Agung Kesanga jelang hari raya Nyepi yang jatuh pada Rabu (22/3/2023).
Kemeriahan dan ramainya umat yang datang ke pura tertua di Jawa Barat itu hadir kembali usai pandemi COVID-19 yang sempat membuat ritual dan peribadatan di Pura Wira Loka Natha digelar sesederhana mungkin.
Sebelum menggelar Puncak Tawur Agung Kesanga, sebelumnya umat terlebih dulu melaksanakan ritual Melasti di lingkungan Pura Agung Wira Loka Natha. Biasanya ritual Melasti digelar di salah satu puncak gunung di lingkungan Kampung Adat Cireundeu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ritual Melasti bertujuan untuk membersihkan segala sesuatu yang dimiliki terutama benda-benda yang disakralkan. Benda-benda tersebut dibawa dan dibersihkan di laut, danau, atau sumber mata air.
"Hari ini kami menggelar Puncak Tawur Agung Kesanga. Tapi hari Minggu kemarin kami melaksanakan dulu Melasti di lingkungan pura. Kan tujuannya membersihkan jagat, termasuk diri kita sendiri," ujar Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Cimahi I Nyoman Sukadana saat ditemui di Pura Agung Wira Loka Natha, Selasa (21/3/2023).
Banyak prosesi yang digelar selama Puncak Tawur Agung Kesanga atau Pangrupukan sebagaiupacara yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala. Pangrupukan juga disebut sebagai upacara korban (mecaru) yang berfungsi menjaga keseimbangan alam semesta maupun diri manusia dari gangguan Bhuta Kala dengan menyediakan sesajen.
"Sekarang ini Tawur Kesanga bisa dimaknai upacara untuk Bhuta Kala. Bagaimana kita bersinergi dengan alam. Jadi kita selama setahun ini menikmati apa yang alam berikan tapi bagaimana kita memurnikan lagi apa yang telah alam berikan pada kita," kata Nyoman Sukadana.
Puncak Tawur Agung Kesanga dimulai pukul 18.30 WIB kemudian dilanjutkan dengan ritual Upakara atau semacam kegiatan spiritual yang dilakukan umat di area Pura Agung Wira Loka Natha.
Setelah itu mulai pukul 00.00 WIB hari Rabu sampai Kamis pukul 00.00 WIB,umat Hindu melakukan empat kewajiban . Di antaranya AmatiGeni yang dilakukan dengan mematikan api di dapur, lampu, rokok, dan sebagainya. Namun pada hakikatnya, Amati Geni ditujukan pada disiplin hidup yaitu mematikan api hawa nafsu dan api amarah.
Kemudian Amati Karya yang memiliki arti kerja. Dengan kata lain, amati karya bermakna tidak melakukan pekerjaan maupun kegiatan fisik, tidak bersetubuh, dan hanya fokus pada penyucian rohani.
Lalu Amati Lelunganyang berarti pergi. Artinya amati lelungan tidak bepergian kemana-mana. Amati lelungan pada hakikatnya dimaksudkan untuk tidak membuang-buang waktu dan biaya pada perjalanan yang kurang berguna.
Terakhir ada Amati Lelanguan yang berarti hiburan atau rekreasi. Amati lelanguan bermakna tidak mengadakan acara hiburan atau kegiatan bersenang-senang yang berlebihan, termasuk tidak makan dan tidak minum.
"Jadi lakukan semuanya di rumah masing-masing saja. Jalankan Catur Brata Penyepian," kata Nyoman Sukadana.
Ia bersyukur Puncak Tawur Agung Kesanga bisa dilakukan dengan ramai dan tanpa ada batasan umat yang bisa hadir. Sebab beberapa tahun sebelumnya, pandemi COVID-19 membuat ritual itu dilakukan hanya oleh segelintir umat.
"Bedanya tahun-tahun lalu karena COVID-19 sehingga aktivitas kami di pura itu terbatas. Kali ini kami juga mensyukuri situasi yang sudah normal, umat Hindu berbondong-bondong ke pura, tidak ada pembatasan. Tapi tetap kami berikan imbauan kesehatan," kata Nyoman Sukadana.
(dir/dir)