Sentilan Budayawan Sunda soal Polemik Kata Maneh

Sentilan Budayawan Sunda soal Polemik Kata Maneh

Bima Bagaskara - detikJabar
Jumat, 17 Mar 2023 14:20 WIB
Budyawan Sunda Hawe Setiawan.
Budayawan Sunda Hawe Setiawan. (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar)
Bandung -

Muhammad Sabil dipecat dari sekolah tempatnya bekerja gegara kata 'maneh'. Guru SMK di Cirebon ini sebelumnya menulis kata maneh pada kolom komentar di salah satu unggahan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Setelahnya, komentar Sabil diberi pin Ridwan Kamil dan akibatnya mendapat banyak hujatan dari netizen. Sebab kata maneh dianggap kasar dan Sabil tak sopan menuliskan kata itu kepada orang nomor satu di Jawa Barat tersebut.

Bukan cuma itu, Ridwan Kamil diketahui juga sempat dikabarkan mengirim pesan langsung melalui direct message (DM) Instagram ke akun sekolah di tempat Sabil bekerja. Ujungnya pihak sekolah mengeluarkan surat pemberhentian kepada Sabil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akademisi Universitas Pasundan yang juga Budayawan Sunda Hawe Setiawan menduga pesan yang dikirim Ridwan Kamil kepada sekolah sebagai bentuk intervensi dan membuat Sabil akhirnya diberhentikan sebagai pengajar.

"Saya curiga, kalau melihat klarifikasi Gubernur ada beberapa poin, pernah menghubungi pihak yayasan (sekolah), apakah ini bisa diartikan sebagai intervensi gubernur. Di tingkat yayasan kan bisa diterjemahkan macam-macam," kata Hawe saat diwawancarai detikJabar, Jumat (17/3/2023).

ADVERTISEMENT

"Harusnya kapasitas beliau (Ridwan Kamil) memikirkan konsekuensi yang mungkin timbul ketika ada intervensi seperti itu," tegasnya.

Hawe menuturkan, di era sekarang lumrah jika menemukan kalimat bermacam-macam di media sosial. Apalagi, ada konteks politik dalam unggahan Ridwan Kamil yang dikomentari Sabil dengan kata maneh. Dia menganggap, kata maneh tersebut merupakan bentuk kritik dari Sabil.

"Menurut saya di zaman medsos sekarang hal lumrah orang ngomong macam-macam, apalagi ada konteks politik dimana Gubernur memakai jas kuning. Kemudian ada guru dari Cirebon yang menuliskan komentar memakai kata maneh, mungkin dalam konteks kritik ya maneh itu," ungkapnya.

Kata Maneh Dianggap Kasar?

Hawe kemudian memaparkan maksud kata maneh yang banyak dianggap kasar oleh sebagian orang. Menurutnya, bahasa tidak bisa diterjemahkan dan diatur oleh satu pihak tertentu.

"Bahasa itu akan berkembang oleh masyarakat, tidak bisa diatur satu kekuatan atau pihak tertentu. Kata aing kan kasar, tapi bisa populer dan tanpa harus dirasakan kasar juga. Juga tergantung wilayah mana Sundanya," paparnya.

"Di Priangan memang dianggap kasar, tapi di luar ortodoks Priangan, seperti Kuningan, Cirebon, Subang, Banten beda dialeknya," sambung Hawe.

Menurut undak-usuk Bahasa Sunda, Hawe menjelaskan jika pembagian Bahasa Sunda diadopsi dari kebudayaan Jawa zaman dulu. Sebab kata dia, Priangan sempat terpengaruh oleh Kerajaan Mataram dan membuat banyak elit Sunda dulu mengadopsi penggunaan kata yang lebih halus.

"Perbedaan Sunda lemes, sedang, dan kasar itu hasil adopsi kebudayaan Jawa. Dulu nggak kenal itu, Bahasa Sunda egaliter aja, makanya di Banten nggak ada pengelompokan, sama aja. Karena pernah menerima pengaruh Mataram yang lama lebih dari 100 tahun, pola kromonisasi Bahasa Jawa ditiru oleh elit Priangan (Sunda)," ujar Hawe.

Dengan begitu, Hawe menegaskan jika sikap Ridwan Kamil berlebihan menanggapi kata maneh yang ditulis oleh Sabil. Begitupun dengan respon sekolah yang melakukan pemecatan.

"Baik sikap RK (Ridwan Kamil) maupun yayasan sekolah itu dua-duanya tidak proporsional, agak berlebihan, guru yang bersangkutan jadi kehilangan pekerjaan, nggak harus terjadi, sayang banget," pungkasnya.

(bba/orb)


Hide Ads