Sebuah papan nama perusahaan berukuran besar terpampang, bertuliskan PT Wilton Wahana Indonesia. Pada bagian bawahnya tertulis PT Liektucha Ciemas di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Perusahaan ini yang kemudian membuat warga kesulitan mendapatkan izin, karena lahan milik mereka berada di area IUP milik PT Wilton.
Menurut penuturan warga, PT Liektucha adalah induk dari PT Wilton, berbeda dengan kondisi saat ini. PT Liektucha dianggap lebih pro kepada masyarakat setempat yang berprofesi sebagai penambang. Termasuk mengajari masyarakat bagaimana cara menambang tradisional.
"Kami sejak zaman nenek moyang mempertahankan aset kekayaan hasil bumi, tidak hanya rempah-rempah tapi juga kekayaan sumber daya yang ada salah satunya emas. Dulu pernah ada Belanda masuk, melakukan penelitian, nenek moyang kami di sini yang berdiri mempertahankan," kata Taopik Guntur salah seorang penambang, kepada detikJabar, Rabu (8/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai kemudian sebuah perusahaan tambang masuk, mereka mengantongi izin untuk melakukan eksploitasi emas di wilayah tersebut. Masyarakat tidak keberatan saat itu, bahkan memberikan dukungan sebagai timbal balik yang diberikan perusahaan itu yang mengajari warga bagaimana cara menambang.
"Masyarakat mengapresiasi dengan kehadiran Liektucha, apa yang dilakukan Ibu Liek (pemilik Liektucha) banyak melahirkan masyarakat di sini, hingga punya keahlian. Masyarakat dididik oleh Liektucha sampai mereka bisa melakukan pengeboran, sampai tenaga bor itu yang ahli pengeboran bisa dipanggil ke luar negeri, ilmunya yang di dapat dari Liektucha," ujar Taopik.
"Kenapa sih PT Wilton ini tidak melakukan apa yang pernah dilakukan Liektucha dulu, itu pertanyaanya. Liektucha saja dulu sebagai pendahulunya mampu untuk meraih masyarakat bahkan memberikan ilmu pengetahuan yang hari ini bermanfaat untuk masyarakat di sana," tambah Taopik.
Dulu sebut Taopik, masyarakat mencari emas dengan cara mendeplang atau mendulang emas di sungai-sungai. Cara itu kemudian ditinggalkan, hingga akhirnya masyarakat diajari cara menggali emas dengan cara tradisional.
"Kalau di plang itu sudah dari turun temurun, kalau untuk galian itu awalnya dari Liektucha bahkan dulu sebelum manejemennya beralih ke Wilton itu saking baiknya Liektucha area tambang IUP milik Liektucha ini sempat di kontrakan juga dengan masyarakat atau dibangun kerja sama penghasilan dengan masyarakat," beber Taopik.
Taopik menyebut pola kerjasama yang dimaksud adalah hasil dari pertambangan rakyat itu ditampung oleh Liektucha.
"Hasilnya itu di tampung oleh Liektucha, dengan pola kerjasama, itu dilakukan oleh Liektucha dan kebetulan saat itu Kepala Teknis Tambang (KTT) nya masih Cahyaman, masih Ir Caca Cahyaman. Kenapa sih pola itu hari ini tidak bisa dilakukan, itu tanda tanya besar," tutur Taopik.
Taopik kembali mengungkap perjuangannya menghadirkan PT Wilton yang tidak lepas dari dukungan warga saat itu termasuk dirinya.
"Harapan saat ini sesuai dengan komitmen awal ketika Wilton hadir di sana kebetulan saya sendiri sebagai pelaku yang membawa Wilton, yang memotori pergerakan pada waktu 2008 sehingga perusahaan itu mendapatkan restu dari masyarakat, mendapatkan rekomendasi atas kehadirannya di Kecamatan Ciemas," tegas Taopik.
Dia berharap Wilton mau menjadi bapak asuh bagi para penambang, karena menurutnya hal itu tidak pernah dilakukan perusahaan tersebut.
"Ada satu komitmen bahwa wilton siap menjadi bapak asuh l, kenapa sih konsep jadi bapak asuh tidak dilakukan, ajak masyarakat penambang oleh Wilton untuk duduk bersama, untuk membangun sebuah komunikasi yang baik dengan masyarakat. Bagaimana solusi baiknya penambang ini supaya betul betul mengarahkan dibina bukan dibinasakan, karena bagaimanapun juga mereka punya hak, diantara hak mereka itu adalah status hak tanah yang hari ini belum terselesaikan oleh perusahaan," pungkasnya.
Persoalan bapak asuh sebelumnya sudah dijawab, Kepala Teknis Tambang (KTT) PT Wilton Caca Cahyaman. Ia mengungkap soal bapak asuh sudah pernah dilaksanakan pihak mereka di tahun-tahun awal perusahaannya mulai beraktivitas. Namun muncul sejumlah persoalan yang membuat perusahaan dan warga penambang tidak sejalan.
"Yang pertama sudah saya sampaikan bahwa soal bapak asuh sudah pernah kita laksanakan, tahun awal. Hanya untuk melanjutkan hal itu pun tindakan-tindakan ilegal mining itu harus mengikuti aturan pertambangan. Dimana akhirnya kita harus bertanggung jawab, dampaknya perusahaan bukan mereka, sementara mereka diberikan arahan pun, tetap kita kan tidak bisa yakin mereka melaksanakan ini," kata Caca, Kamis (2/3/2023).
Caca juga menyebut, ketika PT Wilton menjadi bapak asuh, para penambang tidak mau terang-terangan soal area mereka menambang. Hal ini yang kemudian membuat pihak perusahaan kesulitan mengendalikan aktivitas para penambang tersebut.
"Sekecil-kecilnya mereka, mereka itu tidak hanya menjarah ke lahan mereka, di saat bisa lihat kehutanan dan perkebunan cek sendiri, itu yang saya bilang bagaimana kita bisa mengendalikan sedangkan kita sebagai bapak asuh. Mereka tidak terang terangan dari sini, lubangnya berapa, beloknya kemana kita tidak tahu," ujarnya.
(sya/mso)