Profil KH Ma'mun Nawawi Calon Pahlawan Nasional Asal Bekasi

Profil KH Ma'mun Nawawi Calon Pahlawan Nasional Asal Bekasi

Rifat Alhamidi - detikJabar
Selasa, 07 Feb 2023 14:59 WIB
KH Mamun Nawawi
KH Ma'mun Nawawi (Foto: Istimewa/dok nu.or.id)
Bandung -

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengusulkan lima nama sebagai calon pahlawan nasional. Dari kelima tokoh tersebut, salah satu yang diusulkan adalah KH Ma'mun Nawawi (sebelumnya ditulis KH Makmun Nawawi), seorang ulama asal Kabupaten Bekasi, Jabar.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jabar Dodo Suhendar mengatakan, usulan KH Ma'mun akan dibahas bersama empat tokoh lain yang bakal diajukan sebagai calon pahlawan nasional. Rencananya, Rabu hingga Sabtu depan usulan tersebut akan dibahas oleh Tim Pengkaji dan Peneliti Gelar Daerah (TP2GD) Jawa Barat.

"Besok sampai Sabtu usulannya akan dikaji oleh TP2GD. Mudah-mudahan tidak menemui kendala," kata Dodo saat dihubungi detikJabar via pesan singkat WhatsApp, Selasa (7/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profil KH Ma'mun Nawawi

Dikutip dari laman nu.or.id, sosok calon pahlawan ini bernama lengkap KH Raden Ma'mun Nawawi. Ia lahir pada Kamis bulan Jumadil Akhir 1330 Hijriah atau pada 1912 Masehi dari pasangan KH Raden Anwar dan Ny Hj Romlah.

KH Ma'mun merupakan keturunan ke-12 Sunan Gunung Djati atau keturunan ke-11 dari raja pertama Kesultanan Banten, Sultan Maulanan Hasanuddin. KH Ma'mun pun memiliki nasab langsung kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan keturunan ke-24 Rasulullah.

ADVERTISEMENT

Semasa hidupnya, KH Ma'mun menetap di Kampung Cibogo, Bekasi. Kemudian dia lebih dikenal dengan sebutan Mama Cibogo. Guru pertamanya adalah sang ayah, Kiai Raden Anwar.

Menariknya, Mama Cibogo saat masih berusia 8 tahun tidak digembleng untuk terus memperdalam ilmu agama. Oleh Sang Ayah, Mama Cibogo disekolahkan di Sekolah Rakyat (SR) yang saat itu dikelola Pemerintah Hindia Belanda.

Belajar di SR rupanya membuat Mama Cibogo ditetapkan sebagai lulusan terbaik. Ia menguasai ilmu umum disamping ilmu agama yang didalaminya.

Menginjak usia 15 tahun, Mama Cibogo lalu mondok di Pesantren Plered, Purwakarta, pimpinan KH Tubagus Ahmad Bakri As-Sampuri atau Mama Sempur. Melalui tangan dingin Mama Sempur inilah, keilmuan Mama Cibogo tentang agama makin diasah.

Setelah berguru kepada Mama Sempur, Mama Cibogo lalu melanjutkan studinya ke Mekkah. Di Tanah Suci, Mama Cibogo banyak berguru ke sejumlah ulama seperti Sayyid Alwi Al-Maliki dan Syekh Mukhtar bin Atharid Al-Bughuri Al-Batawi Al-Jawi Al-Makki.

Pulang ke Tanah Air, Mama Cibogo memutuskan untuk mondok ke beberapa pesantren di Jawa. Tujuannya waktu itu ingin bisa belajar langsung ke KH Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Setelah mondok di sana, keilmuan Mama Cibogo diakui langsung oleh KH Hasyim Asy'ari. Dari sini lah kemudian, keilmuan Mama Cibogo akan diakui sebagai ulama ahli falak dan ahli tafsir.

Dari Tebuireng, Mama Cibogo melanjutkan studinya ke Pesantren Jampes dan Lirboyo, Jawa Tengah; serta Pesantren Termas, Jawa Timur. Mama Cibogo lalu menekuni ilmu falak ke wilayah Jembatan Lima dan dibimbing langsung oleh Guru Mansur.

Karena kecerdasannya, Guru Mansur mengangkat Mama Cibogo satu level dari teman-teman sebayanya. Dari situ kemudian, Mama Cibogo berguru ke ulama Betawi seperti Habib Usman dan Habib Ali Kwitang. Ia kemudian menikahi putri Mama Sempur

Awalnya, Mama Cibogo sempat mendirikan sebuah pesantren di Pandeglang, Banten. Namun, Mama Cibogo diminta kembali lagi ke kampung halamannya untuk mendirikan pondok bernama Pesantren Al Baqiyatus Sholihat pada 1938. Di pesantren inilah kemudian Mama Cibogo mengembleng para Laskar Hizbullah pada Februari 1945 untuk membantu kemerdekaan Indonesia.

Selain pemuka agama Mama Cibogo juga berprofesi sebagai wirausahawan. Ketika ingin mendirikan pesantren, ia banyak menulis, memproduksi, dan menjual berbagai kitab. Sebanyak 63 kitab telah ditulis Mama Cibogo dengan aksara arab berbahasa Sunda.

Beberapa hasil karya tulisannya adalah Hikayat al-Mutaqaddimin, Kasyf al-Humum wal Ghumum, Majmu'at Da'wat, Risalah Zakat, Syair Qiyamat, dan Risalah Syurb ad-Dukhan. Sejak berakhirnya perang kemerdekaan, Mama Cibogo lalu kembali fokus membangun pesantrennya.

Dari semua pelajaran ilmu agama yang sudah didalami, Ilmu Falak adalah ciri khasnya. Kevalidan data dalam memprediksi sesuatu sudah diakui oleh ulama-ulama lain. Pesantrennya itu hingga kini dikenal dengan Pesantren Falak. Bahkan, Pesantren Al-Baqiyyatus Sholihat Cibogo dikenal dengan pelopor almanak atau kalender yang kemudian disebarkan di daerah Bogor, Bekasi, Banten dan Jakarta.

Mama Cibogo kemudian wafat pada usia 63 tahun, pada 26 Muharram 1395 atau 7 Februari 1975. Jenazahnya disalatkan langsung oleh KH Noer Ali Bekasi. Kini, di Bekasi dikenal memiliki dua patok. Di sebelah utara ada KH Noer Ali dan selatan ada Mama Cibogo.

(ral/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads