Jejak sejarah penjajahan Belanda di Pangandaran terbukti kuat dengan adanya bangunan tua jalur kereta api (KA) Banjar-Cijulang. Data yang tercatat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran, ada sebanyak 22 infrastruktur tua bekas jalur perkeretaapian yang tersebar di wilayah Padaherang, Kalipucang, Pangandaran hingga Cijulang.
Adapun jenis bangunan tua bekas perkeretaapian tersebut diantaranya, jembatan kereta api, rel kereta, terowongan jalur kereta, stasiun kereta dan rumah dinas pegawai kereta api. Infrastruktur yang masih berdiri kokoh dan memiliki nilai historis dengan sejarah adanya KA Banjar-Pangandaran-Cijulang yaitu jembatan Cikacepit, terowongan Wilhelmina dan terowongan Hendrik.
Ketiga infrastruktur itu dibangun pada tahun 1903-1916 oleh para ahli teknik sipil Belanda. Tak ada keterangan berapa ratus atau ribu pekerja yang membangun jembatan Cikacepit. Jembatan kereta api terpanjang di Indonesia ini memiliki panjang 310 meter yang melewati dua bukit. Terletak sekitar 50 meter dari mulut Terowongan Hendrik bagian utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian tak jauh dari jembatan Cikacepit ada terowongan Hendrik atau Cikacepit. Terowongan ini berorientasi Utara - Selatan, dengan tinggi 5 meter dan lebar 4 meter dan panjang 106 m meter.
Setelah jembatan Cikacepit terdapat pula terowongan Wilhelmina. Terowongan kereta api terpanjang di Indonesia yang memiliki panjang 1.116 meter dengan lantai berupa tanah yang sudah mengeras padat di atasnya bertaburan batu koral.
Budayawan Pangandaran Erik Krisna Yudha mengatakan setiap pembangunan akses transportasi pasti memiliki tujuan tersendiri. Menurutnya selain mempermudah, tentunya mempercepat akses jalan.
"Begitupun dengan pembangunan KA Banjar-Cijulang yang memiliki tujuan dalam mempermudah membawa rempah-rempah yang ada di wilayah Priangan Timur, salah satunya Pangandaran," kata Erik belum lama ini.
Menurutnya terowongan Wilhelmina dibangun saat Ratu Wilhelmina berkuasa di Belanda saat itu. "Makannya nama terowongan kebanggan Belanda itu diberikan nama Wilhelmina," ucapnya.
Erik mengatakan akses jalur KA Banjar-Cijulang memang sengaja dibuat saat itu untuk mempermudah bangsa Belanda menjalankan bisnisnya di Indonesia.
"Dari Pangandaran mereka mengambil hasil bumi dan pertanian," ucapnya.
Selain itu, kata Erik, ada satu niat terselubung kolonial Belanda saat membangun jalur KA Banjar hingga Cijulang.
"Saat itu pembangunan jalur kereta Api hanya terhenti hingga wilayah Cijulang karena ada satu tokoh di Cijulang yang mengetahui niat liciknya," ucap Erik.
Ia mengatakan jika Belanda berhasil memanjangkan jalur kereta api hingga Cimerak maka jalur kereta akan tersambung ke wilayah Tasikmalaya.
"Karena di wilayah Cijulang dan Cimerak memiliki potensi pertambangan yang besar yaitu pertambangan emas dan hasil tambang lainnya," ucap Erik.
Ciri-ciri jika di wilayah Pangandaran mempunyai potensi pertambangan
Erik mengatakan hasil analisa dan penelitian potensi pertambangan ada di wilayah Kecamatan Cimerak. Ia mengatakan bukan hanya emas saja tapi jenis batuan tambang lainya sangat berpotensi.
"Ada wilayah desa yang kaya akan alam tambanya diantaranya Desa Kertaharja dan Masawah. Hanya sampai saat ini kita belum bisa mengoptimalkan pertambangan itu," ucapnya.
Kendati demikian, kata Erik, dengan adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Pangandaran minimal bisa memprediksi jika wilayah tersebut betul-betul harus dilindungi. Makannya, kata dia, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Pangandaran pusat industri akan dibangun di Cimerak, agar tidak ada aktivitas pertambangan.
Tetapi Erik percaya, nanti suatu saat jika ada investor, kemampuan pemerintah daerah sudah mumpuni, baru bisa di explore.
Terkait kondisi alam jika adanya pertambangan, menurut Erik, setiap kegiatan ada efek positif dan negatifnya.
"Namun dalam hal ini, harus liat sisi manfaatnya, da ayeuna sadaya kekayaan alam upami henteu dimanfaatkeun ya percuma juga. Yang terpenting ada reklamasi," kata Erik.
Ia mengatakan reklamasi setelahnya sangat penting jangan sampai setelah digali hanya dibiarkan nanti lubangnya bisa berbahaya dan berpotensi terjadi longsoran yang merusak.
"Kalau tidak ada penutupan bekas tambang bisa jadi pergeseran tanah," ucapnya.
Lebih lanjut kata Erik, untuk melihat suatu wilayah atau kawasan tanah memiliki potensi pertambangan bisa dilihat dari tumbuhan paku andam.
"Kolot baheula mah kan percaya, lamun di leuweung atau hutan tumbuh paku andam, maka dibawahnya potensi pertambangan, salah satunya emas," ucapnya.
Menurutnya paku andam sama dengan pakis yang biasa orang Sunda di oseng menjadi bahan makanan.
"Lamun loba paku andam di bawah tanahnya aya bahan tambangan. Tidak usah dalam hanya 7 meter penggalian pasti sudah ada ditemukan," ucapnya.
Erik mengatakan jika dilihat tanah bawah tumbuhan paku andam daerah Langkaplancar, Sidamulih kalo ada paku antam kemudian gali, rata-rata tanahnya itu jika airnya terkena sendal bakalan berwarna kuning. Ia percaya jika unsur itulah yang mengandung bahan tambang.
"Tapi sampai saat ini belum ada yang melirik ataupun mencoba meneliti, karena mungkin belum ada yang memulai," pungkasnya.
(tey/tey)