Jalanan Kota Bandung kini mayoritas mulus, pengendara bisa melaju nyaman walau terkadang masih ada lubang dan banjir cileuncang yang bikin perjalanan makin menantang di tahun 2022.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, pada 2018 sepanjang 1.172,78 jalan di Kota Bandung telah dilapisi dengan hotmix atau beton. Jalan itu terbagi ke dalam kategori baik jalan milik kota, provinsi maupun jalan milik negara.
Berkaitan dengan itu, tahukah detikers dimana jalan yang diaspal pertama kali di Kota Bandung ?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaan itu bisa kita jawab dengan menarik mundur satu abad ke belakang, tepatnya pada awal tahun 1900-an. Saat itu jalanan di Kota Bandung masih berupa tanah, meskipun rencana pemindahan ibu kota Kolonial dari Batavia tengah digencarkan.
Sejarawan Haryoto Kunto dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (Granesia:1984) menulis, orang-orang di Bandung ketika itu pernah mencoba melapisi permukaan jalan dengan susunan batu alam seukuran batu bata.
Pelapisan itu dilakukan di Jalan Aceh, tepatnya di depan lahan Kolongdam saat ini. Dulu lokasi itu digunakan sebagai tempat 'Pameran Tahunan' atau Jaarbeurs yang sangat ramai dikunjungi oleh meneer dan noni-noni Belanda di Bandung.
![]() |
Sedikit soal Jaarbeurs, aneka tenan kerajinan hingga makanan didekorasi semenarik mungkin untuk menyedot pengunjung. Acara yang digagas komunitas wisata Bandoeng Vooruit itu juga sukses mendatangkan turis-turis dari Eropa.
Perubahan Besar-besaran Bandung
Transformasi jalan yang semula tanah menjadi aspal, pertama kali dilakukan pada tahun 1900. Ketika itu Kota Bandung yang dipimpin Asisten Residen Priangan Pieter Sijthoff dan Bupati R.A.A. Martanegara yang menjadi 'mandor besar' pembenahan besar-besaran di kota yang dijuluki Paris van Java ini.
Ada dua penggal jalan umum yang pertama kali diaspal di Kota Bandung. Dua penggal jalan itu adalah Jalan Gereja (Jalan Merdeka) dan Jalan Braga. Seperti diketahui, keramaian di Jalan Braga salah satunya memantik julukan Bandung Paris van Java.
Kendati demikian, Haryoto Kunto dalam bukunya tidak menjelaskan apakah apakah pengaspalan sepenggal jalan ini dimulai dari Gereja Katedral Santo Petrus (depan Polrestabes Bandung di Jalan Merdeka) hingga ke Jalan Braga atau tidak.
Kemudian, penggal jalan yang kedua adalah Jalan Stasiun Timur sampai ke rumah Residen atau Gedung Pakuan yang jadi rumah dinas Gubernur Jabar sekarang. Seperti diketahui tempo dulu, Gedung Pakuan atau kini populer disebut 'gubernuran' merupakan tempat kediaman Residen Priangan.
Sejak zaman Kolonial Belanda, tempat tersebut sering didatangi oleh tokoh-tokoh penting dari luar negeri seperti Sri Ratu Belanda Juliana, Charles Chaplin, Presiden Yugoslavia Josep Broz Tito dan lain sebagainya.
![]() |
Saat ini, Jalan Stasiun Timur tak bisa lagi dilewati kendaraan umum, karena telah difungsikan menjadi area parkir khusus menuju pintu selatan Stasiun KAI. Selain itu Jalan Otista yang dulu menghubungkan Gedung Pakuan langsung dengan wilayah Pasar Baru Trade Center saat ini terpotong oleh rel kereta api.
"Ya, cuma segitu jalan aspal di Bandung waktu itu" tulis Haryoto seperti dilihat dalam buku yang sama, halaman 162.
Belum diketahui bagaimana ruas-ruas jalan umum lainnya Bandung diaspal ketika itu, namun yang pasti tahun 1906 kemudian Pemerintah Kolonial Belanda menetapkan Bandung sebagai Gemeente atau wilayah kota. Perbaikan infrastruktur juga ketika itu, didorong pula dengan pembangunannya.
Pada tahun 1906, jalur pintas rel Kereta Api Batavia-Bandung lewat Cikampek telah dibangun. Jalur ini melengkapi jalur rel kereta api dari Batavia lewat Bogor-Cianjur-Bandung yang telah rampung pada 1884.
(yum/yum)