Lembaga survei Indonesian Politics Reasearch and Consuling (IPRC) merilis bursa Pilwakot Bandung 2024. Wali Kota Bandung Yana Mulyana masih yang tertinggi dalam survei tersebut.
Yana Mulyana bertengger di urutan pertama dengan tingkat elektabilitas 28,5 persen, Atalia Praratya 25,6 persen, Nurul Arifin, Raffi Ahmad 3,8 persen, dan M Farhan 3,5 persen. Jarak Yana dengan Atalia hanya berbeda 2,9 persenan. Hal ini menjadi sinyal bahwa Yana harus waspada dengan figur lainnya.
Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Karim Suryadi menilai hanya bermodal incumbent atau petahana tak cukup bagi Yana untuk bisa menang di Pilwalkot Bandung 2024. Terlebih lagi, menurutnya Yana tak mampu mengerek elektabilitasnya selama memimpin Kota Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang tinggi, tapi dibandingkan dengan beberapa pendatang baru yang tinggi pula apa artinya. Kan seharusnya sebagai incumbent, popularitasnya berkali-kali lipat. Ini artinya incumbent tidak menjadi kartu truf yang mematikan," kata Karim saat berbincang dengan detikJabar, Selasa (13/12/2022).
Karim mengatakan status incumbent tak menjadikan Yana unggul. Sebab, menurutnya Yana tak memaksimalkan statusnya sebagai incumbent. Hal ini membuat Yana tak memiliki peluang lebih besar dibandingkan figur lain.
"Pilwakot ke depan akan menjadi pertarungan yang terbuka, baik incumbent maupun penantangnya. Karena, signifikansi incumbent tidak begitu terlihat," ucap Karim.
Tanpa visi
Karim menilai Yana tak punya gaya khas selama memimpin Bandung. Berbeda dengan pemimpin sebelumnya, seperti Ridwan Kamil dan Oded Mohamad Danial. Dua Wali Kota Bandung yang dinilai Karim punya gaya dan pembeda dibandingkan lainnya.
Karim mengatakan gaya kepemimpinannya Yana tak terlihat. Karim menjelaskan Yana bisa maju dan berpeluang di Pilwalkot Bandung 2024 jika mampu mengampanyekan ciri khasnya sebagai pemimpin.
"Dia (Yana) harus meng-endorse dirinya sendiri mengenai karakter khas kepemimpinannya. Karakter yang bisa menjalar sebagai identitas Kota Bandung," tutur Karim.
Yana menjadi Wali Kota Bandung melanjutkan almarhum Oded M. Danial. Harusnya, menurut Karim, meski melanjutkan program dan kepemimpinan sebelumnya, Yana bisa membuat dobrakan yang menjadi pembeda.
"Sekarang tidak begitu mencuat, programnya tidak ada. Memang hanya meneruskan, tapi apa pembedanya?, contoh Plt DKI Jakarta yang melanjutkan tapi beda (dengan sebelumnya). Beda dengan Plt Cimahi dan lainnya yang hanya masang baliho," ucap Karim.
"Bukan statusnya karena melanjutkan, tapi karena ketiadaan visi. Sebab saya yakin, pemimpin itu muruah sebuah wilayah, muruah derajat daerah itu tidak akan melampaui kapasitas pemimpinnya. Jadi, membutuhkan kapasitas pemimpin yang luar biasa, agar muruah daerahnya terangkat," katanya.
Respons Gerindra
Gerindra merespons kritik yang dilontarkan pengamat politik dari UPI Prof Karim Suryadi. Gerindra menepis kritik tersebut. "Menurut kami kualifikasinya (Yana) bagus," kata Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jabar Ihsanudin saat dihubungi detikJabar, Selasa (13/12/2022).
Ihsanudin menyebut pemimpin sebelumnya sejatinya diusung oleh Gerindra, termasuk Yana. Semua pemimpin yang diusung Gerindra dalam periode sebelumnya dan saat ini memiliki sama-sama memiliki kualifikasi mumpuni. "Kang Yana ini awalnya dari wakil wali kota. Dia hanya melanjutkan program wali kota sebelumnya. Sebelumnya kan diusung Gerindra semua," ucap Ihsanudin.
Lebih lanjut, politikus Gerindra yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Jabar itu mengatakan karakter pemimpin Kota Bandung dari zaman Ridwan Kamil hingga Yana Mulyana merupakan bentukan dari sistem partai. Ia mengatakan program kerja dari zaman Ridwan Kamil hingga Yana Mulyana saling berkesinambungan. "Apa yang dilakukan Kang Emil selalu dilanjutkan Mang oded, pun begitu dengan dengan Kang Yana. Sebetulnya ini kan karakter," kata Ihsanudin.
"Kalau soal tidak ada pembeda, sebenarnya memang secara penilaian masyarakat sudah sangat baik memimpin Bandung," kata dia menambahkan.
(sud/orb)