Lorong Waktu

Kala Koran Belanda Kabarkan Pengasingan Cut Nyak Dien ke Sumedang

Nur Azis - detikJabar
Minggu, 06 Nov 2022 08:00 WIB
Foto Cut Nyak Dien (duduk di tengah) (Foto: Nur Azis)
Sumedang -

Cut Nyak Dien menjadi salah satu tokoh pahlawan nasional yang namanya dibadikan ke dalam salah satu jalan di Kabupaten Sumedang. Kala itu, sosoknya oleh warga Sumedang dikenal dengan nama Ibu Suci, Ibu Perbu dan Ibu Ratu.

Sosoknya sangat dihormati dan dicintai oleh warga Sumedang lantaran kerap mengajarkan ilmu agama kepada penduduk sekitar. Cut Nyak Dien menghabiskan akhir hayatnya di Sumedang akibat diasingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kala itu.

Cut Nyak Dien ditangkap saat Gubernur Militer dan sipil Aceh dijabat oleh Johannes Benedictus van Heutsz. Berkat keberhasilannya itu pulalah Van Heutsz kemudian diangkat menjadi pimpinan tertinggi di Hindia Belanda atau sebagai Gubernur Jenderal yang sebelumnya dijabat oleh Willem Rooseboom (1899-1904).

Meski Cut Nyak Dien telah tertangkap namun bukan berarti pengaruhnya terhenti dalam memperjuangkan rakyat Aceh dari penjajah Belanda. Itu pulalah yang mejadi alasan pemerintah Hindia Belanda mengasingkan Cut Nyak Dien ke Sumedang dan konon identitasnya pun disembunyikan.

Cut Nyak Dien dalam suatu pemberitaan kala itu bahkan dicap sebagai orang buangan. Padahal Cut Nyak Dien sendiri merupakan keturunan seorang bangsawan.

Label itu sebagaimana yang ditulis oleh surat kabar Het Nieuws Van Den Dag - Voor Nederlandsch Indie yang terbit Kamis (13 Desember 1906). Dalam salah satu berita yang ditulisnya, surat kabar itu memberinya judul Bannelingen atau orang buangan. Di sana dikabarkan tentang Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tertanggal 11 Desember 1906 terkait nasib Cut Nyak Dien yang telah tertangkap.

"By Gouvernements besluit van 11 desember 1906 is:
Eerstelijk: in overeenstemming met den Raad van Nederlandsch Indie, krachtens artikel 47 van het Reglement op het beleid der Regeering van Nederlandsch indie in, het belang der openbare rust en orde in het gouvernement Atjeh en onderhoorigheden, aan de in 'sLands gevangeniste te Koeta Radja gedetineerde personen van: a. Tjoet Dien (Njoet Njak Dien) oud naar aanzien 60 jaren, b. Teukoe Nana, oud naar aanzien 17 jaren, beiden geboren in Atjeh, zonder beroep en zonder vaste woonplaats, de afdeelings hoofdplaats Soemedang (residentie Preanger Regentschappen) tot verblijf aangewezen"

Artinya kurang lebih berbunyi demikian :

"Dengan Keputusan Pemerintah tanggal 11 Desember 1906 adalah : Pertama: sesuai dengan Dewan Hindia Belanda, menurut Pasal 47 Peraturan Pemerintah Hindia Belanda demi kepentingan ketenteraman dan ketertiban umum di dalam Pemerintahan Aceh beserta dependensinya, kepada orang-orang yang ditahan di penjara negara di Koeta Radja : a.Cut Dien (Cut Nyak Dien) berusia sekitar 60 tahun. b. Teukoe Nana, diperkirakan berusia 17 tahun, yang keduanya sama-sama lahir di Aceh, tanpa pekerjaan dan tanpa tempat tinggal tetap, wilayah administratif kota Sumedang (Keresidenan Kabupaten Priangan) ditetapkan sebagai tempat tinggalnya"

Penggalan surat kabar Het Nieuws Van Den Dag - Voor Nederlandsch Indie yang terbit Kamis (13 Desember 1906) Foto: Delpher.nl

Di sana tertulis juga, selama menunggu Cut Nyak Dien dan Teuku Nana dipindahkan ke Sumedang maka keduanya mesti ditahan di dalam penjara.

"Ten tweede: by een door den gouverneur general onderteekend bevelschrift gelast dat in afwachting van eene gelegenheid tot verwijdering naar de hun aangwezen ver blijfplaats, de in artikel 1 van dit besluit genoem depersonen in hechtenis zullen worden gehouden"

Artinya kurang lebih demikian :

"Kedua, dengan surat keputusan yang ditandatangani oleh Gubernur Jenderal bahwa, sambil menunggu kesempatan untuk dipindahkan ke tempat tinggal yang telah ditentukan, orang-orang yang disebutkan dalam Pasal 1 maka Keputusannya harus ditahan"

Masih dalam Het Nieuws Van Den Dag, Pemerintah Hindia Belanda pun menawarkan jika ada keluarga dari orang-orang yang diasingkan berkeinginan untuk turut serta dipindahkan ke Sumedang maka biayanya akan ditanggung oleh negara.

Hal itu sebagaimana yang ditulis juga oleh surat kabar Het Vaderland dengan salah satu judul beritanya "Atjeh" yang terbit Rabu Januari 1907. Berita itu ditulis di Batavia pada 13 Desember 1906.

Surat kabar Het Vaderland dengan salah satu judul beritanya "Atjeh" yang terbit Rabu Januari 1907 Foto: delpher.nl

Salah satu penggalan berita itu tertulis :

"Bepaald is voorts dat de wettigs gezinnen der verbannenen, bijaldien dezen mochten wenschen zich te Soemedang te vestigen, voor rekening van den lande daarheen zullen worden overgevoerd"

Artinya kurang lebih demikian :

"Lebih lanjut ditentukan bahwa keluarga sah dari orang-orang yang diasingkan, jika mereka ingin menetap di Sumedang, mereka akan dipindahkan ke sana dengan biaya negara"

Cut Nyak Dien Selama di Sumedang

Selama masa pengasingannya di Sumedang, Cut Nyak Dien ditempatkan di rumah Siti Shalihah di bawah perawatan anaknya bernama Ibu Syamsiah atau biasa dipanggil Ibu Enci. Rumah itu tidak lain yang saat ini menjadi situs bersejarah rumah pengasingan Cut Nyak Dien.

Hal itu sebagaimana yang diutarakan oleh Nenden Dewi Rosita, selaku juru pelihara dari situs bersejarah tersebut saat diwawancara detikJabar pada Kamis, 7 Oktober 2021.

Nenden menyebut, orang yang menjadi saksi bahwa situs bersejarah Cut Nyak Dien adalah tempat tinggal sewaktu Cut Nyak Dien diasingkan ke Sumedang adalah Pak Bulkini atau Raden Bulkini. Ia merupakan keturunan Pangeran Suria Atmadja dan menjadi sesepuh kaum (lingkungan sekitar masjid Agung Sumedang) kala itu.

Sosok Cut Nyak Dien tersohor sebagai pahlawan nasional dari Aceh. Di masa-masa perjuangannya, Cut Nyak Dien dibuang oleh Belanda ke Sumedang, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI

Nenden melanjutkan, Pak Bulkini juga yang menunjukan situs bersejarah ini sebagai rumah pengasingannya Cut Nyak Dien saat dilakukan penelusuran sejarah.

"Pak Bulkini itu masih keturunan dari Keluarga Gedung Negara, atau masih keturunan Pangeran Suria Atmadja," kata Nenden.

Situs bersejarah Cut Nyak Dien sendiri tepatnya berada di Kampung Kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan. Rumah tersebut diwariskan secara turun temurun dan saat ini pegang oleh keturunan dari Siti Shalihah generasi keempat.

"Keunikan tempat tinggal Cut Nyak Dien adalah tempat cagar budaya sekaligus tempat tinggal bagi keluarga kami," ujar Nenden.

Nenden mengatakan, selama di tempat pemgasingannya, Cut Nyak Dien mengisi hari-harinya dengan mengajarkan Al-Quran kepada penduduk sekitar. Ia pun dikenal warga dengan beberapa panggilan nama, yakni Ibu Suci, Ibu Perbu dan Ibu Ratu.

"Dalam keadaan matanya kurang melihat, Cut Nyak Din mengajarkan Al-Qur'an kepada warga sekitar, termasuk mengajar Pak Bulkini sebagai saksi sejarah bahwa rumah ini menjadi rumah yang ditinggali Cut Nyak Dien di Sumedang," terang Nenden yang merupakan keturunan generasi ke empat dari Siti Shalihah.

Sesuai perkembangan zaman, rumah tempat tinggal Cut Nyak Din sempat mengalami perubahan. Namun pada tahun 2009, rumah tersebut dikembalikan kepada bentuk semula.

Selanjutnya Bangunan Rumah Dikembalikan ke Semula




(yum/yum)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork