Sejarah dan Kisah Mistis Jembatan Cirahong, Satu-satunya Jembatan Susun di Indonesia

Sejarah dan Kisah Mistis Jembatan Cirahong, Satu-satunya Jembatan Susun di Indonesia

Cornelis Jonathan Sopamena - detikJabar
Kamis, 03 Nov 2022 13:01 WIB
Jembatan Cirahong Ciamis.
Jembatan Cirahong (Foto: Dadang Hermansyah/detikJabar)
Bandung -

Jembatan Cirahong yang merupakan tempat ikonik di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kembali ditutup untuk kendaraan mulai 1 November 2022.

Manajer Humas PT KAI Daop 2 Bandung Kuswardoyo menjelaskan untuk perawaran kali ini pihaknya perlu menutup total jalan jembatan. Mengingat papan alas jembatan harus dibongkar supaya bisa melakukan perawatan baja. Tujuan perawatan tersebut untuk mengurangi risiko korosif akibat debu dan air pada jembatan yang dibangun pada tahun 1893 ini.

Menjadi penghubung antara Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, Jembatan Cirahong yang diapit bukit ini menyajikan pemandangan menawan yang eksotis nan unik. Jembatan ini kerap menarik perhatian karena menjadi satu-satunya jembatan double deck alias geladak ganda yang multifungsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jembatan Cirahong disebut multifungsi lantaran dapat digunakan untuk beberapa jenis kendaraan sekaligus. Bagian atas jembatan dapat digunakan untuk jalur kereta api, sedangkan bagian bawah dapat digunakan untuk lalu lintas kendaraan roda dua, empat, dan pejalan kaki.

Kendati demikian, saat ini bagian bawah jembatan sudah tidak dapat dilalui kendaraan roda empat diakibatkan faktor usia. Pasalnya, jembatan ini belum pernah sekalipun direnovasi semenjak dibangun pada 1893.

ADVERTISEMENT

Dilansir dari situs resmi Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang, jembatan yang menghubungkan wilayah Desa Panyingkiran di Kabupaten Ciamis dengan Kecamatan Manonjaya di Kabupaten Tasikmalaya ini terbentang sepanjang 202 meter dan berada di ketinggian 66 meter. Jembatan yang dibangun di atas Sungai Citanduy ini ditopang oleh penyangga beton setinggi 46 meter.

Jembatan dengan nomor registrasi BH 1290 itu dibangun pada 1893 oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatspoorwegen. Jembatan Cirahong merupakan satu-satunya jembatan kereta api peninggalan Belanda di Kabupaten Ciamis.

Arsitektur Jembatan Cirahong yang unik ini sengaja didesain disusun bertingkat dengan rusuk pelat agar mampu menampung lalu lintas kereta, mobil, motor, sepeda, dan pejalan kaki. Kendati tidak pernah direnovasi, jembatan ini sempat diperkuat pada 1934.

Pada saat itu, pemerintah kolonial Belanda memang sedang membangun rel kereta api via jalur selatan yang menghubungkan Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam rangka mempercepat distribusi hasil bumi dan perkebunan. Hasil bumi dan perkebunan di Jabar itu dibawa ke Pelabuhan Cilacap kemudian dikirim ke Eropa.

Pada mulanya, Jembatan Cirahong tidak masuk dalam rencana pembangunan. Pasalnya, apabila dibangun rel melalui Kota Ciamis, pemerintah Belanda harus membangun dua jembatan. Hal ini tentu memakan biaya yang sangat besar.

Kekhawatiran tersebut akhirnya sampai ke Bupati Galuh Ciamis, R. A. A. Kusumadiningrat atau biasa disapa Kangjeng Prebu. Dirinya yang memiliki pengaruh besar pada pemerintah Belanda kemudian memberikan beberapa pertimbangan pada mereka untuk membangun rel melintasi Kota Ciamis.

Pertama, jumlah penduduk Kota Ciamis saat itu lebih besar ketimbang Cimaragas. Alhasil, keberadaan kereta api akan bermanfaat bagi masyarakat. Kedua, keberadaan stasiun kereta api dapat memperkuat eksistensi Ciamis sebagai ibu kota Kabupaten Galuh.

Meski mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar, Pemerintah Belanda pun akhirnya menyetujui usulan pertimbangan Kangjeng Prebu tersebut.

Saat ini, Jembatan Cirahong dimiliki oleh negara dan dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan Kabupaten Ciamis dan Daerah Operasi (Daop) II Bandung PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Kental Dengan Unsur Mistik

Meski megah, indah, dan unik, Jembatan Cirahong juga terkenal dengan berbagai cerita dan rumor seram. Berbagai hal di luar nalar disebut-sebut sering terjadi di jembatan ini, terutama bagi pengendara yang melintas di malam hari.

Jembatan Cirahong sempat dirumorkan sebagai tempat pembuangan mayat, percobaan bunuh diri, penampakan bayangan mobil, suara tangisan, dan lainnya. Hal tersebut bahkan sempat menjadi sensasi dan daya tarik sebagai lokasi shooting bagi sejumlah stasiun televisi swasta nasional.

Salah satu cerita yang paling tersohor dan tentunya diketahui oleh warga setempat khususnya bagian wilayah Ciamis adalah tentang tumbal yang diberikan demi kelancaran pembangunan jembatan ini.

Konon katanya, seorang sesepuh desa bernama Sukasna sempat diberi informasi oleh Arkian, penunggu Sungai Citanduy, bahwa sungai tersebut meminta tumbal. Tumbal yang diminta adalah sepasang pengantin baru. Tumbal tersebut merupakan sebuah syarat kelancaran pembangunan Jembatan Cirahong.

Sukasna kemudian menyampaikan pada perwakilan perusahaan Staatspoorwegen bahwa pembangunan Jembatan Cirahong tidak akan berjalan lancar karena terkendala hal-hal mistis. Pemerintah kolonial Belanda yang tidak percaya kemudian menganggap omongan Sukasna sebagai bualan.

Ketika pembangunan berlangsung, banyak hal mengganggu yang tidak masuk akal kemudian terjadi. Salah satunya adalah Sungai Citanduy yang mendadak banjir padahal tidak hujan.

Pemerintah kolonial Belanda kemudian meminta bantuan pada Sukasna. Sukasna lalu berkomunikasi dengan Arkian. Setelah itu, Sukasna mengetahui bahwa lokasi pembangunan jembatan itu dihuni oleh sepasang siluman ular, yaitu Nyai Odah dan Aki Boh'ang.

Kedua siluman tersebut mengaku kediamannya terganggu oleh pembangunan jembatan tersebut. Apalagi, pembangunan itu dilakukan tanpa seizin mereka.

Akhirnya, Sukasna dan kedua siluman itu membuat sebuah kesepakatan, yaitu tumbal sepasang pengantin untuk diangkat sebagai anak mereka. Jika dikabulkan, Nyai Odah dan Aki Boh'ang berjanji akan menjaga Jembatan Cirahong agar tetap dapat berdiri hingga ratusan tahun.

Setelah pihak Belanda mengetahui hal tersebut, rencana jahat pun disusun oleh pemerintah kolonial. Mereka berencana menculik buruh pekerja Jembatan Cirahong yang hendak melaksanakan pernikahan.

Setelah melangsungkan akad nikah, pengantin baru itu diundang pemimpin proyek dengan alibi menyerahkan hadiah pernikahan. Alih-alih menerima hadiah, mereka justru diikat dan dimasukkan ke dalam lubang pondasi jembatan.

Setelah dijebloskan, adonan semen, batu, dan pasir pun ditumpahkan ke atas mereka yang masih dalam kondisi hidup.

Konon katanya, arwah pasangan pengantin itu masih terperangkap di alam astral hingga saat ini karena tidak terima pada perlakuan pemerintah kolonial yang menimpa mereka.




(tya/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads