Akhir-akhir ini sejumlah wilayah di Tanah Air dilanda bencana alam, termasuk Sukabumi. Dalam setiap peristiwa tersebut, para jurnalis menjadi salah satu garda terdepan untuk mendatangi lokasi peristiwa bencana dan konflik.
Selain menjadi penyampai informasi, sejatinya para jurnalis juga dapat berperan sebagai penolong pertama korban. Oleh sebab itu, Palang Merah Indonesia (PMI) menginisiasi pelatihan Media Safety bagi jurnalis selama peliputan bencana dan konflik.
Puluhan jurnalis mendapatkan informasi terkait Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan pertolongan pertama kedaruratan pada saat peliputan bencana dan konflik. Pemateri mencontohkan beberapa kondisi bencana dan konflik yang melibatkan para jurnalis untuk menjadi penolong pertama, misalnya seperti yang baru-baru ini terjadi seperti tragedi gas air mata di Stadion Kanjuruhan, konflik Afghanistan serta pertolongan pertama pada korban yang terbawa hanyut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jurnalis juga mendapatkan pelatihan mengenai praktek CRP (Cardiopulmonary Resuscitation) atau resusitasi jantung paru. Dimana CRP dilakukan pada korban yang tenggelam atau tidak ada detak jantung, dilakukan selama kurang lebih 30 menit dan dievaluasi per 2 menit dengan kecepatan 100-120 per menit.
"Kegiatan kali ini dilakukan untuk membekali para wartawan agar paham mengenai penugasan di daerah bencana dan konflik serta kemampuan pertolongan pertama pada kedaruratan saat meliput di lapangan," kata Ketua PMI Kota Sukabumi Suranto Surnowiryo kepada awak media, Senin (17/10/2022).
Dia mengatakan, jurnalis dan PMI seringkali menjadi garda terdepan sehingga dinilai penting untuk mengetahui keselamatan ketika meliput lokasi bencana ataupun daerah konflik. Pada kali ini, pihaknya mendapatkan dukungan penuh dari PMI Pusat dan Komite Internasional Palang Merah (International Comittee of the Red Cross/ICRC).
Kepala Bagian Hubungan Media Biro Humas dan Hubungan Internasional PMI Anggin Permana menambahkan, kegiatan ini merupakan program rutin bersama ICRC khusus di wilayah rawan konflik dan bencana alam. Seperti diketahui, Kota Sukabumi merupakan wilayah rawan bencana saat memasuki cuaca ekstrem yang berpotensi bencana hidrometeorologi.
"Para jurnalis harus paham mengenai hukum humaniter internasional dan perlindungan diri serta pertolongan pertama pada korban. Tentu salah satu upaya juga untuk mencegah wartawan menjadi korban," kata Anggun.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah Sukabumi Apit Haeruman menyambut positif kegiatan ini. Menurutnya, jurnalis tidak hanya sekedar melakukan peliputan saja, namun juga bisa terjun langsung melakukan pertolongan kepada korban.
"Kegiatan ini baik karena banyak manfaat, banyak ilmu yang bisa didapat. Selain menambah wawasan, kita juga bisa melakukan pertolongan pertama pada saat menemukan korban bencana alam karena kita sudah diberikan dasar-dasar pertolongan kepada korban," kata Apit.
"Selain melaksanakan peliputan, kita juga mengambil peran untuk membantu korban baik itu orang pingsan atau dalam hal ini kebencanaan. Terlibat secara langsung bagi jurnalis khususnya bagi saya, juga tidak harus langsung turun langsung karena ada Tim SAR yang lebih kompeten kecualu ketika kita menemukan korban tapi tidak ada petugas yang berwenang," tutupnya.
(orb/orb)