Siswa di Desa Pabuaran, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi harus menempuh cara tak biasa untuk pergi ke sekolah di desa seberang, yakni Desa Neglarasi. Kisah mereka menghadirkan cerita pelik.
Untuk pergi ke sekolah baik SD, SMP, maupun SMA, para pelajar dari Desa Pabuaran harus menggunakan rakit atau perahu sederhana dari bambu untuk menyeberangi Sungai Cikaso. Terkadang mereka berjinjit melewati sungai jika kondisi air sungai sedang surut.
Namun, kendala lain datang jika air sungai di lokasi sedang meluap. Para siswa ini bolos massal ketimbang mempertaruhkan nyawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka terpaksa melakukan itu karena tidak adanya jembatan yang bisa dipakai untuk melintasi sungai. Satu-satunya akses lintasan mereka hanya melalui sungai. Alat transportasi pun hanya mengandalkan rakit.
"Satu-satunya ya pakai rakit, kalau air meluap ya mereka bolos semua," kata Kades Pabuaran Bangbang Gunawan kepada detikJabar, Senin (10/10/2022).
Di desa seberang ada dua SD di yang dimanfaatkan untuk anak-anak mengenyam pendidikan tingkat dasar. Ketika air surut, para pelajar biasanya bisa melintasi langsung sungai dengan berjalan kaki.
Namun, bukan perkara mudah melewati sungai tersebut. Ada sensasi yang 'menantang' karena arusnya cukup deras meski bisa dilewati dengan berjalan kaki saat surut.
"Kalau air surut mereka jalan kaki, sepatu dilepas, mereka berjinjit menapaki batu sungai. Meskipun surut tekanan airnya lumayan cukup besar, masih berbahaya juga sebenarnya. Tapi biasanya ada yang mendampingi saat mereka melintas," tutur Bangbang.
![]() |
Kondisi itu terjadi karena tak ada jembatan yang bisa dipakai untuk melintasi sungai. Para orang tua pun jelas khawatir dengan perjuangan anak-anaknya yang harus pergi ke sekolah dengan cara 'menantang'.
"Sebenarnya kalau ada jembatan persoalan seperti ini harusnya tidak ada. Kalau dihantui waswas ya pasti ya, apalagi ketika tiba-tiba air meluap. Kalaupun (menggunakan) akses lain harus memutar dan memakan waktu 2,5 jam. Kalau naik rakit rata-rata warga bayar Rp 5 ribu, kalau anak sekolah sih seikhlasnya," sambung dia.
Bangbang bukannya tidak berjuang, beragam usulan pernah ia ajukan untuk membangun jembatan melintasi Sungai Cikaso. Namun diduga karena minimnya anggaran di tingkat kabupaten perjuangan Bambang mentok.
"Terakhir mengajukan pembangunan jembatan itu priode saya pertama kemarin tahun 2018 sama Kades Neglasari gabungan bikin dua proposal, tanda tangannya dua desa, stempelnya dua desa, dua kecamatan, sampai sekarang belum ada jawaban kita ajukan ke provinsi," ulasnya.
Bambang membenarkan soal tidak ada anggaran di tingkat Kabupaten Sukabumi. Karena beberapa kali usulan selalu berakhir tanpa jawaban.
"Kalau kabupaten kan anggarannya nggak ada, kalau kabupaten itu kan panjang lintasannya sekitar 100 meteran. Ya kami berharap kemarin juga dari para relawan sudah ada yang komunukasi, mudah-mudahan sudah ada yang merapat," harapnya.
Bambang mengaku sudah berupaya ke mana-mana, namun harapannya soal dibangunnya jembatan tidak kunjung membuahkan hasil.
"Seumur desa ini ada belum pernah dibangun jembatan. Pakai rakit dari dahulu juga. Semoga jembatan di desa kami bisa segera terwujud untuk memudahkan akses pendidikan, ekonomi, kesehatan dan kebutuhan warga di sini," pungkasnya.
(sya/orb)