Otoriter adalah salah satu istilah yang kerap kita temukan dalam konteks kepemimpinan dan pemerintahan. Otoriter dapat diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri yang selalu dipandang benar.
Pemimpin otoriter memiliki kecenderungan keras kepala dan bersifat kaku hingga memaksakan keinginan kepada khalayak. Nah, dalam artikel ini, kita akan mempelajari lebih lengkap mengenai pengertian otoriter, ciri-cirinya, serta contohnya.
Pengertian Otoriter
Mengutip jurnal dalam repository.teknokrat.ac.id, otoriter adalah tindakan menurut kemauan sendiri di mana setiap produk pemikiran dipandang benar. Otoriter ditandai dengan pemusatan kekuasaan pada diri sang pemimpin sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemimpin dalam sistem yang otoriter biasanya sangat dominan dalam pengambilan keputusan dan pembentukan kebijakan. Si pemimpin meyakini bahwa organisasi yang ia pimpin adalah miliknya sendiri.
Bahkan kepemimpinan otokratik digambarkan sebagai kepemimpinan yang dilakukan seorang pemimpin dengan sikap menang sendiri, tertutup pada saran dari luar, dan memiliki idealisme tinggi. Selanjutnya akan kita bahas secara lengkap dalam ciri-ciri.
Ciri-ciri Otoriter
Kepemimpinan otoriter memiliki ciri-ciri sebagai berikut, mengutip digilib.uinsby.ac.id.
- Kewenangan mutlak terpusat pada pemimpin.
- Keputusan dan kebijaksanaan selalu dibuat oleh pemimpin.
- Komunikasi berlangsung hanya satu arah dari pemimpin kepada bawahan.
- Prakarsa harus selalu dicetuskan oleh pemimpin.
- Pemimpin mengawasi sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para bawahan secara ketat.
- Tugas-tugas diberikan kepada bawahan secara instruktif.
- Bawahan atau anggota tidak memiliki kesempatan untuk memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan.
- Pemimpin menuntut kesetiaan mutlak dan prestasi sempurna dari anggotanya tanpa syarat.
- Lebih banyak ditemukan kritik daripada pujian.
- Pemimpin cenderung bertindak kasar dan kaku dalam bersikap.
- Cenderung ada paksaan, ancaman, dan hukuman dalam jalannya organisasi.
- Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya di tangan pemimpin.
- Pemimpin terlalu ditonjolkan sebagai simbol keberadaan organisasi.
- Pemimpin juga sering menonjolkan diri sebagai penguasa tunggal.
- Pemimpin bersikap megalomania atau gila hormat.
- Tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi pemimpin.
- Loyalitas anggota lebih diutamakan daripada kinerja, kejujuran, dan norma-norma moral serta etika.
- Disiplin organisasi sangat kuat.
Contoh Otoriter
Setelah mengetahui ciri-ciri otoriter di atas, kamu mungkin bisa mulai membayangkan bagaimana kepemimpinan otoriter berlangsung. Apabila belum terbayang, kamu bisa melihat contoh-contoh kepemimpinan otoriter di bawah ini.
1. Pemerintahan Otoriter di Mesir
Mesir pernah dikenal sebagai negara yang otoriter. Mengutip jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam repository.umy.ac.id, Mesir merdeka pada 1922 setelah menjadi bagian koloni Inggris. Mereka memulai pemerintahan dalam bentuk monarki konstitusional dan menerapkan sistem demokrasi parlementer. Tetapi sistem demokrasi parlementer itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Pada 1952, terjadi peristiwa kudeta di mana Raja Farouk turun tahta. Kudeta yang dipimpin Gamal Abdel Nasser itu mengubah sistem pemerintahan Mesir menjadi republik. Namun, bukannya semakin demokratis, negara itu justru dipimpin oleh rezim militer. Pemerintah membatasi kebebasan sipil dalam berserikat dan berpolitik, salah satunya lewat larangan pembentukan partai politik sejak 1953.
Nasser sendiri menggeser koleganya, Presiden Mohammad Naguib, dan membuat dirinya sendiri menjadi presiden berikutnya. Nasser menerapkan ideologi sosialis-nasionalis dalam memimpin Mesir. Meskipun ada beberapa programnya yang baik untuk keadilan sosial, namun demokrasi tidak berjalan di Mesir.
Sistem itu terus berlanjut ke presiden berikutnya. Hingga pada 1977, Presiden Anwar Sadat memberlakukan sistem multipartai. Bersamaan dengan itu, kekuatan Islam di bidang politik pun bangkit.
Namun, hal tersebut menimbulkan kekhawatiran kaum liberal-sekuler karena pembentukan Mesir sebagai negara Islam dinilai akan mengancam kebebasan masyarakat Mesir. Sadat sendiri khawatir dan akhirnya membatasi pergerakan organisasi Islam yang menentang kebijakan pemerintah Mesir. Sikap dan tindakan otoriter Sadat dinilai melanggar Hak Asasi Manusia.
Ketika dipimpin oleh Nasser dan Sadat, Mesir menerapkan sistem pemerintahan yang lebih tepat disebut oligarki militer, di mana peran sipil dalam pemerintahan sangat terbatas dan hanya bersifat sebagai ornamen politik. Rezim otoriter di Mesir akhirnya tumbang setelah peristiwa revolusi di negara-negara Arab atau Arab Spring pada 2011.
2. Pemerintahan Otoriter di Filipina
Filipina juga pernah mengalami pemerintahan otoriter di bawah Ferdinand Edralin Marcos. Mengutip jurnal dari Universitas Muhammadiyah Malang dalam eprints.umm.ac.id, Marcos menjabat selama kurang lebih 20 tahun sejak 1965 hingga 1986. Selama menjabat, Marcos sengaja membuat dirinya boleh menjadi presiden hingga empat periode.
Rezim Marcos di satu sisi mengantarkan Filipina menjadi negara yang makmur dalam hal pangan. Filipina mengalami swasembada pangan karena produksi beras yang melimpah, hingga mampu mengekspor beras ke luar negeri. Ekonomi Filipina cenderung stabil.
Namun di sisi lain, keberhasilan ekonomi itu tidak berlangsung lama. Terjadi kesenjangan sosial yang parah antara masyarakat yang kaya dan yang miskin. Isu korupsi juga berkembang hingga menimbulkan kerusuhan sipil di seluruh Filipina.
Itulah penjelasan mengenai otoriter. Semoga bermanfaat.
(des/fds)