Drs. H. Mohammad Hatta atau dikenal sebagai Bung Hatta menjadi salah satu tokoh pahlawan yang terlintas di benak masyarakat ketika membahas Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Ia adalah Wakil Presiden pertama di Indonesia sekaligus ekonom ternama.
Perjuangan Bung Hatta dalam memerdekakan Indonesia sangatlah panjang dan penuh tekad. Prinsipnya begitu kokoh dan tak tergoyahkan sampai-sampai bersumpah untuk melajang atau tidak menikah hingga Indonesia dinyatakan merdeka. Ingin mengenal lebih dalam? Yuk, simak artikel satu ini!
Kehidupan Awal
Bung Hatta merupakan laki-laki kelahiran Bukittinggi yang terletak di Sumatera Barat, pada 12 Agustus 1902. Orang tuanya yang bernama Muhammad Djamil dan Siti Saleha melahirkan Bung Hatta sebagai anak kedua. Bung Hatta juga merupakan cucu dari seorang ulama besar dan ternama di Sumatera Barat, yaitu Syekh Abdurrachman atau bisa juga dipanggil Syekh Batu Hampar (detik.com). Ayah Bung Hatta meninggal dunia ketika Hatta berumur delapan bulan. Namun, sang ibu menikah kembali dan melahirkan enam anak perempuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip website ekonom senior Faisal Basri, Hatta sebenarnya berasal dari keluarga yang berada dan terpandang di Bukittinggi atau Fort de Kock. Oleh karena itu, ia termasuk orang yang berkecukupan secara finansial. Hatta bahkan dapat bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School), yaitu sekolah terelit di zaman kolonial. Umumnya, anak-anak yang bersekolah di ELS merupakan anak seorang pejabat tinggi Eropa atau bangsawan lokal.
Sifat dan Kepribadian Bung Hatta
Terlepas dari latar belakangnya yang terpandang dan berkecukupan, Bung Hatta adalah seorang laki-laki yang sederhana. Ia bukanlah seseorang yang menghamburkan uang keluarganya untuk keperluan pribadi. Sebaliknya, ia lebih peduli dengan orang sekitar yang bernasib lain karena jiwa sosialnya yang kuat.
Sifat itulah yang mendasari keinginan Hatta untuk merdeka. Bung Hatta mulai tergerak untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan ketika menginjak bangku sekolah menengah. Tekadnya semakin kuat saat seorang kerabatnya dipermalukan oleh para penjajah di hadapan publik.
Selain jiwa sosial yang dimilikinya, Bung Hatta juga dikenal sebagai sosok yang jujur sehingga diminta untuk menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond, sebuah organisasi yang dibentuk pemuda-pemudi Sumatera di Jakarta. Rasa disiplin dan tanggung jawab yang besar dari seorang Bung Hatta membuatnya dipercaya oleh kawan-kawannya.
Kondisi Finansial Hatta
Setelah memasuki Jong Sumatranen Bond, Bung Hatta baru menyadari betapa pentingnya keuangan dalam kehidupan organisasi. Selama ini, ia terlalu cuek dengan situasi finansial yang berlaku karena tak memiliki kesulitan dalam hal tersebut. Sifatnya kurang lebih sama seperti Soekarno. Bersyukur jika punya uang dan santai jika tidak ada juga.
Sayangnya, hal ini membuat Hatta memiliki finansial yang tidak stabil. Meski berkuliah di universitas ternama bernama Rotterdam School of Commerce (sekarang ganti menjadi Erasmus University Rotterdam), ia tidak pernah memiliki keinginan untuk bekerja mendapatkan uang secara layak. Padahal, mahasiswa yang berasal dari kampus tersebut dapat memeroleh gaji tinggi dengan mudah.
Sumber penghasilan Hatta hanya berasal dari tulisan-tulisan yang dikirimkan ke media dan hasilnya pun tidak besar. Bahkan, sejumlah media yang menerima artikelnya tidak memberikan bayaran. Melihat hal ini, kondisi finansial Bung Hatta sebenarnya cukup rendah. Namun, ia sendiri tidak begitu mempermasalahkan dan cenderung santai. Hatta terlalu bertekad dalam memperjuangkan kemerdekaan sehingga mengesampingkan hal lain, salah satunya adalah pernikahan.
Kehidupan Pribadi Sebelum Merdeka
Menurut Hatta, kehidupan pribadi merupakan suatu hal yang dapat dilakukan nanti. Ia ingin melihat Indonesia bebas dan merdeka terlebih dahulu, baru fokus terhadap dirinya sendiri.
Hal ini membuat Bung Hatta dianggap sebagai sosok yang sok suci oleh teman-teman seperjuangan. Akibatnya, Bung Hatta sempat dihadapkan dengan gadis asal Polandia yang diberi tugas untuk meluluhkan prinsip Hatta.
Mengutip faisalbasri.com, Bung Hatta dan gadis tersebut bertemu di sebuah restoran. Namun, pada akhirnya misi tersebut gagal karena Hatta tidak berbuat apapun. Bahkan, sang gadis berbalik kesal karena mengira dipertemukan oleh seorang pendeta.
Melihat latar belakang Bung Hatta yang memiliki enam adik perempuan, seharusnya ia sudah terbiasa berada di kalangan perempuan. Uniknya Hatta cenderung pemalu dan sangat menjaga batas dengan perempuan yang bukan muhrimnya.
Sejumlah perjodohan telah dilalui oleh Hatta. Ia pernah dijodohkan oleh Nelly, putri dari Ayub Rais, seorang pengusaha sekaligus paman Hatta yang dianggap seperti ayah angkatnya sendiri.
Ayub menyukai Hatta sehingga ingin dijodohkan dengan putrinya. Bahkan, Ayub rela menghadapi risiko ditahan intel polisi karena menjemput kepulangan Bung Hatta yang bereputasi sebagai pemberontak. Namun, Bung Hatta tetap menolak perjodohan tersebut.
Daripada mengejar perempuan, Hatta lebih senang dengan buku-buku yang ia koleksi secara pribadi. Jumlah buku yang dimilikinya mencapai ribuan, tetapi Hatta mengingat setiap bukunya dengan baik.
Meski ia sering menggunakan uangnya untuk menolong orang sekitar, ia juga sering menghabiskan uangnya untuk membeli berbagai buku. Pada akhirnya, ia benar-benar menepati sumpahnya untuk tidak menikah sampai Indonesia merdeka.
Kehidupan Hatta Pasca Kemerdekaan
Ketika Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dan Bung Hatta telah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia, ia baru menginginkan sebuah pernikahan. Ia menyukai seorang perempuan yang ia temui di Institut Pasteur, Bandung. Namun, ia tidak mengenalnya sedikit pun, bahkan tidak dengan namanya.
Soekarno yang ingin melihat temannya menikah segera menyelidiki dan menemukan fakta bahwa perempuan yang disukai Hatta adalah Rahmi, putri sulung dari Abdul Rachim yang merupakan teman dekat Bung Karno.
Kepribadian Hatta yang pemalu membuat Soekarno harus turun tangan membantu Hatta. Keduanya berkunjung ke rumah Rahmi di malam hari dan Soekarno mengenalkan Hatta sebagai seseorang yang ingin melamar Rahmi.
Sayangnya, umur Bung Hatta yang tua membuat Titi, adik dari Rahmi, menolak lamaran tersebut. Umur Bung Hatta pada kala itu memang tidak lagi muda, yaitu 44 tahun, terpaut 24 tahun dengan Rahmi.
Namun, pada akhirnya pun, Rahmi menerima lamaran tersebut dengan mas kawin sebuah buku. Sederhana, tapi itulah Rahmi ataupun Hatta. Rahmi dan Hatta merupakan sepasang kekasih yang sangat sederhana sehingga keduanya cocok.
Perbedaan usia yang jauh bukanlah halangan untuk keduanya. Rahmi sendiri sudah memahami sifat Hatta yang sangat menyukai buku. Ia terima-terima saja mendapat posisi tiga dalam prioritas Hatta. Pertama adalah sajadah dan kedua adalah buku. Rahmi dan Hatta dikaruniai tiga anak perempuan, di antaranya adalah Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah.
Mohammad Hatta memiliki prinsip dan tekad yang besar dalam melepaskan Indonesia dari tangan penjajah pada 17 Agustus 1945, bahkan hingga mengesampingkan kehidupan pribadinya. Ia adalah seseorang yang patut diingat dan dihormati oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai pahlawan. Sikap-sikap dan perilaku yang dimilikinya dapat menjadi teladan atau contoh yang baik bagi warga Indonesia.
(des/fds)