- Pengertian Dejavu
- Teori Penyebab Dejavu 1. Teori Persepsi Terbelah 2. Teori Memory Recall 3. Gangguan Otak
- Fakta-fakta tentang Dejavu
- Fenomena yang Mirip dengan Dejavu 1. Deja Vecu 2. Deja Senti 3. Deja Visite
- Apakah Dejavu Berbahaya?
- Kapan Kita Harus Merasa Khawatir tentang Dejavu?
- Dejavu Menurut Psikolog Apakah dejavu normal terjadi? Apa tanda yang membedakan dejavu atau fenomena lain? Bagaimana proses terjadinya dejavu?
Dejavu atau dΓ©jΓ vu merupakan situasi di mana seseorang merasakan pernah mengalami situasi yang dialaminya saat ini. Apakah detikers juga pernah merasakan hal serupa? Nah, kemungkinan kamu sedang mengalami dejavu.
Dalam artikel ini, detikcom akan membahas tentang dejavu secara lengkap. Mulai dari pengertian, teori, dan mengapa dejavu bisa terjadi. Apakah dejavu adalah hal buruk, berbahaya, atau bahkan berkaitan dengan hal-hal mistis? Simak penjelasannya berikut ini.
Pengertian Dejavu
Dejavu adalah kondisi ketika seseorang seperti mengalami suatu keadaan atau situasi yang sama dengan pengalamannya di masa lalu, mengutip situs Biro Administrasi Kemahasiswaan Alumni dan Informasi (BAKAI) Universitas Medan Area.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dejavu berasal dari bahasa Prancis dΓ©jΓ vu yang secara harfiah berarti sudah terlihat. Kosakata itu pertama kali digunakan pada akhir era 1800. Dilansir Psychology Today, dr Vernon Neppe mendefinisikan dejavu sebagai setiap kesan subjektif yang tidak tepat tentang kemiripan pengalaman saat ini dengan masa lalu yang sulit diidentifikasi.
Dejavu biasanya terjadi secara tiba-tiba dan berlalu dengan cepat. Saat seseorang mengalami dejavu, dia akan merasa pernah mengalami hal serupa tetapi lupa tentang kapan dan di mana ia mengalami kejadian tersebut. Dilansir bakai.uma.ac.id, penyebab fenomena dejavu belum bisa dipastikan oleh peneliti. Namun, ada beberapa teori yang dianggap cukup menjelaskan penyebab terjadinya dejavu.
Teori Penyebab Dejavu
Terdapat 3 teori yang mungkin dapat menjelaskan penyebab dejavu terjadi.
1. Teori Persepsi Terbelah
Teori persepsi terbelah atau split perception mendefinisikan dejavu sebagai kejadian saat seseorang melihat satu hal yang sama pada waktu berbeda. Pada saat dejavu terjadi, otak membentuk ingatan yang pernah dilihat seseorang. Ingatan ini biasanya berupa informasi yang diterima sangat terbatas dan dalam waktu singkat saja.
Itulah mengapa seseorang mungkin merasa pernah berada dalam situasi serupa tapi kesulitan mengingat dengan jelas. Misalnya ketika melihat deretan pohon di satu tempat, kita mungkin akan berdejavu karena pernah melihat deretan pohon yang mirip dengan itu di tempat lain pada masa lalu.
2. Teori Memory Recall
Teori kedua ini banyak diyakini oleh para ahli bidang psikologi terkait dejavu. Salah satunya Anne Cleary, profesior psikologi Universitas Colorado yang mempelajari tentang dejavu. Dilansir situs Universitas Medan Area, Cleary menemukan bahwa dejavu merupakan respon terhadap peristiwa yang pernah dilalui seseorang, tapi tidak diingat.
Otak manusia merekam semua kejadian yang dialami seseorang sepanjang hidupnya. Namun, tidak semua rekaman itu menjadi kenangan yang diingat oleh orang tersebut. Ada rekaman yang dilupakan dan tiba-tiba muncul suatu hari karena pemicu tertentu. Pada momen itulah, seseorang bisa dikatakan mengalami dejavu.
3. Gangguan Otak
Teori ketiga ini memperkirakan dejavu sebagai sebuah gangguan pada otak. Ketika melalui situasi atau kondisi tertentu, otak seseorang akan menyerap informasi dan menyimpannya dalam memori jangka pendek maupun jangka panjang.
Namun, terkadang informasi tersebut gagal diserap oleh memori jangka panjang karena adanya gangguan pada otak. Hal ini dikenal juga sebagai proses memori yang tertunda. Jika dejavu sering terjadi hingga taraf mengganggu, maka kemungkinan ada masalah pada otak.
Menurut James Giordano Ph.D, profesor neurologi di Georgetown University Medical Center, dejavu terjadi karena otak menyatukan dua proses sekaligus, yakni proses ingatan dan sensasi langsung yang sangat cepat dengan proses integrasi memori lama dengan pengalaman saat ini yang lebih lambat.
"Proses-proses ini melibatkan sejumlah jaringan otak, termasuk area korteks sensorik yang berkaitan dengan fungsi penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan lain-lain," jelas Giordano seperti dikutip Bustle.
Selain area tersebut, proses yang menyebabkan dejavu juga melibatkan jaringan hipokampus dan lobus temporal yang berperan dalam hal memori, serta area sistem limbik dan korteks prefrontal yang berperan dalam pengambilan keputusan.
Fakta-fakta tentang Dejavu
Berikut beberapa fakta terkait dejavu, dilansir Psychology Today.
- Setiap orang rata-rata mengalami dejavu sekali dalam setahun.
- Dejavu dapat dialami oleh pria dan wanita dalam jumlah yang sama.
- Dejavu terjadi karena kenangan, tapi semakin tua seseorang, kejadian dejavu justru akan semakin berkurang meskipun kenangannya semakin banyak.
- Dejavu biasanya terjadi saat seseorang merasa stres dan kelelahan, meskipun belum terbukti apakah kedua hal itu menjadi pemicunya.
- Orang dengan pendidikan dan status sosial-ekonomi lebih tinggi lebih sering mengalami dejavu.
- Orang yang sering bepergian cenderung lebih sering mengalami dejavu daripada yang jarang bepergian, karena mereka lebih sering melihat suasana baru yang tidak familier.
- Dejavu kemungkinan dihasilkan oleh stimulasi listrik dalam korteks dan struktur otak yang lebih dalam.
- Dejavu terjadi dalam waktu sangat singkat, bahkan hanya sekedipan mata.
- Beberapa orang mengalami dejavu yang mirip dengan mimpi mereka saat tidur.
- Kebalikan dari dejavu adalah jamais vu, yakni kondisi ketika seseorang tidak mengenali sesuatu yang seharusnya familier.
Fenomena yang Mirip dengan Dejavu
Ketika kita merasa seperti mengalami dejavu, mungkin saja itu bukan dejavu. Sebab, ada fenomea lain yang mirip dengan fenomena dejavu ini. Berikut penjelasannya, dilansir situs Learning Mind.
1. Deja Vecu
Deja vecu adalah fenomena ketika kita merasa bahwa kita mengalami dejavu. Bedanya, dalam deja vecu, kita akan merasakan ingatan yang lebih detail seperti bisa merasakan aromanya dan mendengar suaranya. Deja vecu biasanya dibarengi juga dengan perasaan bahwa kita tahu apa yang akan terjadi setelah itu.
2. Deja Senti
Deja senti adalah fenomena ketika kita merasakan perasaan yang pernah kita rasakan sebelumnya. Misalnya merasa takut, sedih, kesal, marah, tertekan, atau tidak berdaya. Sederhananya, fenomena ini digambarkan dengan kalimat, "Saya pernah merasa seperti ini sebelumnya."
3. Deja Visite
Deja visite adalah fenomena ketika kita merasa mengetahui suatu tempat yang sebenarnya baru untuk kita. Misalnya ketika kita berkunjung ke kota yang baru pertama kali kita kunjungi, tiba-tiba ada pikiran seolah kita sudah pernah ke sana sebelumnya. Hal ini kemungkinan terjadi karena kita pernah membaca, melihat, atau mendengar informasi tentang tempat itu sebelumnya, tapi hanya sekilas. Fenomena ini paling jarang terjadi di antara dejavu, deja vecu, dan deja senti.
Apakah Dejavu Berbahaya?
Seperti teori yang dijelaskan sebelumnya, dejavu bisa terjadi walau kondisi otak seseorang baik-baik saja. Hanya satu teori yang menyebutkan bahwa dejavu menandakan adanya gangguan otak, itu pun jika dejavu yang dialami terlalu sering dan mengganggu aktivitas. Orang dewasa muda, berpendidikan tinggi, atau yang sering bepergian biasanya lebih sering mengalami dejavu dan hal itu merupakan sesuatu yang wajar.
Namun, dilansir situs Penn Medicine, dejavu lebih sering dialami ornag yang kelelahan atau stres. Ketika kita mulai merasakan dejavu, mungkin itu adalah tanda-tanda bahwa kita stres atau sedang lelah. Stres dan lelah berpengaruh pada kinerja otak dan salah satu bagiannya, yakni memori.
Kapan Kita Harus Merasa Khawatir tentang Dejavu?
Situs Web MD menjelaskan, dejavu mulai masuk tahap mengkhawatirkan apabila kita mengalami hal-hal berikut.
- Dejavu terjadi ketika kita mengalami kejang temporal atau masalah neurologis.
- Kejang yang terjadi lebih dari 5 menit.
- Kita kesulitan mengendalikan napas setelah kejang.
- Memiliki masalah kesehatan yang cukup berat seperti diabetes.
- Jika dejavu terjadi saat kita sedang hamil.
- Jika dejavu membuat kita menyakiti diri sendiri secara fisik.
Dejavu Menurut Psikolog
Fenomena dejavu turut dijelaskan psikolog klinis dan forensik Dra A Kasandra Putranto dari Kasandra & Associates. Dejavu ternyata lumrah terjadi dan bisa dijelaskan secara ilmiah.
Apakah dejavu normal terjadi?
Kasandra mengungkapkan hasil survei yang dilakukan Obringer pada 2006 tentang dejavu. Sebanyak 60-70 persen orang pernah mengalami dejavu karena dipicu pemandangan atau suara yang familier.
"Dejavu paling sering terjadi pada orang berusia antara 15-25 tahun. Namun, seiring bertambahnya usia, fenomena tersebut cenderung menurun. Kebanyakan orang juga mengalami dejavu pada malam hari," jelas Kasandra.
Kasandra menyebutkan, dulunya dejavu dipercayai sebagai suatu fenomena paranormal atau mistis. Namun ternyata dejavu bisa dipengaruhi hal sederhana misal kelelahan dan stres.
Dua kondisi tersebut bisa mempengaruhi memori jangka panjang dan jangka pendek seseorang. Dejavu juga dapat dipengaruhi keseimbangan produksi hormon dalam tubuh, yang berefek pada fungsi tubuh.
"Kelebihan jumlah dopamin juga terlibat dalam pengalaman dejavu," lanjut Kasandra.
Apa tanda yang membedakan dejavu atau fenomena lain?
"Penelitian oleh Cleary dan Claxton pada 2018 menyatakan bahwa dejavu terjadi ketika memori saat ini menyerupai memori situasi yang terjadi sebelumnya. Jika ada banyak tumpang tindih antara unsur-unsur situasi baru dan lama, kita akan mendapatkan perasaan familier yang kuat," jelas Kasandra.
Dari penelitian itu pula, Kasandra mengungkapkan dejavu tidak selalu berkaitan dengan peristiwa positif atau negatif. Fenomena dejavu bisa terjadi hanya karena adanya kesamaan peristiwa yang sedang berlangsung dengan informasi yang sudah tersimpan dalam memori otak.
Bagaimana proses terjadinya dejavu?
Kasandra menjelaskan terjadinya dejavu menggunakan teori recognition memory. "Yaitu tipe memori yang memungkinkan seseorang untuk menyadari bahwa dirinya sedang mengalami kejadian yang sudah dialami sebelumnya, seperti mendengar lagu yang familier di TV," katanya.
Otak manusia berfluktuasi antara dua tipe memori, yakni recollection atau mengingat kembali dan familiarity atau kesamaan. Secara sederhana, dejavu paling banyak dipengaruhi oleh familiarity, yakni ketika otak manusia mengenali dan menghubungkan stimulus-stimulus saat kejadian saat ini dengan memorinya.
Demikian penjelasan lengkap mengenai dejavu. Jadi, dejavu bukan terjadi karena hal-hal gaib atau mistis. Selama tidak mengganggu, dejavu masih wajar dialami dan tidak menandakan adanya masalah pada tubuh kita. Semoga bermanfaat!
(des/row)