Penggunaan kondom di Kota Bandung cukup banyak. Berdasarkan data, selama 9 bulan pada 2021, 8 ribuan kondom dipakai warga Bandung setiap bulannya untuk program pendukung Keluarga Berencana (KB).
Angka ini merupakan akumulasi yang diperoleh detikJabar dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) melalui laman open data Kota Bandung. DPPKB mencatat, dari total 301.057 peserta aktif KB, sebanyak 8 ribuan kondom telah digunakan setiap bulan sepanjang Januari hingga September 2021.
Adapun rinciannya yaitu pada Januari sebanyak 8.406 kondom, Februari 8.469 kondom, Maret 8.550 kondom dan April 8.534 kondom. Kemudian pada Mei sebanyak 8.558 kondom, Juni 8.709 kondom, Juli 8.876 kondom, Agustus 8924 kondom, serta pada September sebanyak 8.949 kondom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbicara soal penggunaan kondom, pengalaman menarik datang dari Agus Ramdani (29). Ia sudah empat tahun berprofesi sebagai pengemudi ojek online (ojol). Agus memilih profesi ini setelah habis kontrak dari pekerjaannya di gudang barang elektronik di kawasan Cimahi.
"Sudah empat tahun kerja ojol, sebelumnya bekerja di Miyako bagian gudang di Cimahi. Keluar karena habis kontrak, di sana bekerja sudah dua tahun," kata Agus ditemui di sekitaran Jalan Anggrek, Kota Bandung, Sabtu (30/7/2022).
Agus mengisahkan, selama menjadi ojol ia kerap mendapatkan pesanan di luar aplikasi. Bahkan ada yang nitip dipesankan alat kontrasepsi hingga obat kuat.
"Ada rokok, kondom, tisu magic dan obat kuat juga ada. Biasanya order pas pesan Go-Food, chatting-nya 'bisa nitip kondom atau jamu dan obat kuat'," ungkapnya.
Order di luar aplikasi kerap ia terima. Yang penting Agus memiliki uang lebih sebagai 'dana talang'. Biasanya barang-barang pesanan tersebut dibelinya di minimarket atau toko jamu.
"Beli di minimarket paling mahal bisa sampai Rp 50 ribu. Miras pernah, kondom dan tisu magic juga ada," ucapnya.
Lalu ke mana biasanya Agus mengantar barang-barang tersebut? "Dianterin ke hotel, ke kosan. Tapi kebanyakan ke hotel," tuturnya.
Agus menambahkan, ia juga kerap mendapatkan uang tambahan dari jasa sampingannya itu. "Ada tambahan, biasanya Rp 15-20 ribu, tergantung pemberian saja," ujarnya.
Pasang-surut dan Menikmati Profesi
Agus yang merupakan warga Cicadas, Kota Bandung ini mengaku pernah merasakan pasang surutnya penghasilan sebagai ojol.
Ia menyebut, sebelum pandemi penghasilannya cukup lumayan. Akan tetapi penghasilannya turun drastis saat pandemi dan baru naik lagi akhir-akhir ini.
"Pas pandemi kurang dibanding sebelum pandemi, sekarang sudah normal lagi alhamdulillah. Sebelum pandemi Rp 200 ribu per hari, pas pandemi paling Rp 80 ribu. Sekarang naik lagi di atas Rp 150 ribuan," ujar pria yang memiliki anak berumur empat tahun itu.
Agus mengatakan, ia memilih bekerja sebagai ojol karena tidak memiliki pekerjaan lain. Namun, ia mengaku menikmati profesinya saat ini.
"Saya suka dengan pekerjaan ini dan memang tidak memiliki pekerjaan lain," pungkasnya.
(wip/ors)