Tawuran antarkelompok pelajar kerap terjadi di Kota Sukabumi. Dalam catatan detikJabar, ada tiga peristiwa tawuran yang terjadi baru-baru ini.
Mulai dari yang dapat dicegah pihak kepolisian hingga tawuran yang menyebabkan korban luka parah. Aksi gagah-gagahan itu bukan hanya meresahkan, tapi juga membahayakan. Lantas apa dugaan penyebab maraknya tawuran di Sukabumi?
Kriminolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yesmil Anwar berpandangan, maraknya aksi tawuran pelajar atau kenakalan remaja itu karena mereka 'haus' akan eksistensi hingga mengekspresikan diri dengan cara tak tepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau tawuran itu lebih murni memperlihatkan kejagoan, identitas, gaya. Mereka mencari identitas dan dibagikan ke grup-grup yang sebaya. (Mereka beranggapan) aing mah hebat (saya hebat)," kata Yesmil saat dihubungi detikJabar, Rabu (8/6/2022).
Menurutnya, istilah kenakalan remaja yang awalnya disematkan pada tindakan tawuran, kini dapat beralih menjadi tindakan kejahatan dengan kenakalan remaja jika para anak muda tersebut membawa senjata tajam, menggunakan obat-obatan, atau hingga menjatuhkan korban. Kalangan remaja tersebut juga terkadang berkumpul bersama orang dewasa yang melakukan tindakan menyimpang.
"Tawuran (pelajar) juga pertentangannya rata-rata bukan karena motif orang dewasa seperti ekonomi, habitualis, atau memang cari makan dari sana (premanisme). Tapi kan dia (anak muda) suka bersentuhan juga dengan orang dewasa, jadi tertarik melakukan kejahatan," ujarnya.
"Remaja itu senang identitas, kelihatan lebih kuat di dalam kelompok. Itu semua kan motif yang tidak bisa digolongkan kejahatan dari segi sebab-menyebabnya," tambah Yesmil.
Pada kasus tawuran ini, dia berpandangan tindakan kenakalan remaja tak terlalu diperhatikan oleh berbagai pihak. Akhirnya penanganan terakhir di kantor polisi.
"Sekarang orang enggak terlalu menyentuh kenakalan remaja. Padahal kalau kita ngomong akibatnya doang urusan ini hanya urusan polisi. Polisi bukan sumber, tapi muara. Polisi penindakan, sumbernya di pencegahan," paparnya.
Menurutnya, remaja harus diarahkan produktif dalam hal lain. Pihak sekolah, tokoh agama, tokoh maayarakat hingga tokoh politik harus ikut terlibat.
"Melihat proporsional sesuai dengan kondisi dia, remaja harus diperlakukan remaja. Yang paling jelas sekolah, umumnya tawuran kan dari sekolah, yang paling berani, paling kuat," ucapnya.
"Sekolah lembaga kedua setelah rumah. Polisi juga bisa masuk ke pencegahan dengan cara melakukan penyuluhan. Jadi bukan hanya penindakan," tutup Yesmil.
(ors/ors)