Fajar Nugraha (16), pelajar asal Garut yang sebelumnya terancam gagal masuk ITB kini bisa bernapas lega usai diusulkan menerima beasiswa. Usai kisahnya mencuat dan menjadi perbincangan masyarakat Garut, pria asal Desa Ciburuy, Bayongbong ini mengaku kerap mendapat telepon dari orang yang tak dikenalnya.
Orang-orang tersebut, kata Fajar mengaku bersimpati dengannya. Mereka disebut Fajar hendak memberikan bantuan. Ia mengatakan, dari sekian banyak orang yang menghubunginya, hanya sedikit pihak yang merealisasikan bantuan.
"Ada yang bilang mau ngasih bantuan," kata Fajar kepada wartawan di rumahnya, Rabu (1/5/2022) siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada yang cuman nanya-nanya. Kayak anak siapa, rumah dimana," ujar Fajar menambahkan.
Fajar mencuri perhatian usai diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB). Bagi sebagian orang, hal itu biasa saja. Namun tidak untuk Fajar yang terlahir dari keluarga tak mampu.
Fajar mengaku bingung sekaligus sedih saat mengetahui dirinya diterima di ITB. Sebab, Fajar mengaku hal tersebut adalah impiannya.
"Di satu sisi saya juga tahu enggak mungkin saya masuk karena enggak punya uang," ujar Fajar.
Fajar sendiri akhirnya bisa bernapas lega. Usai pihak ITB memastikan Fajar diusulkan sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Dengan demikian, Fajar diketahui bisa berkuliah secara gratis hingga selesai.
Fajar juga diketahui sudah dipanggil Kementerian Agama. Pihak Kementerian Agama kemudian berjanji akan memberikan laptop dan uang pembinaan kepada Fajar. Namun, hingga saat ini Fajar belum menerimanya.
![]() |
Fajar menambahkan, selain hal tersebut, banyak pihak yang menjanjikan bantuan lainnya. Salah satunya adalah perbaikan rumah.
"Sampai saat ini belum ada realisasi," ujarnya.
Tak Pernah Dapat Bantuan
Fajar hidup bersama ibunya, Elin dan ayah tirinya Yudi serta seorang adiknya di rumah gubuk sederhana di kawasan Desa Ciburuy, Bayongbong. Keluarga tersebut berada di garis kemiskinan. Yudi diketahui bekerja sebagai buruh bangunan. Sedangkan Elin ibu rumah tangga.
Kondisi tersebut yang menyebabkan Fajar sebelumnya harus mengubur mimpi untuk meneruskan perjuangan menuntut ilmu di perguruan tinggi. Padahal, dia diterima di sejumlah perguruan tinggi favorit. Selain ITB, dia juga diketahui berhasil masuk ke UIN Sunan Gunung Djati dan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Ibu Fajar, Elin mengaku sebelumnya sempat melarang Fajar untuk melanjutkan kuliah. Sebab, dia menyadari tak memiliki biaya untuk mendukung Fajar.
"Kalau makan bisa. Tapi kalau untuk itu (kuliah), kita tidak memiliki kemampuan," kata Elin.
Elin mengatakan, yang lebih memilukan, mereka baru sekali mendapatkan bantuan sosial (Bansos) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Enggak pernah. Pernah dapat satu kali bantuan dari Pak Ridwan Kamil. Itu pun dibagi dua," katanya.
Hal tersebut terjadi karena Elin tidak terdaftar masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Padahal, kata Elin, dia sudah berupaya menguruskannya ke pihak Desa.
"Sudah satu tahun sampai sekarang belum jadi," ujar Elin.
Elin berharap agar anaknya bisa membawa perubahan bagi keluarga. Dia ingin, Fajar tumbuh besar menjadi orang yang bermanfaat dan bisa mengangkat derajat keluarga.
"Saya juga campur aduk. Senang sekali anak saya bisa masuk kuliah. Tapi saya juga tahu saya enggak bisa apa-apa," ujar Elin.
(yum/yum)