Yanto Rukmana tumbuh dan dibesarkan dengan pendidikan militer. Koordinator Keamanan Dalam (Kamdal) Gedung Sate itu merupakan anak dari pensiunan TNI Angkatan Udara (AU). Kedisiplinan adalah prinsip hidup Yanto.
Kedisiplinannya itulah yang menjadikan Yanto sebagai salah satu atlet berprestasi, tepatnya pada era Gubernur Jabar Raden Nana Nuriana. Hingga akhirnya Yanto dipercaya sebagai penjaga gedung bersejarah yang menjadi ikon Kota Bandung.
Di pos keamanan Gedung Sate, Yanto yang mengenakan setelan hitam-putih lengkap dengan pin logo panji Korpri itu menjelaskan perjuangannya mengharumkan Jabar di bidang olahraga. Yanto adalah mantan atlet lari Jabar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum jadi atlet lari, saya dulu pengin jadi pemain Persib Bandung. Tapi susah, akhirnya memilih menggeluti olahraga lari," kata Yanto sembari tertawa.
Impian Yanto memang gagal berseragam Persib Bandung. Saat itu, Yanto masih duduk di bangku SMP. Yanto mengalihkan mimpinya. Ia mulai aktif latihan sebagai atlet lari pelajar.
"Saya waktu itu mencoba ikut lari maraton, tahun 1983. Baru keluar SMP. Lama-lama senang lari," ucap Yanto.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Yanto yang saat itu aktif mengikuti gelaran lari maraton, tiba-tiba mendapat informasi tentang seleksi atlet Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jabar tahun 1988.
"Saya lolos seleksi dan memperkuat tim Kabupaten Bandung," kata Yanto.
Porda Jabar 1988 merupakan gelaran olahraga terbesar yang pertama kali diikuti mantan atlet yang kini jadi PNS itu. Awalnya Yanto direncanakan turun di nomor 10.000 meter. Namun, ia dialihkan ke nomor 3.000 meter steeplechase atau olahraga atletik kategori lari dengan halang rintangan.
"Ternyata berat. Saat itu saya gagal raih medali. Hanya mampu di posisi empat," ungkapnya.
Yanto rupanya masih memendam asa setelah gagal di Porda Jabar 1988. Sayangnya, ia gagal tampil di Porda Jabar 1992. Saat itu, ia fokus memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Setelah itu saya diikutsertakan acara Tri Lomba Juang tahun 1995," ucap Yanto.
Tri Lomba Juang merupakan gelaran olahraga lima tahunan yang digagas era Presiden Soeharto. Tahun 1995, merupakan gelaran terakhir Tri Lomba Juang. Ada tiga cabang olahraga yang dilombakan, salah satunya lari.
"Pertandingannya antarprovinsi. Jabar waktu itu dapat perunggu. Saya ikut tiga nomor, nomor lari 17 kilo, 8 kilo dan jalan cepat 5 kilo," kata Yanto.
Setelah berhasil membawa pulang perunggu, Yanto mendapatkan tawaran bekerja sebagai Kamdal di Gedung Sate. Yanto pun mengamini. Apalagi, kebetulan saat itu ia masih menganggur.
"Tahun 97 mulai menjadi pegawai kontrak," jelas mantan atlet yang berusia 53 tahun itu.
Sementara slain menjadi atlet, Yanto di masa muda juga sempat menjadi wasit dan juri cabor atletik.
![]() |
Cerita di Gedung Tua
Yanto memang 'legenda hidup' petugas keamanan di Gedung Sate, gedung tua bersejarah yang merupakan aset negara. Yanto bertanggung jawab atas keamanan di dalam Gedung Sate.
Selama menjadi petugas keamanan, Yanto mengaku mendapatkan banyak cerita hidup yang sulit dilupakannya. Salah satu soal demo besar-besaran yang dilakukan kalangan buruh dan mahasiswa pada 1998 di Gedung Sate.
"Itu luar biasa. Demo besar-besaran. Terus, kalau demo ribut kan yang pertama dimintai keterangan adalah petugas keamanan," ucap Yanto.
Selain itu, Yanto juga mengaku banyak mengalami kejadian mistis selama bertugas di Gedung Sate. Ia merasakan hal-hal gaib. Salah satunya adalah kehadiran 'penjaga' di tersebut.
"Pernah dengar orang jalan baris-berbaris. Melihat bayangan. Kalau lihat langsung tidak. Namanya juga gedung tua. Pasti ada, tapi tergantung iman kita," kata Yanto.
Namun, hal itu bukan masalah baginya. Ia hanya fokus menjalankan tugas sebaik-baiknya. "Saya di sini bertugas menjaga aset. Saling menghargai saja," pungkas Yanto.
(sud/ors)