Yanto Rukmana salah satu nama tesohor di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar). Ia salah seorang pegawai Pemprov Jabar yang hafal sejarah setiap sudut Gedung Sate.
Pria berusia 53 tahun itu begitu ramah saat ditemui detikJabar. Yanto, sapaan akrabnya, saat itu tengah sibuk bertugas memantau kerja para petugas keamanan dalam (Kamdal) Gedung Sate. Yanto sendiri dipercaya menjadi koordinator keamanan di Gedung Sate.
"Totalnya ada 378 anggota sekuriti yang tugas di Gedung Sate," kata Yanto sembari menunjuk salah seorang petugas keamanan yang berjaga di pos depan Gedung Sate.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari itu, Yanto tengah memantau situasi di bagian depan Gedung Sate. Ia mengenakan seragam putih-hitam. Setelan PNS setiap hari rabu. Ayah dua anak itu diangkat menjadi PNS sebagai petugas keamanan pada 2007.
Menjadi abdi negara tak pernah ada dalam pikiran Yanto. Sebelumnya, Yanto bekerja sebagai petugas keamanan dengan perjanjian kontrak pada 1997. Lebih dari 10 tahun Yanto berstatus pegawai kontrak. Namun, kini ia bersyukur karena sudah berstatus PNS.
"Saya tak punya pikiran bercita-cita jadi PNS. Dulu saya atlet (lari)," ungkap Yanto seraya tersenyum.
Ia tak menyangka dengan perjalanan karier kepegawaian. Ia diangkat menjadi abdi negara menjelang masa Jabatan Gubernur Jabar Danny Setiawan berakhir. "Kalau mulai kerja di sini mah sejak 1995. Dikontrak 1997. Pendidikan untuk keamanan waktu itu dua bulan di Pusdik Intel," ucap Yanto.
Pemandu Wisata
Dari masa Gubernur Jabar Raden Nana Nuriana hingga Ridwan Kamil, semangat Yanto tak pernah luntur untuk tetap menjaga gedung bersejarah itu. Yanto tetap getol berkeliling dan belajar tentang sejarah setiap sudut Gedung Sate.
"Dulu saya 24 jam itu menjaga. Karena belum ada sistem. Pas eranya Gubernur Aher (Ahmad Heryawan), tahun 2012 mulai ada outsourcing (alih daya). Saya akhirnya ditarik ke dalam jadi Koordinator Kamdal," jelas Yanto.
Awalnya, Yanto merapal pelan-pelan tentang sejarah Gedung Sate, ikon Kota Bandung yang dibangun pada 1920. Saat itu pemerintahannya masih di bawah naungan Hindia Belanda. Proses pembangunan Gedung Sate memakan waktu empat tahun.
Yanto belajar sejarah tentang Gedung Sate dari salah seorang pegawai. Pengetahuannya tentang Gedung Sate membuatnya berani memandu tamu dan wisatawan ketika berkunjung.
Apalagi, Yanto juga terus mendalami berbagai hal seputar Gedung Sate. Hingga akhirnya, ia hapal Gedung Sate hingga hal-hal detailnya. Jika Anda tak percaya, silakan tanya apa saja seputar sejarah Gedung Sate padanya, biasanya akan dijawab dengan lugas.
"Namanya Pak Yoga, dulu di Humas. Sudah pensiun orangnya. Sudah mulai bisa akhirnya jadi tour guide," ucap ayah dua anak lulusan SMA Pasundan itu.
Yanto mulai berani menjadi pemandu wisata sejak 2008. Menjadi pemandu wisata merupakan pekerjaan sampingan baginya. Selain itu, Yanto mengaku bahagia bisa memberikan informasi bagi para wisatawan.
![]() |
Layani Tamu Eropa
Yanto tak merasa puas. Setelah ia paham sejarah Gedung Sate dan mampu melayani tamu maupun wisatawan lokal, Yanto mulai belajar bahasa Inggris. Ia punya misi agar bisa melayani tamu Eropa.
Pelan-pelan Yanto merapal diksi bahasa Inggris di kamus. Ia juga selalu memperhatikan laku dan ucapan tamu dari Eropa atau wisatawan mancanegara lainnya. Yanto berhasrat agar bisa memandu wisatawan asing. Sudah tak terhitung wisatawan asing yang pernah dilayani Yanto. Namun, bapak dua anak ini tetap merendah.
"Belajar bahasa Inggris secara otodidak. Ya bahasa Inggris saya masih banyak yang enggak jelas juga. Pasif lah ya masuknya," ucap Yanto sembari mempraktikkan gaya berbahasa Inggris.
Yanto mempraktikkan berbahasa Inggris saat menyapa hingga melayani tamu Eropa. Kemampuan bahasa Inggris yang ia dapat secara otodidak adalah bukti bahwa Yanto seorang pekerja keras. Sembari menjaga, ia juga tak lupa merapal kata di kamus.
"Saya bawa kamus ke mana-mana waktu itu. Saya juga selalu minta maaf ke bule, ya menjelaskan kalau bahasa Inggris saya kurang bagus," ucap Yanto.
Yanto bersyukur bisa berbahasa Inggris. Sebab, anak dari seorang purnawirawan TNI itu mengaku bangga bisa menjelaskan Gedung Bersejarah di Indonesia menggunakan bahasa Inggris.
"Meski tidak kursus, saya merasa beruntung bisa bertemu dan mengobrol dengan orang Eropa yang datang ke sini. Kalau bahasa itu harus digunakan. Jadi saya gunakan terus," ucap Yanto.
(sud/ors)