Suara takbir menggema di seluruh pelosok Kabupaten Sumedang menyambut datangnya Idul Fitri 1443 H/2022. Tidak terkecuali di sebuah dusun yang berada di dasar jurang Cadas Pangeran, tepat di bawah Jalan Raya Bandung-Cirebon.
Dusun itu bernama Dusun Ciseda, Desa Cimarias, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Lokasinya berada di seberang aliran Sungai Cipeles atau sebuah aliran sungai yang memisahkan antara lereng Cadas Pangeran dengan pemukiman warga.
Sebuah dusun yang hanya dihuni oleh puluhan Kepala Keluarga (KK) serta hanya berdiri puluhan unit rumah saja. Detikjabar pun berkesempatan menangkap momen malam takbiran di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jauh dari riuhnya keramaian kota, suasana syahdu lebih terasa saat gema takbir dan tabuhan bedug memecah kesunyian di perkampungan itu. Bahkan, deru kendaraan yang melintas pun seolah lindap ditelan pepohohan yang mengelilingi tebing Cadas Pangeran.
![]() |
Seperti kebanyakan umat Islam di Indonesia, laki-laki dari mulai anak-anak hingga orang tua di Kampung Ciseda pun biasa mengisi malam Idul Fitri dengan berkumpul di sebuah masjid sambil mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid hingga sampai tiba waktu salat subuh.
"Biasanya takbiran ini bergantian, pertama orang tua dulu yang mengumandangkannya lalu kemudian para remajanya sampai nanti hingga shalat subuh tiba," ungkap Ape Mahfudin selaku ketua RT setempat kepada detikjabar, Minggu (1/4/2022) malam.
Namun, sambung Ape, ada satu tradisi dimana saat menjelang pertengahan malam, para remajanya biasanya akan berkeliling mengambil sedekah makanan ke tiap-tiap rumah warga yang nantinya dimakan bersama di masjid.
Tradisi tersebut, sambung dia, telah berlangsung secara turun temurun sejak dulu kala. "Makanannya bisa apa saja entah itu cemilan atau pun nasi yang nantinya kita makan juga sama-sama di masjid ini," terangnya.
Saat itu di dalam masjid pun telah tampak sebuah nasi tumpeng dan beberapa cemilan. Suasana hangat begitu terasa diantara warganya.
"Biar pun warganya sedikit, tapi kekompakan antar warga selalu terjaga," ujar Ape.
![]() |
Ia menjelaskan, Kampung Ciseda telah berdiri sejak dulu bahkan sebelum masa kolonial Belanda. Kampung Ciseda terbagi menjadi dua, yakni kampung Ciseda satu dan Kampung Ciseda atas.
"Jadi dulu saat ada longsor di Cadas Pangeran, pemukiman warga menjadi terbagi dua, sebagian ada yang tinggal diatas di daerah perum dan sebagian lagi tinggal di daerah sini (Ciseda Satu)," tutur dia.
Kampung Ciseda satu, saat ini dihuni oleh sekitar 20 KK dengan jumlah rumah ada 22 unit. "Untuk KK ada sekitar 20 KK berikut dengan yang jompo dan rumah jumlahnya ada 22 unit dan dua diantaranya kosong," tuturnya.
Warga Kampung Ciseda tidak mengenal tradisi mudik lantaran tempat warga mencari nafkah tidak jauh dari sekitaran Kabupaten Sumedang. Mereka rata-rata berprofesi sebagai petani, pekerja proyek atau buruh bangunan.
"Jadi warga Ciseda tidak ada yang mudik karena paling jauh kerjanya di Kota Bandung atau di Kabupaten dan kota sekitaran Sumedang," pungkasnya.
(ors/ors)