Ponpes di Kawasan Hiburan Malam: Dulu Ditentang, Kini Disayang

Ponpes di Kawasan Hiburan Malam: Dulu Ditentang, Kini Disayang

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 11 Apr 2022 10:55 WIB
Ponpes Tarbiatul Aulad.
Ponpes Tarbiatul Aulad (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Perjalanan menebar syiar islam di tengah kawasan hiburan malam (THM) tidak semudah membalikkan telapak tangan, jatuh bangun, pahit getir dirasakan oleh kiai Khudori, pendiri Pondok Pesantren Tarbiatul Aulad .

Soal pemasangan papan nama pondok di pinggir ruas jalan saja sudah mendapat pertentangan dari lingkungan sekitar. Hal itu diceritakan Bebey, Ketua RT 04 RW 02, Kampung Cibolang Baru, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.

"Awalnya banyak yang komplain, seperti pemasangan plang di depan itu saya yang pasang. Yang komplain ini bilang Pak Rt plang ini mengganggu, saya juga Islam di KTP jadi karagok (canggung) kalau ada tamu, sehingga enggak jadi masuk (ke kawasan THM)," kata Bebey kepada detikJabar, Senin (11/4/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bebey mengakui banyak perubahan selepas berdirinya Ponpes Tarbiatul Aulad, menurutnya ada perbedaan mencolok antara sebelum dan sesudah berdirinya ponpes di kawasan tersebut.

"Suara musik awalnya tidak terkontrol waktunya, dulu musik biasa diputar non stop sekarang ada jeda-jeda waktu seperti malam Jumat enggak ada musik. Tamu - tamu juga yang biasa banyak berkurang," kata Bebey.

ADVERTISEMENT

Ponpes Tarbiatul Aulad.Ponpes Tarbiatul Aulad. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Kekuatan Ikhlas Menebar Ilmu

Meski membawa perubahan bagi lingkungan sekitar, Ponpes Tarbiyatul Aulad masih terus berjuang hingga saat ini. Banyak santri terus berdatangan, padahal pihak ponpes sendiri hanya mengandalkan dua orang pendidik yakni kiai Khudori pendiri Ponpes dan Abah Mamat, warga setempat yang berprofesi sebagai tukang sol.

"Mungkin ya namanya juga masih berdiri dua tahun, masih benar-benar perjuangan. Justru keajaiban Allah itu dirasakan saat-saat ini, bagaimana banyak santri yang berdatangan tergerak untuk belajar di tempat kami. Santri banyak sementara tenaga pengajar masih terbatas, selain saya ada Pak Wawan biasa saya panggil Abah beliau ini tukang sol yang menjadi tenaga pengajar membaca Al Quran," kata kiai Khudori.

Tidak ada pungutan biaya untuk para santri yang mengenyam ilmu di ponpes tersebut, hal itu juga berdampak pada kekuatan ikhlas pengajar yang bersedia membagikan ilmu tanpa dibayar.

"Tidak ada gaji, sudah berdiri bangunan pesantren di tempat ini saja saya sudah bersyukur. Abah Wawan juga sependapat dengan saya, beliau mengajar malam setelah pulang berkeliling menjadi tukang sol," ujar Khudori.

Abah Wawan sependapat dengan kiai Khudori, ia mengaku tidak menerima upah dari membagikan ilmunya. Ia hanya tinggal membagi waktu antara menjalankan pekerjaannya sebagai tukang sol dan mengajar Alquran.

"Profesi saya tukang sol, berkeliling ke kampung-kampung saya membantu pak ustaz setiap malam mengajar ngaji Alquran kepada santri yang belum paham kitab. Sepulang ngesol, habis magrib, atau pukul 18.30 WIB. Tidak digaji ikhlas, saya mengajar 60 anak kecil kebanyakan, kalau Ramadan dimulai usai Salat Asar sampai pukul 17.00 WIB," ujar Abah Wawan.




(sya/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads