Cerita Sahur dan Buka Puasa dari Lautan Lepas

Cerita Sahur dan Buka Puasa dari Lautan Lepas

Aldi Nur Fadillah - detikJabar
Selasa, 05 Apr 2022 18:00 WIB
Suasana di Pantai Katukaras.
Suasana di Pantai Katukaras. (Foto: Aldi Nur Fadillah/detikJabar)
Pangandaran -

Para nelayan di Pantai Batukaras, Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran tetap melaut seperti biasa saat Ramadan.

Tanpa mengenal Ramadan atau bukan, para nelayan bergelut di tengah gelombang ombak besar dan cuaca yang tak menentu.

"Kalau Ramadan biasanya berangkat pukul 16.00 WIB sore, sambil ngabuburit," kata Nanang Arifin salah seorang nelayan di Batukaras, kepada detikJabar. Selasa (5/4/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Buka puasa pun harus dilakukan di laut lepas. Setiap waktu berbuka puasa tiba, Nanang kerap membuka rantang berisi bekal makanan dari istrinya. Sesuap demi sesuap makanan berusaha ia nikmati meski tak ada keluarga di sampingnya.

Nanang mengatakan, pergi melaut bukan hal mudah. Namun, hal ini tetap dilakukan demi menafkahi keluarga. Ia lalu bercerita soal kegiatan sahur di tengah laut. Sebab, ia biasanya baru selesai melaut menjelang azan subuh.

ADVERTISEMENT

"Ngelaut pulangnya subuh, sekitar jam 04.00 WIB, menjelang azan subuh," ucapnya.

Suasana di Pantai Katukaras.Suasana di Pantai Katukaras. (Foto: Aldi Nur Fadillah/detikJabar)

Tak ada suara pertempuran alat masak dan aneka bahan makanan seperti yang biasa terjadi di dapur. Tak ada bau masakan menusuk hidung yang menggugah selera. Yang ada hanya gelap berbalut penerangan seadanya.

Begitu suasana di tengah perairan Pangandaran yang kerap dirasakan Nanang, pria yang sudah puluhan tahun jadi nelayan. Buka puasa dan santap sahur di tengah laut sudah mewarnai hari-harinya setiap Ramadan.

Berlayar selama puluhan tahun, Nanang masih menjalankan sahur di tengah laut. Kadang-kadang, menurut Nanang, hidangan untuk sahur adalah makanan sisa buka puasa.

"Kalau dapat ikan, kita masak di tengah laut dengan peralatan seadanya, itupun jika cuaca bagus. Karena perahu atapnya hanya cukup dua orang," kata Nanang.

Untuk mengetahui waktu buka dan sahur, Nanang mengandalkan alarm di HP-nya sebagai pengingat. Bersama sekan satu perahunya, Nanang biasanya saling mengingatkan dan jadi teman makan bersama di lautan.

"Satu perahu hanya muat untuk dua orang, jadi kita sebisa mungkin keduanya harus dalam kondisi fisik sehat," ucapnya.

Melawan dinginnya malam dan cuaca yang tak tentu, Perahu yang Nanang bawa hanya berbekalkan penerangan seadanya. Untuk makanan, selain yang dibawa dari rumah, ia mengandalkan hasil tangkapan.

"Sekadar masak ikan yang didapat dari hasil memancing, cukup untuk berdua. Hanya berbekalkan kompor kecil," ucapnya.

Berlayar sejauh 6 mil, Nanang sering mengalami badai angin, hujan gelap, penerangan seadanya. "Selama Ramadan tetap melaut, kecuali sudah cuaca buruk di awal. Kalau tiba-tiba di tengah laut cuaca buruk, kami hanya memberhentikan aktivitas saja," katanya.

Kini, Nanang terus berkutat dengan kegiatan hariannya sebagai nelayan. Di saat bersamaan, ia juga tetap berusaha menjalankan ibadah puasa.




(ors/bbn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads