"Lebih baik bergerak di usia tua, daripada diem nanti jadi penyakitan," ujar Esih.
Begitulah sepenggal kalimat dari Esih. Di usianya yang terbilang sudah senja, 51 tahun, perempuan asal Purwakarta itu tetap bersemangat turun ke jalan dengan kostum badut.
Berkostum tokoh serial kartun Ben 10, Esih dengan lincah bergerak mondar-mandir menghampiri pejalan kaki yang melintas di Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung. Sesekali, Esih pun menggerak-gerakkan tubuhnya untuk menjadi perhatian orang yang melintas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usaha Esih tak sia-sia. Beberapa pejalan kaki menghentikan langkahnya untuk sekedar tos, salaman, bahkan berfoto bareng. Tak jarang, pengunjung memberi uang sukarela langsung ke tangan Esih.
Sudah dua tahun ibu dua anak ini melakoni profesinya itu. Bukan materi yang Esih cari, melainkan kebahagiaan di usia senja.
"Buat ibu mah untuk hiburan. Zaman sekarang banyak orang sakit kalau diem. Ya daripada jenuh di rumah," ucap Esih saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
![]() |
Bukan materi yang Esih cari memang selaras dengan kehidupannya. Di kampung halamannya di Sadang Purwakarta, Esih terbilang mampu dengan memiliki sawah. Sebelum datang ke Bandung pun, Esih memang berprofesi sebagai petani.
Sementara di Bandung, Esih tinggal dengan anaknya. Sosok anaknya itu pula yang memiliki bisnis sewa kostum badut atau pakaian cosplay lainnya. Esih juga turut andil menanam modal di bisnis anak lelakinya itu.
Esih berujar, sang anak memang melarang dia untuk turun ke jalan, apalagi mengenakan kostum badut. Namun, Esih tetap memaksa.
"Di Purwakarta sudah enggak boleh sama anak ke sawah, jadi diajak pindah ke sini sambil nunggu cucu juga. Sebenernya anak ibu juga ngelarang ibu kayak gini, cuma ibu maksa. Ya ibu ingin menghibur diri sendiri saja sama orang lain. Ibu seperti ini enggak ada yang suruh, kemauan sendiri," tuturnya.
"Dibilang malu ya enggak malu, ikhlas saja. Yang ngasih atau enggak juga nggak apa-apa. Alhamdulilah, dengan seperti ini ibu jadi lebih sehat. Biasanya pegel diem di rumah, semenjak ke sini jadi lebih sehat saja," jelas Esih.
Esih turun ke jalan selepas kumandang azan zuhur. Tak lama Esih di jalan. Selepas azan ashar, Esih kembali lagi ke tempat tinggalnya yang tak jauh dari kawasan Asia Afrika.
"Ibu mah enggak lama-lama karena ini bukan pekerjaan buat ibu. Soalnya enggak mematok harus dapat berapa-berapa. Kalau sekiranya dapat uang cukup, ashar juga pulang. Kalau ibu mah cuma buat gerakin badan saja, kalau ada pemasukan ya buat makan aja cukup," katanya.
Bagi orang banyak, mungkin berdandan dengan kostum badut terkesan sulit. Namun bagi Esih, tak ada yang sulit. Toh Esih masih bisa leluasa bergerak meski harus menggunakan pakaian yang amat tebal.
"Kalau dibilang gerah ya gerah sih pakai ini. Tapi ibu ambil kostum yang simpel saja biar bisa gerak," tuturnya.
![]() |
Selama dua tahun melakoni aksinya ini, Esih bersyukur tak pernah mendapatkan rintangan. Rekan-rekan seprofesinya di kawasan Gedung Merdeka pun turut membantu.
Esih bercerita, menjadi badut di kawasan itu memang ada penanggung jawab atau koordinator. Esih menganggap hal itu wajar guna melindungi dia dan teman-temannya di jalanan.
"Kalau enggak ada yang ngurus, ibu juga takut hidup di jalan," ucapnya.
(dir/ors)