DKP Sukabumi Cium Indikasi 'Kebocoran' Solar untuk Nelayan

DKP Sukabumi Cium Indikasi 'Kebocoran' Solar untuk Nelayan

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Jumat, 18 Mar 2022 09:40 WIB
SPBUN di Sukabumi.
SPBUN di Sukabumi. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Bandung -

Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kabupaten Sukabumi menemukan indikasi 'kebocoran' pada penyaluran solar bersubsidi untuk nelayan. Jumlahnya mencapai 100 ribu liter.

DKP saat ini sudah melayangkan surat kepada KUD Mina Mandiri Sinar Laut selaku pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN).

Kepala Bidang Perikanan Tangkap pada DKP Sri Padmoko mengatakan, pihaknya sudah memberikan peringatan yang akan ditindaklanjuti pertemuan pekan depan dengan pihak pengelola dan investor yang menyalurkan solar untuk nelayan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang akrab disapa Moko itu mengatakan dugaan kebocoran itu diketahui saat nelayan yang mendapatkan rekomendasi pembelian solar dari SPBUN yang berada di area Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP), namun ternyata tidak terlayani.

"DKP memberikan surat rekomendasi untuk pembelian solar bersubsidi di SPBUN (kepada nelayan), namun masih ada nelayan yang belum terlayani. Harusnya data yang tercatat di saya di dalam tangki penampungan itu masih ada (solar), namun nyatanya kosong," ujar Moko, Jumat (18/3/2022).

ADVERTISEMENT

Moko menduga ada penjualan solar untuk nelayan kepada pihak luar yang tidak mengantongi rekomendasi. Rekomendasi sendiri dikeluarkan oleh DKP berdasarkan aturan BPH Migas No 17 tahun 2019. Aturan itu memberikan kewenangan kepada kepala UPT atau pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi baik kepada pihak pengelola SPBUN ataupun pihak nelayan.

"Yang pasti bukan nelayan penerima rekomendasi (yang membeli). (Namun) saya enggak bisa menuduh karena enggak ada bukti, (hanya) analisa saya saja. Jadi apakah ada penyalahgunaan rekomendasi yang wewenang saya nanti saya kasih peringatan tapi kalau ternyata bukan penyalahgunaan rekomendasi itu urusannya Aparat Penegak Hukum (APH)," jelasnya.

"Kalau enggak ada foto, enggak ada bukti, cuma ngomong dibawa jeriken, angkut mobil keluar, ketemu di Bagbagan, transfer, enggak bisa ngomong saya, karena bukan kewenangan saya," kata Moko.

Moko juga menjelaskan, persoalan itu sebenarnya sudah diketahui dari hasil audit BPK, ada 7 ribu liter over rekomendasi dilaporkan tahun 2021.

"BPK memberikan teguran karena alur administrasi sudah benar hanya ketidak cermatan. Pegang rekomendasi masa berlaku masih ada untuk penjualan padahal kuota sudah habis, kelebihan kuota dari rekomendasi," ucapnya.

"Terakhir sekitar tiga minggu lalu saya inspeksi ke lapangan saya temukan solar berbusa, artinya tangki sudah abis, padahal baru penebusan DO ternyata tangki kosong," ungkap Moko.

Moko menyebut hitungan rekomendasi DO solar adalah 1 DO sama dengan sekitar 16 ribu liter, sepanjang 2021 ia menemukan indikasi kebocoran sebanyak 100 ribu liter lebih. "Indikasi kebocoran sekitar 9 DO kurang lebih 100 ribu liter, dari kurun waktu tahun 2021 Januari sampai Desember," tandasnya.

Karena adanya sejumlah persoalan itu, pihak DKP mengeluarkan surat edaran, poin-poinnya antara lain, pihak SPBUN untuk tidak melayani pembelian BBM Bersubsidi tanpa melampirkan/menyerahkan Surat Rekomendasi Pembelian BBM Bersibsidi dari Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi, memeriksa secara detail sisa kuota dan rekomendasi yang telah diterbitkan oleh DKP, untuk tidak melayani pembelian BBM Bersubsidi apabila kuota yang tertera pada surat rekomendasi pembelian BBM bersibsidi telah habis dan terakhir membantu menginformasikan ke pengusaha, bahwa permohona pembuatan Surat Rekomendasi BBM Bersubsidi diajukan di akhir bulan untuk diterbitkan rekomendasi pembelian BBM setiap tanggal 1 setiap bulan.

Dihubungi terpisah, Kepala KUD Mina Mandiri Sinar Laut Maman Suparman selaku pengelola SPBUN mengaku belum menerima konfirmasi kaitan dugaan kebocoran itu dari pihak DKP.

"Saya baru konfirmasi dengan DKP. Kalau bicara kebocoran saya belum ada konfirmasi dengan DKP rencana akan menghadap ke sana, kebetulan saya lagi sakit enggak bisa kemana-mana sudah tiga hari," ungkap Maman.

Maman lebih jauh menjelaskan pihaknya mengacu kepada rekomendasi dari DKP untuk mendapatkan DO pengisian solar. Oleh karena itu Maman mengaku bingung dengan bahasa pihak DKP yang menyebut indikasi adanya kebocoran.

"Saya belum bisa memberikan informasi apa yang apa gitu ya kaitan kebocoran, sebab ada bahasa kebocoran saya bingung. Jadi baik penyaluran maupun permohonan mendapatkan alokasi semua itu-kan dari rekomendasi DKP," tutur Maman.

Maman juga membantah soal dugaan penjualan solar yang diduga tidak dijual kepada nelayan yang menerima rekomendasi. "Enggak juga kita melayani berdasarkan rekomendasi, kalau tanpa rekomendasi kita enggak bisa melayani malahan. Karena memang tugas saya begitu, menyalurkan (solar) kepada kapal nelayan yang mempunyai rekomendasi dari DKP," ungkapnya.

"Saya enggak berani, melakukan yang begitu ya kecuali ada pihak lain kita enggak tahu lah ya. Kita tetap menyalurkan minyak itu berdasar rekomendasi. Paling (ada) itu juga butuhnya hanya dua jeriken, itu belum mengarah kepada rekomendasi," sambungnya.

Soal temuan BPK, Maman menyebut hal itu kejadian yang lalu. Pihaknya juga sudah klarifikasi soal itu ke BPK. "Itu temuan BPK yang lalu, (saat itu) kita masih SDM kita masih kurang terkait sistem sehingga ada temuan dan itu juga sudah klarifikasi," pungkas Maman.




(sya/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads