Abu Thalhah al-Anshari, yang memiliki nama lengkap Zaid bin Sahl bin al-Aswad bin Haram bin Amr bin Malik bin an-Najjar al-Anshari al-Khazraji, adalah salah satu sahabat Nabi yang dikenal akan keteguhan imannya. Ia lebih masyhur dengan kun-yahnya, Abu Thalhah, dan menjadi teladan dalam keberanian serta kesetiaan pada Rasulullah SAW.
Ibunya bernama Ubadah binti Malik bin Adi bin Zaid, seorang perempuan yang juga dikenal dalam garis keturunan yang mulia. Sejak muda, Abu Thalhah tumbuh sebagai pribadi dermawan dan memiliki kedudukan penting di kalangan Anshar.
Di antara banyak kisah tentangnya, ada satu cerita yang sangat menarik dan sering dibahas oleh para ulama hingga kini. Yaitu kisah jasad Abu Thalhah yang tetap utuh meski telah berhari-hari wafat, menunjukkan kemuliaan seorang sahabat yang hidup penuh ketaatan dan pengabdian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah Abu Thalhah yang Jasadnya Utuh
Dikisahkan dalam buku Kisah teladan 20 Sahabat Nabi oleh Hamid Ahmad Ath-Thahir, Abu Thalhah al-Anshari adalah sahabat Nabi yang dikenal sebagai pengawal setia Rasulullah SAW.
Ia memiliki keberanian besar dan selalu berada di sisi Nabi dalam berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam.
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Thalhah mengisi hidupnya dengan amalan yang paling ia cintai, yaitu jihad dan puasa. Ia bahkan menjalankan puasa Dahr, yakni puasa terus-menerus sepanjang waktu kecuali pada hari yang diharamkan.
Orang-orang pada masanya mengatakan bahwa Abu Thalhah hampir tidak pernah berbuka setelah wafatnya Rasulullah SAW. Ia hanya meninggalkan puasa ketika sakit atau sedang dalam perjalanan jauh.
Amalan itu terus ia lakukan selama puluhan tahun, meski usianya semakin menua. Setelah kepergian Rasulullah SAW, Abu Thalhah masih hidup selama 40 tahun dan tetap menjaga amalan tersebut.
Pada masa kekhalifahan Utsman bin 'Affan, armada laut Islam dibentuk untuk menghadapi pasukan Romawi. Tanpa ragu, Abu Thalhah bergabung meskipun usianya sudah lanjut dan tenaga tidak lagi sekuat dulu.
Anaknya sempat menegurnya agar beristirahat karena perjuangan seumur hidupnya sudah sangat panjang. Namun Abu Thalhah menjawab dengan ayat Allah dalam QS At-Taubah ayat 41, yang memerintahkan berangkat berjihad dalam keadaan ringan maupun berat.
Dengan semangat itu, ia tetap memilih maju bersama pasukan muslimin menuju medan jihad. Baginya, selama tubuhnya masih kuat untuk melangkah, maka ia akan terus berada di jalan Allah SWT.
Namun di tengah perjalanan laut, Abu Thalhah wafat sebelum pasukan mencapai tujuan. Kematian itu datang dengan tenang, seolah menjemput seorang hamba yang siap bertemu Tuhannya.
Pasukan muslim berusaha mencari pulau terdekat untuk menguburkan jasadnya. Tetapi selama tujuh hari perjalanan, mereka tidak menemukan satu tempat pun yang dapat digunakan sebagai pemakaman.
Anehnya, meskipun tujuh hari berlalu, jasad Abu Thalhah tidak berubah sedikit pun. Tubuhnya tetap utuh dan tampak seperti orang yang sedang tertidur, tanpa tanda pembusukan.
Akhirnya, ketika mereka menemukan sebuah pulau, jasad Abu Thalhah dimakamkan di sana dengan penuh penghormatan. Keutuhannya selama berhari-hari menjadi bukti kemuliaan amalnya dan kedudukannya sebagai sahabat Nabi yang setia.
Kisah ini mengingatkan bahwa amalan yang dikerjakan dengan ikhlas akan meninggalkan jejak mulia, bahkan setelah seseorang wafat. Abu Thalhah menjadi contoh bahwa keteguhan hati dan pengorbanan di jalan Allah SWT selalu mendapat balasan terbaik dari-Nya.
(hnh/erd)












































Komentar Terbanyak
7 Adab terhadap Guru Menurut Ajaran Rasulullah dan Cara Menghormatinya
Hukum Memelihara Anjing di Rumah Menurut Hadits dan Pendapat 4 Mazhab
7 Doa Ampuh agar Nilai Ujian 100 dan Lulus dengan Hasil Terbaik