Salahuddin Al Ayyubi, Pemimpin Bijaksana yang Disegani Negara Barat dan Islam

Salahuddin Al Ayyubi, Pemimpin Bijaksana yang Disegani Negara Barat dan Islam

Hanif Hawari - detikHikmah
Kamis, 17 Okt 2024 05:45 WIB
Kisah Abu Thalhah yang patut menjadi teladan anak
Ilustrasi Salahuddin Al Ayyubi (Foto: Getty Images/iStockphoto/irayoflight)
Jakarta -

Kisah Salahuddin Al Ayyubi merupakan salah satu legenda paling terkenal dalam sejarah Islam, bahkan hingga ke dunia Barat. Salahuddin, yang dikenal sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah, dihormati sebagai pahlawan besar dalam Perang Salib karena keberaniannya dan kecerdasannya di medan perang.

Dalam buku Kilau Mutiara Sejarah Nabi yang disusun oleh Tempo Publishing, Amanda Mustika Megarani menyebutkan bahwa Salahuddin adalah tokoh yang berhasil merebut kembali Yerusalem untuk umat Islam setelah jatuh ke tangan kaum Nasrani, prestasi yang sebelumnya pernah dicapai oleh Umar bin Khattab RA.

Di mata orang Barat, Salahuddin, yang dikenal dengan nama Saladin, dianggap sebagai pemimpin yang adil dan berani, mencerminkan sifat-sifat ksatria sejati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keberhasilannya dalam Perang Salib tak hanya mengukir namanya dalam sejarah Islam, tetapi juga menjadikannya sosok yang dihormati oleh lawan-lawannya. Hingga kini, kisah Salahuddin Al Ayyubi tetap hidup sebagai inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia.

Biografi Salahuddin Al Ayyubi

Menurut buku Sejarah Perkembangan Islam di Mesir (Masa Khalifah Umar bin Khaththab Sampai Masa Dinasti Ayyubiyah) karya Husain Abdullah, dkk, Salahuddin Al Ayyubi lahir di Takriet, Irak, pada tahun 589 H (1137 M).

ADVERTISEMENT

Sejak kecil, Salahuddin dibesarkan di Damaskus, di mana ia menerima pendidikan agama Islam dan pelatihan militer di bawah bimbingan pamannya, Asaddin Syirkuh, seorang panglima perang dari Turki Saljuk.

Berkat keterampilan militernya, Salahuddin bersama pamannya berhasil merebut Mesir dan menggulingkan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiyah.

Atas kesuksesannya, ia diangkat menjadi panglima perang pada tahun 1169 M dan tidak butuh waktu lama bagi Salahuddin untuk memimpin Mesir dengan baik.

Salahuddin Al Ayyubi dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah, yang membuatnya dicintai oleh rakyatnya. Selain itu, keberhasilannya dalam memperkuat kekuatan militer membuat bangsa Eropa merasa segan dan waspada terhadapnya.

Negara-negara Eropa bahkan khawatir wilayah mereka akan ditaklukkan oleh Salahuddin, sehingga mereka sepakat untuk menghancurkan kekuasaannya dengan menyerang Mesir.

Di sisi lain, ketika Dinasti Fatimiyah mulai runtuh, Salahuddin melihat kesempatan untuk mendirikan Dinasti Ayyubiyah di atas reruntuhan tersebut. Dari sinilah masa keemasan Salahuddin dimulai, dengan pencapaian-pencapaiannya yang luar biasa dalam menyatukan dunia Islam, menjadi teladan yang patut diikuti.

Kisah Salahuddin Al Ayyubi dalam Perang Salib

Diceritakan dalam buku 55 Tokoh Dunia yang Terkenal dan Paling Berpengaruh Sepanjang Waktu karya Wulan Mulya Pratiwi, dkk, Salahuddin Al Ayyubi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan Perang Salib.

Persiapan tersebut tidak hanya mencakup strategi militer dan pelatihan fisik, tetapi juga persiapan spiritual yang sangat penting. Salahuddin memfokuskan upaya untuk memperkuat pertahanan dengan membangun benteng-benteng yang kokoh, menentukan perbatasan secara jelas, mendirikan markas-markas perang, dan mempersiapkan armada kapal terbaik. Selain itu, beliau juga mendirikan rumah sakit serta memastikan ketersediaan obat-obatan bagi pasukannya.

Meskipun sedang mengalami sakit keras, hal tersebut tidak memadamkan semangatnya untuk merebut kembali Yerusalem, tanah suci Nabi. Sebaliknya, penyakit tersebut malah memperkuat tekadnya.

Salahuddin memulai perjuangannya dalam pertempuran Hathin, di mana pasukannya yang berjumlah 63.000 prajurit menghadapi Tentara Salib. Dalam pertempuran ini, pasukan Salahuddin berhasil membunuh 30.000 musuh dan menawan 30.000 lainnya.

Perjuangan berlanjut di kota Al-Quds dan Yerusalem, di mana banyak dari pasukan Salahuddin yang gugur sebagai syuhada. Ketika Tentara Salib memasang salib besar di atas Batu Shakharkh, hal ini justru memicu semangat pasukan Salahuddin, yang akhirnya berhasil meraih kemenangan dalam Perang Salib kedua.

Menurut Karen Armstrong dalam bukunya Holy War: The Crusades and Their Impact on Today's World, yang diterjemahkan oleh Hikmat Darmawan, ketika Salahuddin Al Ayyubi membebaskan Palestina, ia tidak membunuh seorang pun dari pemeluk agama Kristen, bahkan tidak merampas harta benda mereka.

Salahuddin memegang teguh ajaran Islam yang melarang mengambil keuntungan dalam situasi sulit dan tidak mengajarkan balas dendam. Islam mengajarkan umatnya untuk memenuhi janji dan memaafkan kesalahan sesama.

Hingga saat ini, kisah Salahuddin tetap terkenal, dan ia dikenang sebagai tokoh penting dari Dinasti Ayyubiyah yang berperan besar dalam menyatukan dunia Islam.




(hnh/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads