Profil Gus Dur: dari Ulama, Presiden hingga Pahlawan Nasional

Profil Gus Dur: dari Ulama, Presiden hingga Pahlawan Nasional

Kristina - detikHikmah
Senin, 10 Nov 2025 14:01 WIB
Gus Dur
Gus Dur. Foto: Edy Wahyono
Jakarta -

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mendapat gelar pahlawan nasional bersama sembilan tokoh lainnya hari ini. Gus Dur disebut sebagai tokoh Jawa Timur bidang perjuangan politik dan pendidikan Islam.

Penganugerahan gelar pahlawan nasional dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto kepada ahli waris di Istana Negara, Jakarta, hari ini, Senin (10/11).

Profil KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur

Nama Gus Dur tidak asing dalam kancah agama maupun politik di Indonesia. Gus Dur adalah Presiden ke-4 RI yang menjabat setelah B.J. Habibie. Jauh sebelum menjadi pemimpin negara, Gus Dur dikenal sebagai ulama Nahdlatul Ulama (NU).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gus Dur adalah ulama kelahiran Jombang, Jawa Timur pada 7 September 1940 dengan nama Abdurrahman ad-Dakhil. Dia adalah putra KH Wahid Hasyim dan Nyai Solihah. Ayah Gus Dur pernah menjabat sebagai Menteri Agama di era Soekarno.

Menurut Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid yang ditulis Greg Barton, Gus Dur adalah cucu dari KH Hasyim Asy'ari (dari ayah) dan KH Bisri Syansuri (dari ibu). Kedua kakek Gus Dur adalah tokoh yang sangat dihormati di kalangan NU baik karena perannya mendirikan NU maupun posisinya sebagai ulama.

ADVERTISEMENT

Gus Dur kecil hidup berpindah-pindah. Ketika berusia empat tahun, dia diajak ayahnya ke Jakarta. Setelah Jepang menyerah, mereka kembali ke Jombang dan tinggal di sana selama revolusi berkecamuk. Mereka kembali lagi ke Jakarta pada Desember 1948 karena Wahid Hasyim masuk kabinet sebagai Menteri Agama.

Gus Dur belajar ilmu agama dari sang kakek, KH Hasyim Asy'ari. Ia mahir membaca Al-Qur'an sejak berusia 5 tahun. Gus Dur menempuh pendidikan formal dan belajar di pondok pesantren. Gus Dur pernah nyantri di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Pondok Pesantren Tegalrego Magelang, dan Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang. Tak hanya di Tanah Air, Gus Dur juga belajar ke Mesir, Irak, Belanda, Jerman, hingga Prancis.

Keilmuan Gus Dur tak diragukan. Ia menjadi salah satu ulama dan cendekiawan Indonesia yang produktif menghasilkan berbagai karya tulis. Beberapa buku tulisan Gus Dur membahas tentang Islam, pesantren, negara, hingga demokrasi.

Menurut buku Jejak Pemikiran Pendidikan Ulama Nusantara karya Siti Kusrini dkk, dari studi bibliografis, ada sekitar 493 tulisan Gus Dur sejak awal 1970-an hingga 2000-an. Karya-karya ilmiah itu terdiri dari buku, terjemahan, kata pengantar buku, epilog buku, analogi buku, kolom, artikel, dan makalah.

Di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Gus Dur menjabat sebagai Ketua Umum selama tiga periode dari 1984 hingga 1999. Pada 20 Oktober 1999, Gus Dur terpilih menjadi presiden dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ia memimpin Indonesia sekitar 2 tahun dan berakhir pada 23 Juli 2001 melalui pemakzulan MPR.

Di antara sumbangan terbesar Gus Dur untuk dunia pesantren sebelum menjadi presiden adalah keberhasilannya membangun image dan mengadvokasi bahwa dunia pesantren sangat terbuka dan pemikiran liberal subur di dalamnya tetapi tetap berakar pada tradisi keislaman, seperti dikatakan Irwan Suhanda dalam buku Perjalanan Politik Gus Dur.

"Lewat sosok Gus Dur dunia kiai dan pesantren yang berada di pinggiran secara kultural dan politis lalu masuk ke wilayah negara dan istana," jelas buku tersebut.

Kini, sosok Gus Dur tak hanya dikenal sebagai ulama dan mantan presiden, tetapi juga pahlawan nasional. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.




(kri/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads