Bid'ah adalah sesuatu yang tidak dicontohkan di zaman Rasulullah. Bid'ah sering kali dipahami sebagai sesuatu yang buruk dan harus ditinggalkan. Namun ternyata ada sejumlah pandangan berbeda dari ulama mengenai hal tersebut.
Dalam artikel ini akan kita ulas hal-hal mengenai bid'ah, mulai dari pengertian, hukum dan dalil, jenis-jenis, serta contohnya.
Pengertian Bid'ah
Ada berbagai pengertian mengenai bid'ah. Berikut ini beberapa pengertian bid'ah yang dikutip dari buku Tunjuk Ajar Legalitas Bid'ah (2018) oleh Dr HM Ridwan Hasbi, Lc, MA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut kamus kitab al-'Ain, bid'ah adalah sesuatu yang dikerjakan setelah masa Rasulullah SAW yang bersumber dari hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan keseharian, dan dikumpulkan dalam perkara yang diada-adakan.
Dalam Kamus Mu'jam Lughah Al-Fuqaha, disebutkan bahwa bid'ah adalah setiap perkara baru yang belum ada contoh sebelumnya. Yaitu perkara yang tidak datang dari Allah, Rasulullah, dan juga tidak dari para ahli fikih di kalangan para sahabat.
Sementara menurut Al-Jurjani, bid'ah adalah perbuatan yang bertolak belakang dengan sunnah, dan diciptakan bukan berlandaskan pada ketetapan imam mazhab. Bid'ah juga merupakan perkara yang belum ada di masa sahabat dan tabi'in, serta tidak ada dalil syar'i yang memperkuatnya.
Hukum dan Dalil Bid'ah
Dalam Jurnal Dusturiah Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Vol 9, No 1 (Januari-Juni) 2020, bid'ah dapat dibedakan dari pandangan dua ulama, yaitu Syekh Abdul Aziz Bin Baz dan Imam Nawawi.
1. Menurut Syekh Abdul Aziz Bin Baz
Syekh Abdul Aziz Bin Baz mengkhususkan bid'ah untuk hal-hal yang bersifat ibadah.
Semua bid'ah adalah dhalalah, yaitu sesat atau bertolak belakang dengan sunnah. Dasarnya adalah hadits nabi yang berbunyi:
عن عائشة رضي هللا عنها قالت,قال رسول هللا صلي هللا عليه وسلم من احدث في امرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Artinya: Dari Aisyah berkata, Rasulullah Saw, telah bersabda: barang siapa mengada adakan dalam urusan agama kami, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.
Selain itu, ada juga beberapa ayat Al-Qur'an yang pada intinya menjelaskan bahwa agama Islam sudah sempurna, sehingga umat Islam cukup menerima apa yang sudah diperintahkan Rasulullah dan meninggalkan yang dilarang.
2. Menurut Imam Nawawi
Sementara Imam Nawawi menilai kalimat bid'ah dhalalah (sesat) pada hadis yang diriwayatkan oleh Jabir Bin Abdillah r.a, adalah bersifat umum sehingga perlu ditakhsiskan dengan hadits lain.
Hadits pertama yang dimaksud adalah yang diriwayatkan oleh Jabir Bin Abdillah r.a, bunyinya: Sesungguhnya sebaik-baik ungkapan ialah kitab Allah (Al-Qur'an), dan sebaik-baik petunjuk Nabi Muhammad SAW, seburuk-buruk perkara ialah perkara baru yang diadakan yaitu bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat.
Kemudian baginda Rasulullah bersabda lagi: aku lebih utama bagi setiap orang mukmin daripada dirinya sendiri, barang siapa yang mati dengan meninggalkan harta pusaka, maka keluarganya yang akan mewarisi, dan siapa yang meninggalkan hutang atau istri, anak dan tanggungan yang miskin, maka aku yang menyelesaikan urusan mereka dan akulah yang akan menanggung segala hutang si mati.
Hadits tersebut ditakhsis secara terperinci dengan hadits lain yang artinya "Barang siapa yang mengadakan sesuatu atau mencipta sesuatu amalan yang baik di dalam Islam, lalu ia amalkan, niscaya ditulis baginya pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya, tidak akan kurang pahala untuknya dari pahala-pahala mereka yang mengamalkannya.
Begitu juga, barang siapa yang mengadakan amalan yang buruk atau kejahatan di dalam Islam, lalu ia amalkan, niscaya ditulis baginya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengamalkannya, tidak akan kurang walau sedikitpun."
Oleh sebab itu, Imam Nawawi membagi bid'ah menjadi dua macam, yaitu ḥasanaḥ dan qabihah.
Bid'ah hasanah adalah perkara yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, tetapi ditunjukkan oleh dalil yang umum serta tidak bertentangan dengan dalil yang khusus. Sementara bid'ah qabihah adalah bid'ah yang tidak boleh dilakukan.
Jenis-jenis Bid'ah dan Contohnya
Dikutip dari uinjkt.ac.id, Prof Dr Nasaruddin Umar MA, Guru Besar Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal, menjelaskan pembagian jenis bid'ah berdasarkan pandangan ulama.
Imam Syafi'i membagi bid'ah menjadi dua, yaitu bid'ah mahmudah dan bid'ah madzmumah.
Bid'ah mahmudah adalah bid'ah terpuji yang baik dilakukan. Sedangkan bid'ah madzmumah adalah bid'ah yang tercela sehingga dilarang dilakukan.
'Izz Abd al-Salam membagi bid'ah menjadi lima bagian, yaitu:
- Bid'ah Wajibah, yaitu bid'ah wajib
- Bid'ah Muharramah, yaitu bid'ah yang diharamkan
- Bid'ah Mandubah, yaitu bid'ah yang disunnahkan
- Bid'ah Makruhah, yaitu bid'ah makruh
- Bid'ah Mubahah, yaitu bid'ah yang diharuskan.
Contoh bid'ah hasanah, atau yang dianggap adalah menyibukkan diri dengan Ilmu Nahwu (bahasa Arab) yang dengannya dipahami Kalam Allah (Al-Qur'an) dan Kalam Rasulullah SAW (hadits), bersalaman setelah sholat.
Bid'ah hasanah juga termasuk tindakan yang meningkatkan martabat kemanusiaan, seperti memproduksi pesawat terbang, menciptakan alat-alat komunikasi, mengembangkan teknologi kesehatan, dan sebagainya.
Sedangkan contoh bid'ah madzmumah adalah menambahkan atau mengganti amalan-amalan asing dalam sholat, seperti membaca bacaan sholat dalam bahasa non-Arab.
Itulah tadi telah kita ketahui bahwa bid'ah adalah perkara yang tidak ada di zaman nabi. Meski demikian, ada perbedaan pandangan dari ulama. Ada ulama yang menyebut bid'ah itu sesat dan ada yang membaginya menjadi bid'ah yang baik dan yang sesat. Wallahu a'lam.
(bai/inf)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi