Ketentuan Salat dalam Keadaan Darurat, Seperti Apa?

Ketentuan Salat dalam Keadaan Darurat, Seperti Apa?

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Kamis, 27 Apr 2023 21:00 WIB
Silhouette of activities of people at famous landmark muslim man pray in mosque in Malaysia,vector illustration
Ilustrasi salat (Foto: Getty Images/iStockphoto/Therd oval)
Jakarta -

Sebagai tiang agama, salat menjadi ibadah wajib yang harus ditunaikan oleh seluruh umat Islam. Bahkan, salat wajib dikerjakan dalam segala kondisi, seperti keadaan darurat.

Pada keadaan darurat, salat dikerjakan ketika seseorang sedang sakit, tidak dapat berdiri atau berada di dalam kendaraan. Tentu saja, Allah SWT memberi berbagai keringanan bagi mereka yang sulit untuk melakukan salat secara normal.

Menukil dari buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VII tulisan H Ahmad Ahyar dan Ahmad Najibullah, salat dalam keadaan darurat bahkan bisa dilakukan dalam keadaan duduk. Ini sesuai dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni, dari Ali bin Abu Talib, Nabi SAW bersabda:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika orang yang sakit masih mampu maka salat sambil berdiri, jika tidak mampu maka salat sambil duduk, jika ia tidak mampu maka sambil sujud, jika tidak mampu maka isyarat saja dengan kepalanya dan hendaknya sujud lebih rendah daripada rukuknya. Jika ia tidak mampu salat sambil duduk, maka salat sambil berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Jika tidak mampu, maka salat sambil telentang, kedua kakinya ke arah kiblat," (HR Ad-Daruquthni).

Dengan demikian, Allah SWT tidak pernah memberatkan kaum muslimin untuk beribadah kepada-Nya. Sebaliknya, Allah telah memberi berbagai keringanan agar umat Islam tetap dapat menunaikan ibadah salat lima waktu dalam keadaan apapun.

ADVERTISEMENT

Ketentuan Salat dalam Keadaan Darurat

1. Salat dalam Kondisi Sakit

Dalam buku Kitab Terlengkap Bersuci, Shalat, Puasa, Shalawat, Surat-Surat Pendek, Hadits Qudsi dan Hadits Arba'in Pilihan, serta Dzikir & Doa susunan Ustaz Rusdianto S Pd I, meski seseorang dalam keadaan sakit ia tetap harus melaksanakan salat fardhu. Cara pelaksanaannya pun mudah dan tidak memberatkan.

Jika seseorang tidak mampu berdiri, maka ia diperbolehkan duduk ketika melaksanakan salat. Perbedaan dari cara salat posisi duduk hanya terletak pada rukuk, jadi rukuk dilakukan dengan sedikit membungkukkan badan.

Selain itu jika duduk tidak bisa, maka seseorang yang tengah sakit diperbolehkan salat dengan cara telentang. Posisi kaki diarahkan ke kiblat, sementara posisi kepala agak ditinggikan menggunakan bantal agar wajah bisa diarahkan ke kiblat. Cara rukuk dan sujud pada posisi telentang ada ketentuannya.

Untuk rukuk, maka seseorang bisa menggerakkan kepalanya ke depan. Lalu pada gerakan sujud, maka ia bisa menggerakkan kepala agar lebih ditundukkan.

Namun, apabila telentang dirasa sulit untuk melakukan salat maka diperbolehkan dengan cara berbaring dengan posisi miring menghadap kiblat. Sementara rukuk dan sujud bisa dilakukan dengan menggerakkan kepala semampunya.

Nah, yang terakhir adalah mengerjakan salat dengan isyarat. Jika seperti ini, seseorang bisa menggunakan kepala atau kedipan mata. Namun, jika hal tersebut juga tidak bisa dilakukan, maka bisa dengan hati, asalkan akal dan jiwanya masih berfungsi dengan baik.

2. Salat saat Berada di dalam Kendaraan

Merujuk pada sumber yang sama, yaitu buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, seseorang yang berada di kendaraan dalam perjalanan jauh tetap dapat mengerjakan salat dengan beberapa ketentuan. Contohnya pada waktu takbiratul ihram, ia diusahakan menghadap kiblat, sementara arah salat mengikuti arah kendaraan. Hal ini tercantum dalam firman Allah SWT pada Surat Al Baqarah ayat 144,

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Arab latin: Qad narā taqalluba waj-hika fis-samā`, fa lanuwalliyannaka qiblatan tarḍāhā fa walli waj-haka syaṭral-masjidil-ḥarām, wa ḥaiṡu mā kuntum fa wallụ wujụhakum syaṭrah, wa innallażīna ụtul-kitāba laya'lamụna annahul-ḥaqqu mir rabbihim, wa mallāhu bigāfilin 'ammā ya'malụn

Artinya: "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan,"

Namun, apabila setelah diusahakan masih sulit menghadap kiblat, hendaknya ia menghadap ke arah kendaraan tersebut berjalan. Dalam sebuah hadits, dijelaskan sebagai berikut.

Dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah SAW salat di atas kendaraan sedangkan beliau dalam perjalanan dari Mekkah menuju Madinah beliau menghadap ke mana unta itu menghadap. Dalam hal ini beliau bersabda, "Allah berfirman, ke mana saja kamu menghadap di sanalah wajah (Zat) Allah," (HR Muslim).

Mengutip dari buku Buku Ajar: Pendidikan Agama Islam oleh Dodi Ilham Mustaring, cara melakukan salat di dalam kendaraan yakni bisa dengan keadaaan duduk. Sementara rukuk dan sujud dilakukan seperti salat orang yang tengah sakit.

Jika arah kiblat diketahui, maka takbiratul ihram dilakukan dengan posisi badan dan kedua tangan dihadapkan ke arah kiblat. Selanjutnya dapat mengikuti arah kendaraan itu melaju. Namun jika tidak tahu ke mana arah kiblat, diperbolehkan salat menghadap mana saja.

Itulah pemaparan terkait ketentuan salat dalam keadaan darurat. Semoga bermanfaat!




(aeb/lus)

Hide Ads