Ada banyak tradisi di tengah masyarakat muslim Indonesia dalam rangka menyambut Ramadan. Salah satunya ziarah kubur.
Menurut buku Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual karya Purwadi, kata ziarah diserap dari bahasa Arab ziyarah yang secara harfiah artinya kunjungan, baik kepada orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
Adapun, secara teknis kata ini menunjuk pada serangkaian aktivitas mengunjungi makam tertentu, seperti makam nabi, sahabat, wali, pahlawan, orang tua, kerabat, dan lain-lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masih dalam buku yang sama dijelaskan pula bahwa praktik ziarah ke makam sudah ada sejak sebelum Islam datang. Namun, hal itu dilakukan secara berlebihan. Sehingga pada masa awal Islam sekitar tahun 610-622 Hijriah, Nabi Muhammad SAW melarangnya.
Namun, seiring dengan perkembangan Islam yang diikuti dengan pemahaman yang cukup, maka tradisi ziarah dihidupkan kembali, bahkan dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Sebab, hal tersebut dapat mengingatkan kepada hari akhir, sehingga diharapkan pelakunya dapat melakukan kontrol diri.
Sementara itu, M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul M. Quraish Shihab Menjawab 1001 soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memperbolehkan ziarah kubur, namun beliau tidak menyebut waktu-waktu khusus dalam pelaksanaannya.
Terdapat sejumlah hadits yang menjadi dasar pelaksanaan ziarah kubur. Rasulullah SAW bersabda,
كُنتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُور، وَلكِنْ فَرُورُوها، وفى روَايَةٍ - فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُورَ القُبُورَ فَلْيَزُرْهَا فَإِنَّهَا تُذكر الأخرة
Artinya: "Aku melarang kalian berziarah kubur, tetapi sekarang silahkan ziarah kubur." Dalam riwayat lain: Barang siapa yang hendak ziarah kubur silahkan, karena ziarah kubur dapat mengingatkan akan akhirat." (HR Muslim)
Selain itu, Muchotob Hamzah dalam buku Pengantar Studi Aswaja An-Nahdliyah menjelaskan bahwasanya semua mazhab dalam Islam memperbolehkan ziarah kubur dan menjelaskan adab sopan santunnya. Ziarah kubur merupakan tradisi perilaku dari Rasulullah SAW.
Beliau benar-benar melakukannya sendiri ketika masih hidup di dunia dan mengajari para sahabatnya tentang bagaimana cara berziarah yang benar. Dari Aisyah RA, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ كُلَّمَا كَانَتْ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُول اللَّه يَخْرُجُ آخر الليل إلَى الْبَقيع فَيَقُولُ «السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَ آتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُوَكَّلُونَ وَ إِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ . اللَّهُم اغْفِرْ لِأَهْل بَقيع الْغَرْقَدِ
Artinya: "Adalah Rasulullah SAW, setiap kali giliran menginap ke rumah Aisyah RA, beliau keluar rumah pada akhir malam menuju ke makam Baqi' seraya mengucapkan salam: "Salam sejahtera atas kalian, wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin. Segera datang apa yang dijanjikan kepada kalian besok. Sungguh, kami Insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur Baqi' Gharqad." (HR Muslim)
Sejarah Tradisi Ziarah Kubur di Indonesia
Disebutkan dalam buku Kerajaan Islam di Jawa karya Alik Al Adhim, ziarah kubur termasuk tradisi bercorak Islam yang dilakukan masyarakat Indonesia pada masa sebelum dan sesudah pengaruh Hindu-Buddha.
Umumnya, tradisi ziarah kubur ini dilakukan menjelang bulan Ramadan. Selain itu, masyarakat juga berziarah pada saat Idul Fitri.
Di sejumlah wilayah Jawa, ada tradisi ziarah kubur yang disebut dengan nyadran. Melansir buku Antologi Cerita: Kearifan Indonesia karya Soni Jabar N dkk, sebelum memasuki bulan Ramadan masyarakat biasanya akan mengadakan kegiatan tradisi nyadran. Nyadran ini biasanya dilakukan pada hari ke-10 bulan Rajab atau di awal bulan Syakban.
Tradisi nyadran sama artinya dengan ziarah kubur. Para masyarakat yang melakukan tradisi nyadran ini akan datang ke makam-makam. Di sana mereka akan mendoakan, membersihkan, menaburkan bunga di makam.
Dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa nyadran ini merupakan suatu tradisi penggabungan antara budaya dan tradisi Jawa dengan budaya Islam. Menurut asal-usul ceritanya, dalam menyebarkan agama Islam para Wali Songo menggabungkan tradisi nyadran dengan dakwah.
Hal tersebut bertujuan agar Islam mudah diterima. Jadi, para Wali Songo tidak menghapus adat atau tradisi nyadran melainkan menyelaraskan dan mengisinya dengan ajaran Islam, seperti membaca Al-Qur'an dan berdoa saat pembersihan makam dan ziarah.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI