Biaya Haji Lebih Murah, BPKH Kaji Pengembangan Lahan-Bandara Alternatif di Saudi

Biaya Haji Lebih Murah, BPKH Kaji Pengembangan Lahan-Bandara Alternatif di Saudi

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Senin, 20 Jan 2025 16:15 WIB
Ilustrasi. Jemaah haji Jatim saat berangkat ke Tanah Suci.
Ilustrasi jemaah haji berangkat ke Tanah Suci (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Jakarta -

Demi mewujudkan ibadah haji dengan biaya yang lebih terjangkau, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) turut mencari solusi untuk mewujudkannya. Hal itu dilakukan dengan memperhatikan keunggulan adanya miqat terdekat serta tetap menjaga kualitas pelayanan yang aman dan nyaman bagi jemaah.

Dalam rekomendasi rapat Panja Haji DPR RI 2025 beberapa waktu lalu, masa tinggal jemaah RI di Saudi selama 40 hari hendaknya dipangkas. Sebab, jangka waktu tersebut dirasa terlalu lama dan mahal.

Hal itu juga dibahas oleh Pimpinan Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BPKH dalam rapat konsultasi yang diadakan di Muamalat Tower, Jakarta. Mereka mendengar masukan serta berdiskusi dengan Kemenko Ekonomi, Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah, Kemenag RI, Kemenkeu RI, Kemenhub RI, serta beberapa BUMN termasuk Otoritas Provinsi di Arab Saudi terkait tantangan dan solusi dalam penyelenggaraan ibadah haji, termasuk solusi menurunkan masa tinggal agar lebih efisien dan rasional dengan layanan yang meningkat sesuai amanah UU No 34/2014.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Anggota Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas, serta Analisis Portofolio BPKH, Indra Gunawan, mengatakan faktor utama yang membuat durasi jemaah haji Indonesia di Tanah Suci mencapai 40 hari adalah panjangnya waktu tunggu keberangkatan dan kepulangan karena terbatasnya infrastruktur di bandara Jeddah dan Madinah, dari kewenangan pihak GACA (General Authority of Civil Aviation) KSA.

"Selain itu, tantangan lain juga muncul akibat aksesibilitas lebih dari 17.000 pulau dan 75.000 desa di Indonesia, serta 719 bahasa yang berbeda serta tingginya jumlah jemaah yang tidak memiliki akses keuangan memadai," kata Indra dalam rilis yang diterima detikHikmah, Senin (20/1/2025).

ADVERTISEMENT

Selain itu, dari segi usia jemaah haji Indonesia mayoritas merupakan lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun. Sebagian besar dari mereka juga memiliki risiko tinggi (risti) kesehatan.

Anggota Dewan Pengawas BPKH, Heru Muara Sidik menuturkan bahwa pengembangan lahan dan bandara alternatif menjadi satu solusi mengatasi masalah tersebut. Dengan begitu, mobilisasi kedatangan dan kepulangan menjadi lebih mudah dan aman.

"Untuk mengatasi masalah ini, tercetus ide mengembangkan lahan dan bandara alternatif, apalagi jika ternyata ada miqat (lokasi berganti kain dan niat berihram yang dekat). Mobilisasi kedatangan dan kepulangan menjadi lebih mudah-murah, aman-nyaman, saatnya bahu membahu bersama bagi terobosan ini," ujar Heru.

Menurut Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub RI, Capt M Mauludin, kini bandara yang dimaksud kapasitasnya terbatas karena hanya memiliki dua runway serta hanya dapat menampung ratusan penumpang per jam.

"Saat ini bandara dimaksud hanya memiliki dua runway dengan kapasitas terbatas, yang hanya mampu menampung ratusan penumpang per jam untuk kelaikudaraan bandara dan terminal haji ini perlu investasi lanjutan," jelas Capt M Mauludin.

"Rencana jangka pendek yang diusulkan adanya gagasan untuk optimalisasi bandara eksisting disana dengan sebelumnya berkonsultasi intens bersama Presiden, Kementerian/Lembaga/BUMN dan Pemangku Kepentingan terkait guna mengalihkan sebagian jemaah haji Indonesia kesana untuk mengurai titik konsentrasi tidak hanya bandara di Jeddah dan Madinah," lanjut Indra mengusulkan.

Sementara itu, dibutuhkan investasi pembangunan bandara, terminal, rumah sakit dengan kapasitas dan fasilitas yang lebih optimal untuk jangka panjang. Dalam hal ini, peran Kemenko dan Kemenkeu RI diperlukan untuk membantu tata kelola proses dan evaluasinya.

Adanya ketersediaan terminal akan dapat mengurai durasi dan mobilisasi serta meringankan konsentrasi tenaga dan layanan kesehatan yang memadai untuk mendukung kebutuhan medis jemaah haji lansia. Hal ini diafirmasi oleh Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu (SIHDU), Ramadhan Harisman.

Alternatif lahan dan bandara baru dianggap memiliki posisi strategis sebagai zona hub pelaksanaan haji di masa mendatang.

Indra optimis dengan dibukanya opsi lahan yang memiliki bandara dan miqat yang dekat ini, durasi haji bisa dipangkas menjadi lebih singkat.

"Sehingga berpotensi mengurangi biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya dan layanan haji yang lebih efektif dan efisien," katanya.

Apabila gagasan tersebut terlaksana, BPKH siap berinvestasi langsung pada ekosistem haji dan umrah, serta sektor lain seperti pertanian, pariwisata, dan kuliner serta mengajak BUMN dan UMKM tanah air bergotong-royong membangun Kampung Haji Indonesia di Saudi dengan dana BPKH.

"Upaya ini bertujuan menjadikan haji dan umrah yang mudah-murah serta aman-nyaman dengan mengoptimalkan dana umat yang dikelola BPKH saat ini sudah mencapai Rp170 triliun," pungkas Indra.




(aeb/lus)

Hide Ads