Kumpulan Hadits Palsu dan Lemah tentang Hari Asyura, Hati-hati ya!

Kumpulan Hadits Palsu dan Lemah tentang Hari Asyura, Hati-hati ya!

Kristina - detikHikmah
Jumat, 28 Jul 2023 14:00 WIB
Mess on the desk. Open vintege books everywhere
Ilustrasi hadits palsu hari Asyura. Foto: Getty Images/iStockphoto/photogl
Jakarta -

Sejumlah hadits palsu tentang hari Asyura tak sedikit yang tersebar di masyarakat. Mulai dari pahala sedekah berlipat 700 kali hingga bercelak pada hari tersebut akan terhindar dari sakit mata.

Hadits-hadits palsu tersebut, termasuk yang lemah, disebutkan Imam al-Ghazali dalam Kitab Mukasyafatul Qulub. Hadits lain juga diulas dalam buku Problematika Autentisitas Hadits Nabi dari Klasik hingga Kontemporer karya Idri. Berikut di antaranya.

1. "Barang siapa yang melapangkan kerabatnya dan keluarganya pada hari Asyura, maka Allah SWT melapangkan semua tahunnya." (HR Al Baihaqi. Al Mundziri turut mengeluarkan riwayat ini dalam kitabnya, At-Targhib wa At-Tarhib. Status dhaif atau lemah. Ada yang menyebut sangat lemah)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. "Sedekah satu dirham pada hari Asyura, sama dengan 700 dirham." (HR At-Thabrani. Status munkar atau palsu)

3. "Barang siapa yang bercelak pada hari itu, maka dia tidak sakit mata pada tahun itu." (Status palsu. Al-Hakim menegaskan bahwa bercelak pada hari Asyura adalah bid'ah. Sedangkan Ibnu Qayyim mengatakan, hadits tentang bercelak, memasak biji-bijian dan minyak, menggunakan wangi-wangian pada hari Asyura adalah buatan para pembohong)

ADVERTISEMENT

4. "Barang siapa yang mandi pada hari itu, maka dia tidak sakit." (Status palsu)

5. "Sesungguhnya Allah memfardhukan kepada bani Israil berpuasa satu hari setahun, yakni pada hari Asyura... Barang siapa berpuasa pada hari Asyura akan diberi pahala seribu malaikat. Barang siapa berpuasa pada hari Asyura akan diberi pahala seribu orang haji dan umrah. Barang siapa berpuasa pada hari Asyura akan diberi pahala seribu orang mati syahid..." (Redaksi hadits ini sangat panjang. Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa hadits ini menurut orang berakal tidak diragukan kepalsuannya)

Syarat Boleh Mengamalkan Hadits Dhaif

Imam as-Suyuthi mengatakan dalam Tadrib ar-Rawy fi Syarh Taqrib an-Nawawi sebagaimana dinukil Al Mukaffi Abdurrahman dalam buku Koreksi Tuntas Buku 37 Masalah Populer, seseorang boleh mengamalkan hadits dhaif dengan syarat:

  1. Bukan masalah akidah, yakni tentang sifat Allah SWT, perkara yang boleh dan mustahil bagi Allah SWT, dan penjelasan firman Allah SWT.
  2. Bukan pada hukum halal dan haram. Kata Imam as-Suyuthi, boleh pada kisah-kisah, fadha'il (keutamaan) amal dan nasihat.
  3. Tidak terlalu dhaif. Dalam hal ini perawinya bukanlah pendusta, tertuduh sebagai pendusta, atau terlalu banyak kekeliruan dalam periwayatannya.
  4. Bernaung pada hadits shahih.
  5. Tidak diyakini sebagai ketetapan, melainkan sebagai bentuk kehati-hatian saja.

Hadits Shahih Hari Asyura

Di samping itu, ada sejumlah hadits shahih tentang hari Asyura dengan derajat Muttafaq Alaih (disepakati keshahihannya). Berikut di antaranya.

Pertama,

وَعَنِ اؚْنِ عََؚّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ ï·º صَامَ يَوْمَ عَا؎ُورَاءَ وَأَمَرَ ؚِصِيَامِهِ

Artinya: "Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu." (Muttafaq 'alaih)

Kedua,

حَدَّثَنَا هَارُونُ ؚْنُ إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِي، قَالَ: حَدَّثَنَا عَؚْدَةُ ؚْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ هِ؎َامٍ ؚْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَؚِيهِ، عَنْ عَا؊ِ؎َةَ، قَالَتْ: كَانَ عَا؎ُورَاءُ يَوْمًا تَصُوْمُهُ فَرَيْسٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ï·º يَصُوْمُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ ؚِصِيَامِهِ، فَلَمَّا افْرِضَ رَمَضَانُ كَانَ رَمَضَانُ هُوَ الْفَرِيضَةُ، وتَرَكَ عَا؎ُورَاءَ، فَمَنْ ؎َاءَ صَامَهُ وَمَنْ ؎َاءَ تَرَكَهُ. وَفِي الَؚْاؚِ عَنِ اؚْنِ مَسْعُوْدٍ، وَقَيْسِ ؚْنِ سَعْدِ، وَجَاؚِرِ ؚْنِ سمُرَةَ، وَاؚْنِ عُمَرَ، وَمُعَاوِيَةَ. وَالْعَمَلُ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى حَدِيْثِ عَا؊ِ؎َةَ، وَهُوَ حَدِيثُ صَحِيحٌ؛ لَا يَرَوْنَ صِيَامَ يَوْمٍ عَا؎ُورَاءَ وَاجًِؚا، إِلَّا مَنْ رَغَِؚ فِي صِيَامِهِ لِمَا ذُكِرَ فِيهِ مِنَ الْفَضْلِ.

Artinya: "Dari Harun bin Ishaq al-Hamdani, dari Abdah bin Sulaiman, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, 'Pada awalnya, Asyura adalah hari yang di dalamnya orang-orang Quraisy berpuasa pada masa jahiliyah. Ketika itu, Rasulullah SAW juga berpuasa pada hari Asyura. Kemudian beliau datang ke Madinah, beliau juga berpuasa pada hari Asyura tersebut dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa di dalamnya. Lalu ketika puasa Ramadan diwajibkan, maka puasa Ramadanlah yang menjadi fardhu, dan beliau meninggalkan kewajiban puasa Asyura. Maka barang siapa mau berpuasa pada hari itu, ia boleh berpuasa. Dan barang siapa tidak ingin melakukannya, maka ia boleh untuk tidak berpuasa." (Shahih Abu Dawud, No 2110: Muttafaq 'alaih)

Ketiga,

وَعَنْ أَؚِي فَنَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ سُ؊ل عن صيَامِ يَوْمَ عَا؎ُورَاءَ، فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السنة الماضية

Artinya: "Dari Abu Qatadah RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Asyura. Beliau menjawab, 'Puasa tersebut dapat melebur dosa setahun yang lalu'." (HR Muslim dalam Kitab Puasa bab Anjuran Puasa Asyura Tiga Hari)




(kri/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads