Salah satu corak ideologi Al-Qur'an ialah persamaan (al-musawa), yakni menjunjung tinggi persamaan hak sesama umat manusia. Namun tidak bisa diidentikkan dengan egaliterianisme karena Al-Qur'an masih tetap menjunjung tinggi struktur etika di dalam masyarakat. Terutama kita bisa lihat di dalam seruan Al-Qur'an untuk menggunakan bahasa yang santun dan proporsional. Al-Qur'an tetap menjunjung tinggi tata karma berbahasa dan menggunakan bahasa-bahasa yang santun di dalam masyarakat.
Sebagai contoh, bahasa terhadap kedua orang tua atau yang kita anggap sebagai senior kita, Al-Qur'an mengingatkan kita untuk menggunakan bahasa yang mulia (qaulan kariman): "... ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" (Q.S. al-Isra'/17:23). Terhadap anak-anak dan para yunior kita menggunakan bahasa yang baik dan populer (qaulan ma'rufan): "... ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik" (Q.S. al-Nisa'/4:5. Untuk pengungkapan data dan fakta kita diminta untuk menggunakan bahasa yang tepat dan valid (qaulan sadidan): "...hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (Q.S. al-Nisa'/4:9). Terhadap kelompok oposisi atau kaum munafiq kita diminta menggunakan bahasa yang komunikatif (qaulan baligan): "...katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka" (Q.S. al-Nisa'/463). Terhadap orang yang kasar dan jahat tetap kita diminta menggunakan bahasa lemah-lembut (qaulan layyinan): " ... maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut". (Q.S. Thaha/20:44). Terhadap kelompok yang dianggap musuhpun kita tetap diminta untuk menggunakan bahasa yang pantas (qaulan maisuran): "...katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas". (Q.S. al-Isra'/17:28). Tuhan meminta kita untuk menghindari bahasa yang keras (qaulan 'adhiman): " ... Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya)." (Q.S. al-Isra'/17:40). Hanya Tuhan yang berhak menggunakan bahasa yang berat (qaulan tsaqilan): "...Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat". (Q.S. al-Muzzammil/73:5).
Seandainya tata karma berbahasa seperti yang diserukan dalam ayat-ayat tadi bisa diindahkan di dalam Al-Qur'an, baik sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga bangsa, maka ketenangan dan ketenteraman serta kesantunan dan keadaban sosial dalam hidup kita akan semakin terasa. Akan tetapi jika sebaliknya, semua orang sudah terbiasa dengan bahasa yang tidak santun, bahkan cenderung kasar, men-justice, menghakimi, kurang ajar, menghina, dan memfitnah, maka atmosfir kehidupan bermasyarakat akan terasa sumpek dan membosankan. Seolah-olah tidak ada lagi space yang tenang bagi kita, karena di mana-mana sudah terjangkau dengan alat komunikasi. Di sini perlunya pengaturan bahasa di dalam kehidupan masyarakat yang berbasis teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kearifan sebuah masyarakat pertama kali bisa diukur melalui kasantunan bahasa yang hidup di dalam suatu masyarakat. Jika bahasa yang digunakan di dalam suatu masyarakat masih tetap menjunjung tinggi tingkat kesopanan maka semakin arif pula masyarakat tersebut. Akan tetapi jika bahasanya sudah tidak keruan, sudah hilang unsur kesantunan berbahasa, maka pertanda masyarakat tersebut sudah kehilangan kearifannya.
Kita sebagai bangsa yang beragama, bangsa yang santun, dan bangsa yang beradab sudah seharusnya kita memelihara kesantuanan berbahasa. Kita tentu prihatin jika bangsa Indonesia meninggalkan sopan-santunnya di dalam berbahasa. Ada kecenderungan, kosa kata kasar jauh lebih laris daripada kosa kata santun di dalam masyarakat kita. Jika ini benar maka patut dipertanyaakan. Bangsa yang dipadati umat Islam yang di dalam ayat-ayat Al-Qur'an sedemikian rigit memberikan tuntunan berbahasa tetapi tidak diindahkan. Kita perlu introspeksi diri.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
BPJPH: Ayam Goreng Widuran Terbukti Mengandung Unsur Babi
OKI Gelar Sesi Darurat Permintaan Iran soal Serangan Israel
Saat Perang Akhir Zaman Tiba, Sekutu Umat Islam Ini Akan Berkhianat