Menunggu doa diijabah kadang muncul gelisah. Timbul keadaan hati yang merasa kurang berkenan. Padahal sudah berdoa sambil menangis, boleh jadi sambil berteriak-teriak walau dalam hati. Tapi, kalau sudah diri merasa butuh, merasa timing-nya sekarang. Lalu menduga sepertinya Tuhan kurang memperhatikan doa yang dipinta. Kesal nggak?
Pernah orang berdoa, sudah sambil menerangkan latar belakang mengapa ia berdoa. Pun juga sembari menerangkan bagaimana kalau Tuhan sebenarnya mudah mengabulkan doa. Itu kalimat juga masuk di dalam lantunan doa.
Disertai hati yang agak-agak kurang setuju. Belum sepaham dengan mengapa Tuhan seolah belum berkenan mendengar bahkan mengabulkan doanya. Apa sulitnya sih. Bukankah Tuhan tinggal berfirman kun (jadilah) maka terjadi. Gitu saja kok sulit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Boleh jadi ada yang bergumam demikian, walau hanya dalam dada!
Mungkin ada sebagian kecil, atau bahkan sebagian besar di antara sidang pembaca yang merasakan hal yang mirip dengan perasaan seorang pendoa di atas? Lalu bagaimana. Berhenti berdoa. Pindah usaha kepada yang lain saja. Ke paranormal misalnya. Astaghfirullah, na'uudzubillah tsumma na'uudzubillah.
Semoga Gusti Allah selamatkan setiap kita dari sangka kurang bagus terutama kepada Tuhan. Subhaanallah. Pasti setiap kita selalu berlindung kepadaNya dari pekerjaan syirik, sekecil apa pun. Laa ilaaha illaa Allah.
Pernah suatu ketika. Kondisi Rasulullah dan para sahabat dikepung musuh, dari dalam kota Madinah dan dari arah luar. Dari luar terdiri dari beberapa kabilah. Mereka ada kafir Qurays, Bani Sulaim, Ghathafan, Bani Murrah, dan Asyja'.
Dari dalam kota Madinah ada Yahudi Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan orang-orang munafiq.
Gabungan seluruh mereka dikenal dengan nama ahzab, sekutu.
Jumlah mereka yang dari luar sekitar 10.000 orang. Sedangkan Rasulullah dan para sahabatnya berjumlah hanya 3000an orang.
Jarak di antara Rasulullah dan para sahabatnya dengan pasukan kafir yang bersekutu hanya berbatas parit. Siasat parit yang diinisiasi oleh Salman Al-Farisi RA.
Selama keadaan mencekam; ketakutan, lapar, tidak tidur akibat berjaga beberapa puluh malam. Letih, lelah, persediaan makanan menipis. Belum lagi rasa khawatir yang hadir karena istri dan anak-anak para pasukan Rasulullah ada di rumah. Sementara ancaman dari dalam kota, dari kaum Yahudi bisa datang sewaktu-waktu.
Untuk itu Rasulullah bermunajat memanjatkan doa selamat dari Tuhan. Apa seketika langsung dikabulkan? Tidak. Belum langsung. Menunggu waktu sesuai dengan kebijaksaan Tuhan.
Fakta keadaan yang benar-benar genting, menyangkut agama, menyangkut orang banyak. Menyangkut para shalihin yang kemuliaannya di peringkat atas. Sedang yang berdoa adalah Rasulullah. Nabiy dan Rasul yang paling mulia. Doa beliau belum langsung dikabulkan Tuhan pada saat beliau berdoa itu.
Nah, bagaimana dengan yang berdoa hanya untuk kepentingan pribadi, sedang kondisinya belum sangat mencekam, biasa-biasa saja. Si pendoa memiliki status kedudukan iman yang juga biasa? Kita paham kan?
Tiba masanya keluarga Rasulullah menghadapi fitnah. Sangat keji. Ummul Mu'minin Aisyah RA. difitnah melakukan hal yang di luar pantas.
Fitnah menyebar begitu cepat, membuat Rasulullah sampai terpengaruh. Lama fitnah itu menyebar, belum ada kejelasan fakta.
Bukankah pada waktu itu Rasulullah juga bermunajat agar tersingkap fakta yang sebenarnya. Agar keraguan dan dugaan keliru terhadap suatu perbuatan keji segera tersingkirkan? Iya Rasulullah berdoa, namun seperti yang kita tahu bersama. Tidak serta merta doa beliau diijabah Tuhan. Ada waktu yang sesuai untuk itu.
Sekali lagi, yang berdoa Rasul paling mulia menyangkut kasus keluarga yang paling agung. Menyangkut juga putri dari sahabat Rasulullah yang paling agung. Waktu yang berlalu juga bukan sebentar. Tapi doa tetap sesuai dengan kebijaksanaan Tuhan.
Semoga kita paham agar senantiasa shabar.
Ada logika sederhana yang bisa dijadikan bahan rujukan. Iya ya, Tuhan itu kan Maha Pencipta dan Maha pemelihara alam semesta. Andai sedikit saja Tuhan 'keliru', nol koma nol, nol, nol. Bukankah semesta ini sudah runtuh dari dulunya. Sudah kiamat sejak jaman purbakala?
Tengok saja misalnya Tuhan keliru menghitung jumlah air yang naik ke langit dan yang turun. Suatu ketika terselip selisih nol koma sekian. Bukankah setelah beberapa waktu, sebentar atau sedikit lama, bumi segera kekeringan atau segera kebanjiran?
Bagaimana kalau hitungan oksigen yang beredar di udara berubah kadarnya. Meningkat sekian prosen, pasti kebakaran di mana-mana. Oksigen berkurang sekian prosen saja konsentrasinya di udara, pasti ibu-ibu tak bisa memasak karena kompor tidak bisa dinyalakan, tidak muncul apinya.
Duh, subhaanallah, Tuhan Yang Maha Sempurna, seringkali harus menerima tuduhan yang berupa-rupa. Masalahnya ringan. Karena menduga bahwa doa pribadi tidak segera diijabah Tuhan.
Ada seorang yang memohon-mohon agar Tuhan segera menurunkan air hujan karena tanamannya sudah mulai malas tumbuh. Bahkan hampir sekarat. Sedang tetangga sebelah memohon kepada Tuhan yang sama untuk menahan hujan karena ada hajatan istimewa. Ingin menikahkan putrinya dalam sepekan ini.
Dua orang berdoa dengan jenis doa yang 100% berbeda. Andai saja ada Tuhan yang lain. Boleh jadi akan kesal dan bumi dibiarkan kiamat saja? Apa kita semua bisa terima?
Itu baru doa dari dua orang berbeda. Lah kalau yang berdoa sekian milyar orang dengan maksud yang semuanya berbeda dalam satu waktu yang sama. Padahal yang didoakan satu suasana yang sama persis.
Misalnya pada saat yang sama satu minta hujan, satu minta terang. Andai saja kita pernah menjadi Tuhan. Pasti sebentar saja bisa murka. Untung Tuhan Maha Terpuji, Maha Mulia, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Shabar. Maha Pembimbing, Pendidik, Pemelihara alam semesta.
Yuk kita terus berusaha tanpa kenal putus asa (shabar) sambil terus memohon ke haribaanNya (shalat, doa). Kita bersungguh-sungguh selalu bersangka baik kepadaNya.
Jika ini yang kita lakukan, jangan-jangan kita selalu menjadi hamba yang rela. Selalu ridlo akan keputusanNya. Itulah hamba yang sungguh mencintai Tuhannya.
Semoga itu adalah kita, aamiin!
Abdurachman
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Merapat! Lowongan di BP Haji Bisa untuk Nonmuslim