Hukum Menafkahi Kedua Orang Tua Bagi Anak yang Sudah Berkeluarga

Kolom Hikmah

Hukum Menafkahi Kedua Orang Tua Bagi Anak yang Sudah Berkeluarga

Abdul Muiz Ali - detikHikmah
Senin, 14 Agu 2023 16:21 WIB
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat dan Ketua Bidang Keagamaan DPP IKAMA Abdul Muiz Ali
Abdul Muiz Ali (Foto: dok ist)
Jakarta -

Dalam agama Islam konsep nafkah dalam keluarga memiliki arti penting. Terdapat beberapa ayat al-Quran dan hadis Nabi yang menjelaskan tentang pentingnya bagi seorang anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya, terutama saat orang tua tersebut sudah lanjut usia atau membutuhkan perawatan khusus.

ΩˆΩŽΨΉΩŽΩ„ΩŽΩ‰ Ψ§Ω„Ω’Ω…ΩŽΩˆΩ’Ω„ΩΩˆΨ―Ω Ω„ΩŽΩ‡Ω Ψ±ΩΨ²Ω’Ω‚ΩΩ‡ΩΩ†Ω‘ΩŽ ΩˆΩŽΩƒΩΨ³Ω’ΩˆΩŽΨͺُهُنّ Ψ¨ΩΨ§Ω„Ω’Ω…ΩŽΨΉΩ’Ψ±ΩΩˆΩΩ
"Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut." (QS. Al-Baqarah: 33).

Memberikan perawatan kepada orang tua bisa dalam bentuk fisik, emosional, finansial dan lainnya. Selain dijelaskan dalam ajaran Islam, al-Quran, hadist dan penjelasan ulama, undang-undang di Indonesia juga mengatur tentang kewajiban anak kepada orang tua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imam Ar-Rofi'i, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-'Aziz syarh al-Wajiz, juz 10 halaman 3, menjelaskan; sebab-sebab wajib nafaqah ada tiga:

1. Sebab pernikahan. Maka, suami atau bapak sebagai kepala rumah tangga berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya. Batasan bapak memberikan nafkah pada anaknya sampai anak masuk usia dewasa. Kadar nafkah yang wajib diberikan adakalanya bersifat pokok-pokok komoditi, seperti makanan, minuman, tempat tinggal dan kebutuhan pokok lainnya. Adapun layanan atau nafkah sifatnya kebutuhan tidak mendesak apalagi hanya bersifat aksesoris, orang tua boleh memberikan kebutuhan dan aksesoris tersebut, jika dipandang perlu dan bermanfaat untuk kepentingan anaknya.

ADVERTISEMENT

Imam Ar-Rofi'i, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-'Aziz syarh al-Wajiz, juz 10 halaman 3; menjelaskan sebab-sebab wajib nafaqah :
1. Sebab pernikahan. Maka suami atau bapak sebagai kepala rumah tangga berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya. Batasan bapak memberikan nafkah pada anaknya sampai anak masuk usia dewasa.

Kadar nafkah yang wajib diberikan adakalanya bersifat pokok-pokok komoditi, seperti makanan, minuman, tempat tinggal dan kebutuhan pokok lainya. Adapun layanan atau nafkah sifatnya kebutuhan tidak mendesak apalagi hanya bersifat aksesoris, orang tua boleh memberikannya jika dipandang perlu dan bermanfaat untuk kepentingan anaknya.

Dalam konteks keindonesian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Dalam Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014 menjelaskan, bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:


1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

2. Menumbuh kembangkan
anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; serta

4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

2. Budak yang dimilikinya. Maka bagi tuan atau pemilik budak berkewajiban memberikan nafkah kepada budaknya.

3. Kerabat. Pada hubungan anak dan orang tua masuk pada kewajiban nafaqah. Artinya, orang tua yang tergolong fakir, sementara anaknya punya kemampuan lebih di luar kebutuhan dan kewajibannya, maka ia wajib hukumnya memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya.

Anak yang mampu memenuhi kebutuhan orang tuanya, meskipun ia sendiri sudah punya tanggung jawab menafkahi istri dan anaknya, maka perbuatan tersebut termasuk contoh perbuatan bakti (ihsan) bagi seorang anak kepada orang tua, dan itu hukumnya wajib.

Perintah berbakti kepada orang tua dijelaskan dalam al-Quran surah An-Nisa ayat 36,

...ΩˆΩŽΩ±ΨΉΩ’Ψ¨ΩΨ―ΩΩˆΨ§ΫŸ Ω±Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡ΩŽ ΩˆΩŽΩ„ΩŽΨ§ ΨͺΩΨ΄Ω’Ψ±ΩΩƒΩΩˆΨ§ΫŸ بِهِۦ Ψ΄ΩŽΩŠΩ’Ω€Ω”Ω‹Ψ§ Ϋ– ΩˆΩŽΨ¨ΩΩ±Ω„Ω’ΩˆΩŽΩ°Ω„ΩΨ―ΩŽΩŠΩ’Ω†Ω Ψ₯ΩΨ­Ω’Ψ³ΩŽΩ°Ω†Ω‹Ψ§

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua..."

Tentang pentingnya berbuat baik kepada kedua orang tua, dalam Surat lain disebutkan :

ΩˆΩŽΩ‚ΩŽΨΆΩŽΩ‰ Ψ±ΩŽΨ¨Ω‘ΩΩƒΩŽ Ψ£ΩŽΩ„Ω‘ΩŽΨ§ ΨͺΩŽΨΉΩ’Ψ¨ΩΨ―ΩΩˆΨ§ Ψ₯ΩΩ„Ω‘ΩŽΨ§ Ψ₯ΩΩŠΩ‘ΩŽΨ§Ω‡Ω ΩˆΩŽΨ¨ΩΨ§Ω„Ω’ΩˆΩŽΨ§Ω„ΩΨ―ΩŽΩŠΩ’Ω†Ω Ψ₯ΩΨ­Ω’Ψ³ΩŽΩ†Ψ§Ω‹ Ψ₯ΩΩ…Ω‘ΩŽΨ§ ΩŠΩŽΨ¨Ω’Ω„ΨΊΩŽΩ†Ω‘ΩŽ ΨΉΩΩ†Ω’Ψ―ΩŽΩƒΩŽ Ψ§Ω„Ω’ΩƒΩΨ¨ΩŽΨ±ΩŽ Ψ£ΩŽΨ­ΩŽΨ―ΩΩ‡ΩΩ…ΩŽΨ§ Ψ£ΩŽΩˆΩ’ ΩƒΩΩ„ΩŽΩ‡ΩΩ…ΩŽΨ§ فلا ΨͺΩ‚Ω„ Ω„Ω‡Ω…Ψ§ أَي ΩˆΩŽΩ„ΩŽΨ§ ΨͺΩŽΩ†Ω’Ω‡ΩŽΨ±Ω’Ω‡ΩΩ…ΩŽΨ§ ΩˆΩŽΩ‚ΩΩ„Ω’ Ω„Ω‘ΩŽΩ‡ΩΩ…ΩŽΨ§ Ω‚ΩŽΩˆΩ’Ω„Ω‹Ψ§ ΩƒΩŽΨ±ΩΩŠΩ…Ω‹Ψ§

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."(QS. Al-Isra' ayat 23).

Batasan anak dapat membantu atau memenuhi kebutuhan kedua orang tua sesuai dengan batas kemampuan.

Ω„ΩŽΨ§ ΩŠΩΩƒΩŽΩ„Ω‘ΩΩΩ Ψ§Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡Ω Ω†ΩŽΩΩ’Ψ³Ω‹Ψ§ Ψ₯ΩΩ„Ω‘ΩŽΨ§ ΩˆΩΨ³Ω’ΨΉΩŽΩ‡ΩŽΨ§ ۚ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". (QS. Al-Baqarah : 286)

Ω„ΩΩŠΩΩ†Ω’ΩΩΩ‚Ω’ Ψ°ΩΩˆΩ’ سَعَةٍ مِّنْ سَعَΨͺِهٖۗ ΩˆΩŽΩ…ΩŽΩ†Ω’ Ω‚ΩΨ―ΩΨ±ΩŽ ΨΉΩŽΩ„ΩŽΩŠΩ’Ω‡Ω رِزْقُهٗ ΩΩŽΩ„Ω’ΩŠΩΩ†Ω’ΩΩΩ‚Ω’ Ω…ΩΩ…Ω‘ΩŽΨ§Ω“ Ψ§Ω°Ψͺٰىهُ اللّٰهُ Ϋ— Ω„ΩŽΨ§ ΩŠΩΩƒΩŽΩ„Ω‘ΩΩΩ اللّٰهُ Ω†ΩŽΩΩ’Ψ³Ω‹Ψ§ Ψ§ΩΩ„Ω‘ΩŽΨ§ Ω…ΩŽΨ§Ω“ Ψ§Ω°ΨͺΩ°Ω‰Ω‡ΩŽΨ§Ϋ— Ψ³ΩŽΩŠΩŽΨ¬Ω’ΨΉΩŽΩ„Ω اللّٰهُ Ψ¨ΩŽΨΉΩ’Ψ―ΩŽ عُسْرٍ ΩŠΩ‘ΩΨ³Ω’Ψ±Ω‹Ψ§

"Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan". (QS. At-Talaq: 7).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan cara dalam urutan memberikan nafkah.

ΨΉΩŽΩ†Ω’ جَابِرٍ Ψ£Ω† Ψ±ΩŽΨ³ΩΩˆΩ„ΩŽ Ψ§Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡Ω Ψ΅ΩŽΩ„Ω‘ΩŽΩ‰ Ψ§Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡Ω ΨΉΩŽΩ„ΩŽΩŠΩ’Ω‡Ω ΩˆΩŽΨ³ΩŽΩ„Ω‘ΩŽΩ…ΩŽ Ω‚ΩŽΨ§Ω„ΩŽ : Ψ§Ψ¨Ω’Ψ―ΩŽΨ£Ω’ Ψ¨ΩΩ†ΩŽΩΩ’Ψ³ΩΩƒΩŽ فَΨͺΩŽΨ΅ΩŽΨ―Ω‘ΩŽΩ‚Ω’ ΨΉΩŽΩ„ΩŽΩŠΩ’Ω‡ΩŽΨ§ ، فَΨ₯ِنْ ΩΩŽΨΆΩŽΩ„ΩŽ Ψ΄ΩŽΩŠΩ’Ψ‘ΩŒ ΩΩŽΩ„ΩΨ£ΩŽΩ‡Ω’Ω„ΩΩƒΩŽ ، فَΨ₯ِنْ ΩΩŽΨΆΩŽΩ„ΩŽ ΨΉΩŽΩ†Ω’ Ψ£ΩŽΩ‡Ω’Ω„ΩΩƒΩŽ Ψ΄ΩŽΩŠΩ’Ψ‘ΩŒ ΩΩŽΩ„ΩΨ°ΩΩŠ Ω‚ΩŽΨ±ΩŽΨ§Ψ¨ΩŽΨͺΩΩƒΩŽ ، فَΨ₯ِنْ ΩΩŽΨΆΩŽΩ„ΩŽ ΨΉΩŽΩ†Ω’ ذِي Ω‚ΩŽΨ±ΩŽΨ§Ψ¨ΩŽΨͺΩΩƒΩŽ Ψ΄ΩŽΩŠΩ’Ψ‘ΩŒ ΩΩŽΩ‡ΩŽΩƒΩŽΨ°ΩŽΨ§ ΩˆΩŽΩ‡ΩŽΩƒΩŽΨ°ΩŽΨ§ ، Ψ¨ΩŽΩŠΩ’Ω†ΩŽ ΩŠΩŽΨ―ΩŽΩŠΩ’ΩƒΩŽ ، ΩˆΩŽΨΉΩŽΩ†Ω’ ΩŠΩŽΩ…ΩΩŠΩ†ΩΩƒΩŽ ، ΩˆΩŽΨΉΩŽΩ†Ω’ Ψ΄ΩΩ…ΩŽΨ§Ω„ΩΩƒΩŽ

"Dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Mulailah (nafkah) dari dirimu, jika berlebih maka nafkah itu untuk ahlimu, jika berlebih maka nafkah berikutnya untuk kerabatmu, jika masih berlebih maka untuk orang-orang diantaramu, sebelah kananmu dan sebelah kirimu". (HR. Muslim).

Kewajiban anak membantu kedua orang tua sesuai kemampuannya disebutkan dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 46 :

1. Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik.

2. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.

Walhasil, dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bagi anak yang sudah berkeluarga, ia tetap punya kewajiban memenuhi kebutuhan kedua orang tuanya jika anak tersebut tergolong mampu, dan kedua orang tuanya tergolong membutuhkan.
Wallahu A'lamu.


Abdul Muiz Ali
Penulis adalah Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI




(erd/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads