Firin berdialog perihal persoalan yang dialami pekerja migran asal NTB, baik di dalam negeri maupun setelah bekerja di luar negeri. Diketahui, NTB masuk empat besar daerah dengan jumlah pekerja migran terbanyak di Indonesia, setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
"Saya berasal dari desa pengirim pekerja migran terbanyak di Lombok Barat. Lalu bagaimana kebijakan Rohmi-Firin sebagai calon gubernur dan wakil gubernur untuk perlindungan buruh migran, khususnya kaum perempuan? Sehingga pekerja migran perempuan itu bisa mandiri dan berdaulat secara ekonomi," kata pegiat advokasi perempuan dari Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Lombok Barat, Susmiati, dalam keterangan pers yang diterima detikBali.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Musyafirin menjelaskan, Rohmi-Firin menyiapkan program khusus bagi para pekerja migran asal NTB untuk menjamin mereka terlindungi.
Program khusus itu meliputi masa pra-pemberangkatan dengan menyiapkan skill para buruh migran, fasilitasi pemberangkatan untuk memastikan para buruh migran NTB berangkat lewat jalur resmi yang diketahui pemerintah dan perlindungan saat bekerja di luar negeri hingga kembali pulang ke tanah air.
Skill, kata Firin, sangat penting agar para pekerja migran NTB tidak hanya bekerja di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga tapi juga bisa mengakses pekerjaan formal yang memang membutuhkan keahlian khusu.
Saat keberangkatan juga demikian. Pemerintah wajib hadir memfasilitasi guna memastikan para pekerja migran tersebut tidak mengalami masalah. Dan saat bekerja di luar negeri mereka harus dipastikan merasa nyaman seperti bekerja di daerah sendiri.
Ia mengakui menjadi pekerja migran jadi salah satu pilihan masyarakat di NTB, khususnya kaum perempuan. Di samping karena penghasilan bekerja di luar negeri cukup menggiurkan, tingginya angka pekerja migran juga disebabkan terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri.
"Kami tidak persoalkan masalah berangkat atau tidak, tetapi yang paling penting adalah sektor tempat bekerja dan perlindungan saat bekerja itu yang paling penting," tegasnya.
Firin menjelaskan, selama sembilan tahun menjadi Bupati Sumbawa Barat, pemerintah kabupaten itu hanya dilibatkan ketika ada persoalan yang dialami buruh migran saat bekerja di luar negeri.
"Ke depan pemerintah provinsi wajib melibatkan pemerintah kabupaten kota, bukan setelah ada musibah, tapi sejak awal harus difasilitasi, peningkatan skill difasilitasi, keberangkatannya difasilitasi, sampai perlindungan saat bekerja dan saat pulang. Sehingga meski bekerja di luar sama seperti bekerja di daerah sendiri," pungkas Firin.
(dpw/dpw)