"Ada 11 orang yang diproses karena terindikasi tak netral (terlibat politik praktis) sejak masa tahapan kampanye," ucap Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Bima, Taufiqurrahman kepada detikBali, Jumat (4/10/2024).
Pria yang akrab disapa Opik itu merinci belasan orang tersebut antara lain, lima ASN, seorang kades, empat perangkat desa, serta seorang Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD). Belasan orang tak netral itu berdasarkan laporan warga dan hasil temuan Bawaslu.
"Enam orang berdasarkan laporan dan lima orang hasil temuan Bawaslu," ujarnya.
Di samping kasus netralitas, Opik juga tengah memproses satu kasus dugaan pelanggaran kampanye di tempat ibadah (masjid) yang diduga dilakukan oleh tim pendukung salah satu paslon Pilbup Bima. "Kami juga sedang memproses satu kasus dugaan kampanye di masjid," ujarnya.
Untuk saat ini kasus tersebut sedang dilakukan pendalaman hingga klarifikasi. Jika terbukti terlibat dan melakukan kampanye, selanjutnya akan diserahkan ke sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) untuk diproses lebih lanjut.
"Kalau terbukti bersalah akan dijerat dengan pasal tindak pidana pemilu (Tipilu)," ujarnya.
Opik kembali mengingatkan semua pihak yang dilarang terlibat politik praktis agar tetap netral pada Pilbup Bima dan Pilgub NTB. Pasalnya keberpihakan ASN pada paslon tertentu dapat memicu konflik yang akan berimbas pada instabilitas keamanan dan menghambat pembangunan daerah.
"Kami ingatkan kepada seluruh ASN agar tetap netral tanpa menunjukan keberpihakan dalam politik praktis. Tidak menjadi pemicu konflik," pungkasnya.
(nor/nor)