Tak Mau Dimutasi ke Penempatan Asal, Puluhan Guru PPPK Geruduk DPRD NTB

Tak Mau Dimutasi ke Penempatan Asal, Puluhan Guru PPPK Geruduk DPRD NTB

Sui Suadnyana, Ahmad Viqi - detikBali
Rabu, 10 Des 2025 21:56 WIB
Tak Mau Dimutasi ke Penempatan Asal, Puluhan Guru PPPK Geruduk DPRD NTB
Foto: Para guru yang tergabung Aliansi Mutasi PPPK NTB mendatangi Kantor DPRD NTB, Rabu (10/12/2025). Mereka menolak dimutasi ke penempatan awal oleh Pemprov NTB. (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Puluhan guru mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu siang (10/12/2025). Para guru itu tergabung dalam Aliansi Mutasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) NTB. Mereka keberatan dengan rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB yang meminta para guru kembali ke unit organisasi atau sekolah sesuai formasi awal penempatan PPPK.

Pemprov NTB sebelumnya meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) NTB melalui surat edaran yang dikeluarkan beberapa waktu lalu untuk mengembalikan para guru PPPK sesuai dengan penempatan yang telah ditetapkan. Musababnya, banyak guru disebut kena mutasi dari sekolah penempatan.

Suhairi, perwakilan Aliansi Mutasi PPPK NTB, menyatakan alasan para guru yang meminta mutasi lebih awal lantaran banyak persoalan yang dihadapi di sekolah penempatan, seperti kurangnya jam mengajar dan jarak tempuh ke sekolah yang jauh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena kurang jam ngajar pada sekolah asal, akhirnya ramai-ramai mencari sekolah lain yang masih banyak jam ngajar kosong dan kekurangan guru," ujar Suhairi dalam audiensi di Sekretariat DPRD NTB, Rabu (10/12/2025).

ADVERTISEMENT

Menurut Suhairi, kurangnya jam mengajar berimbas pada banyaknya guru yang memilih mutasi lebih awal. Mereka memilih mutasi untuk memenuhi minimal 24 jam mengajar dalam satu minggu. Tujuan penambahan jam mengajar itu untuk mendapatkan tunjangan dari sertifikasi pendidik (serdik).

"Contohnya ada teman kami yang dari Lombok Timur, tetapi dapat penempatan di Dompu, jaraknya sangat jauh sekali. Sementara di sini ada anak dan istri yang ditinggalkan," tambah Suhairi.

Tak hanya itu, Suhairi berujar, dalam skema pengangkatan guru menjadi PPPK pada 2021, 2022, dan 2023, dilakukan melalui skema afirmasi. Sehingga, para guru yang mendapatkan formasi tersebut tidak bisa diketahui lebih awal. Kondisi ini berbeda dengan skema pengangkatan ASN sebelumnya, yakni para pendaftar bisa memilih unit organisasi sendiri.

"Dahulu kan banyak penerimaan guru PPPK yang dilakukan secara terbuka sehingga banyak yang ngambil ke sekolah yang formasinya banyak meski berada di pulau Lombok," jelas Suhairi.

Respons DPRD NTB

Anggota Komisi V DPRD NTB, Didi Sumardi, meminta Disdikbud NTB untuk melakukan pendataan berdasarkan nama dan alamat setiap guru yang mengalami kendala terhadap penempatan formasi PPPK. Pendataan dilakukan agar menghasilkan solusi secara menyeluruh dari berbagai persoalan yang dialami para guru PPPK.

"Dari semua itu, kami harapkan BKD dan Dikbud untuk memetakan masalahnya secara menyeluruh, tidak didasarkan pada kasus per kasus," ujar Didi.

Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu mengungkapkan kondisi tersebut membuat para guru mengalami ketidaksesuaian data di Badan Kepegawaian Nasional (BKN) karena telah berpindah dari formasi awal. Persoalan ini dapat menyebabkan hak para guru yang seharusnya diterima, baik gaji pokok dan tunjangan dari sertifikasi, bisa jadi tidak akan dibayarkan.

"Kemudian, kemungkinan paling parahnya, yakni dianggap mengundurkan diri sebagai PPPK. Kondisi ini memiliki dampak yang tidak baik ya, di antaranya jam mengajar, kedua berdampak pada psikologis, keamanan, kenyamanan, dan termasuk adalah kebaikan bagi keluarga," jelas Didi.

Persoalan lain, terang Didi, terdapat ketimpangan penempatan di instansi pendidikan. Misalnya, satuan pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) memiliki lebih banyak jurusan sehingga guru mata pelajaran umum kesulitan mendapatkan jam mengajar yang cukup.

"Di samping itu, terjadi ketimpangan juga antara sekolah awal dengan sekolah yang baru, termasuk adalah bagi SMK, ini perlu pencermatan yang agak serius. Saya kira SMA juga begitu karena ada penjurusan juga, tetapi tidak sebanyak jurusan SMK," ungkap Didi.

Oleh karena itu, Didi berkomitmen akan mengawal aspirasi para guru PPPK hingga benar-benar tuntas dengan membuka keran komunikasi yang intensif bersama Disdikbud NTB dan BKD NTB.

"Kami minta Pak Gubernur melalui OPD terkait, yakni Kepala BKD dan Dikbud untuk mengkaji itu sehingga apa yang sebaiknya perlu dilakukan sebagai upaya katakanlah penyelamatan keadaan supaya kedepannya lebih baik lagi," pinta Didi

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Guru PPPK di Blitar Ramai-ramai Izin Ceraikan Suami"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads